Mendengar celotehan si Pepeng pun mereka semua tertawa.
"Gitu kok bangga! Dasar Pepeng!" kata Adit sambil menepuk pundak temannya yang memang paling kacau itu.
"Percaya diri itu perlu Bro...,".sahut Pepeng kembali membela diri.
"Wuuu ...," teriak yang lainnya.
"Hah ... kenyang..Alhamdulillaah," kata Huda sembari mengelus perutnya yang mula sedikit membuncit.
"Tunggu bentar lagi Hud, habis lo nikah besuk perutmu bakalan saingan sama kita-kita. Wkkk," sahut Rendi sambil tertawa.
"Kita? Lo kali, gua enggak," sahut Adit yang nggak mau disebut buncit dan lantas menepuk perutnya dengan mengempeskannya.
"Coba aja lihat, bakalan bertahan berapa detik dia kuat kayak gitu. Wkkk," sahut Rendi sembari tertawa.
"Bro, sorry banget. Aku duluan nggak apa-apa ya. Ini, udah waktunya jemput anak-anak soalnya" kata Rendi.
"Tuh ... kalau mau jadi bapak yang baik, belajar sama Rendi," kata si Pepeng.
"Hallah ... kamu itu belajar cari cewek dulu sebelum jadi bapak. Belajar itu bertahap, jangan ujug-ujug jadi bapak aja," sahut Adit.
"Ya ... namanya juga teori, kan bebas aja Dit. Kalau praktik lha itu, baru ... harus bertahap. Wkkk," sahut Pepeng ngeles aja.
"Yo wes, aku duluan ya. Nih dikit, buat tambahin bayar nanti." Rendi pun meletakkan 2 lembar yang seratusan, lantas bersalaman dengan semua rekannya.
"Kebanyakan ini Bro. Buat bayar semuanya aja dah sisa," sahut Adit.
"Udah nggak apa-apa. Udah ya, sampai ketemu lagi. Assalamu'alaikum," kata Rendi.
"Wa'alaikumsalam," sahut semuanya.
"Udah biarin aja, namanya juga bos. Uang segitu nggak ada artinya buat dia," kata Pepeng lagi.
"Bilang aja lo seneng banget akhirnya dapat gratisan Peng," sahut Huda.
"Halah ... kayak kalian enggak aja. Wkkk." Mereka semua kembali tertawa dan akhirnya bubar juga.
"Ya udah kalau gitu, kita lanjut kapan-kapan lagi aja ya. Pokoknya, kalau ada apa-apa saling kabar-kabar aja," kata Huda.
"Betul, aku setuju Hud. Pokoknya yang jelas, besuk jangan lupa kenalin pacar kamu ke kita-kita. He ... he," sahut Adit.
"Sudah dibilang, belum jadian," sahut Mas Huda.
"Ya, mungkin sekarang belum.Tapi kita kan nggak tahu besuk atau lusa," kata Adit.
"Tull, ayo tetap menyerah, jangan semangat Hud! Wkkk," sahut Pepeng. Kembali kawan yang satu ini membuat semua teman lainnya menggeleng-gelengkan kepala.
"Wes wes ... bubar-bubar!" ajak Jimmy sambil beranjak dari tempat duduknya.
"Hey ... Ustad Jimmy ngambeg. Jim ... bercanda, guyon!" kata Pepeng, dia pun lantas merangkul temannya itu keluar dari area rumah makan. Sementara Adit dan Huda mampir sebentar ke kasir.
"Gimana Hud? Masih usaha servis komputernya?" tanya Adit sembari berjalan keluar menuju parkiran.
"Alhamdulillah Dit, masih jalan. Kamu masih di Jogja TV juga to?" tanya Huda.
"Masih lah, mau dimana lagi. Kalau dipikir-pikir, kerjaan kita ini sama sekali nggak ada yang ada hubungannya sama jurusan kuliah kita dulu ya Hud," kata Adit sambil menertawakan dirinya sendiri.
"Biasalah Dit, yang penting kita sekarang udah pada kerja semua. Pekerjaan apapun yang penting halal," sahut Huda.
"Kamu benar Hud. Kamu bawa motor apa mobil?" tanya Adit.
"Motorlah, mobilku masih di dealer belum sempat ngambil. Wkkk," sahut Huda sambil tertawa.
"Kamu ini, bisa saja. Aku sih yakin, cuma belum ada niat aja kamu. Tak lihat usaha kamu juga lancar terus gitu kok," sahut Adit.
"Aamiin... doakan aja Dit." Keduanya pun berpisah di persimpangan dimana Adit hendak mengambil mobilnya di sisi sebelah kanan, sementara Huda mengambil sepeda motornