"Udah kenyang belum Nad?" tanya Mas Huda sambil mengambil motornya dari parkiran warung bakso.
"Alhamdulillah, sudah kok Mas. Kenapa emangnya?" sahut Nadia.
"Ya ... kalau masih belum kenyang, sekalian saja beli camilan. Buat nanti di jalan kan?" jawab Mas Huda.
"Ah, nggak usah. Kayak anak kecil saja," jawab Nadia.
"Nad, kamu habis ini mau langsung ke terminal kan?" tanya Mas Huda lagi.
"Iya Mas, aku jalan duluan nggak apa-apa ya? Pokoknya, makasih banyak untuk bakso dan bantuan laptopnya," kata Nadia yang terlihat terburu-buru berjalan kembali menuju bahu jalan di depan kampusnya.
"Nad, sini tak antar saja. Sampai bahu jalan kan? Biar cepet," kata Mas Huda menawarkan bantuan kepada Nadia. Dia berpikir, mungkin Nadia memang tinggal menunggu bus terakhir.
"Nggak usah Mas, aku bisa sendiri kok. Mas Huda duluan aja," jawab Nadia yang masih saja bersikeras nggak mau dibonceng oleh Mas Huda, meski hanya beberapa meter saja di depan. Namun mana mungkin, dia meninggalkan Nadia berjalan sendirian. Apalagi hari sudah semakin bertambah gelap seperti ini. Mas Huda pun tetap menemani Nadia jalan hingga ke bahu jalan.
"Ya ampun Mas, kok masih di sini saja sih? Ini udah hampir malam lho," kata Nadia yang terlihat mengkhawatirkan Mas Huda. Padahal dia sendiri juga sebenarnya sedang bingung, apakah masih ada bus untuk sampai ke terminal.
"Duh, kalau misal busnya memang sudah habis. Sebaiknya aku segera baik ojek saja nih sampai terminal. Jangan sampai, malah di sana aku juga jadi ketinggalan bus kota," batin Nadia.
"Tapi, kalau Mas Huda masih di sini. Gimana mungkin aku bisa order ojek online? Duh, gimana dong?" tanya Nadia dalam hatinya sendiri.
"Nad ... ayo buruan naik! Sudah hampir maghrib lho ini. Tak antar sampai terminal sekarang juga. Aku nggak mungkin tahu, ninggalin kamu sendirian di sini," kata Mas Huda yang terlihat cukup memaksa.
Keadaan yang memang mendesak, membuat Nadia pada akhirnya mau untuk diantarkan oleh Mas Huda.
"Ya udah, tapi aku bayar gimana Mas? Anggap saja aku naik ojek Mas," kata Nadia dengan wajahnya yang cukup tegang dan was-was.
"Haddeh ... Nad ... Nad. Udah ayo buruan! Ini, dipakai helmnya," kata Mas Huda sembari memberikan helm kepada Nadia.
"Oke Mas, makasih banyak ya," jawab Nadia sambil mengenakan helm pemberian Mas Huda. Dia pun segera naik ke boncengan motor Mas Huda. Mas Huda pun segera menjalankan sepeda motornya, menuju ke terminal.
"Nad... kamu boncengnya jangan jauh-jauh ke belakang dong. Berat ini jadinya aku nahan motornya," teriak Mas Huda di atas kendaraannya. Angin dan kecepatan sepeda motor, membuat suara terdengar kabur dan agak samar.
"Apa Mas?" tanya Nadia dengan berteriak pula. Hal itu membuat Mas Huda kembali mengatakan hal yang sama dengan kembali berteriak. Dan baru kali ini Nadia paham dengan yang dimaksudkan oleh Mas Huda.
"Oh, ya Mas," sahut Nadia. Dia pun kemudian bergeser ke depan, namun dengan meletakkan tasnya tepat di depan dada. Sehingga diantara keduanya ada sebuah tas sebagai pembatas.
"Udah lebih enteng sekarang kan Mas?" tanya Nadia.
Mas Huda hanya tersenyum dan mengangguk saja menyadari apa yang dilakukan oleh Nadia.
"Ya, ada tas diantara kita," batin Mas Huda.
"Kita sudah mau sampai, kamu mau turun di mana Nad?" tanya Mas Huda.
"Masuk sekalian saja Mas Huda, sebelah sana," jawab Nadia sambil menunjuk arah terminal di sebelah belakang kanan. Nadia pun segere turun dari motornya dengan cukup terburu-buru.
"Mas Huda, aku ... lansung naik bus aja ya,'"kata Nadia sambil melepas helmnya dan menyerahkan kembali ke Mas Huda.
"Iya. Kamu hati-hati," jawab Mas Huda sembari menaruh helm yang habis dipakai oleh Nadia ke motornya.
"Oke, assalamu'alaikum," pamit Nadia.
"Wa'alaikumsalam,"sahut Mas Huda. Dia kemudian menggeser sepeda motornya ada tak berada di tengah jalan diantara bus-bus antar kota antar provinsi yang berjajar. Mas Huda, tidak seketika langsung pergi dari sana. Namun dia sengaja, menunggu hingga bus yang ditumpangi oleh Nadia benar-benar sudah berjalan. Sambil menunggu, Mas Huda terlihat menelpon seseorang.
"Halo Wik. Kamu tutup toko duluan saja ya. Ini aku masih ada perlu di luar soalnya," kata Mas Huda.
"Owalah ... kok sampai jam segini sih Mas? Bukannya tadi bilangnya cuma sebentar?" tanya Dewi, karyawan Mas Huda di toko.
"Iya ... namanya juga keperluan mendadak. Ya udah ya, makasih Wik," kata Mas Huda menutup percakapan.
"Oh ... iya Mas," jawab Dewi.
Sementara itu, Nadia yang sudah sejak tadi duduk di dalam bus, ternyata diam-diam memperhatikan Mas Huda dari dalam.
"Duh ... Mas Huda kok nggak segera pulang saja sih? Ngapain pakai nungguin segala coba? Kayaknya, dia barusan juga menelpon seseorang, entah ijin atau ngapain," batin Nadia.
"Apa ... sebaiknya aku chat saja ya? Ah ... enggak ah, malu mau bilang apa. Lagian, Mas Huda sepertinya akan tetap di sini deh," batin Nadia yang menjadi cukup grogi melihat pria yang ada di bawah sana. Sesekali, dia pun terlihat mencuri pandang ke arahnya. Dalam hatinya juga berkata,"Manis, ganteng juga sebenarnya kalau diperhatikan dengan seksama."
Nadia tampak senyum-senyum sendiri di atas sana.Hingga dia tak menyadari kalau ternyata ada pejual asongan mendekat dan menawari minuman kepadanya.
"Mbak ... beli minumnya Mbak. Biar nggak haus di perjalanan," kata penjual tersebut menawarkan dagangannya.
"Nggak Mas, makasih," jawab Nadia sambil tersenyum kepadanya.
"Mbaknya, sedang jatuh cinta ya? Wajahnya kok seperti ada bunganya. He ... he," kata penjual tersebut yang kemudian berlalu dari hadapan Nadia.
Sementara Nadia hanya menggeleng-gelengkan kepala sambil mengernyitkan dahinya. Tak lama setelahnya, terlihat sopir masuk bus dan menyalakan mesin kendaraan besar tersebut. Tak berselang lama, terlihat pula seorang pria masuk dan itu tampaknya asisten pak sopir, alias kondektur bus tersebut.
"Sepertinya, busnya dah mau berangkat sekarang," batin Nadia sambil melihat jam di ponselnya.
"Nanti, jam setengah 8 sampai rumah," batinnya.
"Buk ..., saya mau otw sekarang. Doakan selamat sampai rumah nanti ya Bu. Jam setengah 8, kalau bisa minta tolong Bapak untuk jemput di tempat seperti biasanya ya Buk," kata Nadia, sekalian mengirim pesan ke ponsel ibunya.
Bus pun mulai perlahan berjalan, Nadia tampak meihat Mas Huda yang sepertinya juga sudah mulai menyalakan mesin sepeda motornya.
"Mas Huda ... terimakasih banyak ya," batin Nadia yang sebenarnya merasa bahagia. Ya ... baru kali ini ada pria selain Bapaknya, melakukan hal seperti ini kepadanya.
"Hati-hati di jalan ya Mas Huda. Terimakasih banyak untuk semuanya," kata Nadia yang kemudian mengirim pesan juga kepada Mas Huda yang juga sudah mulai menjalankan sepeda motornya.
****
Bersambung ...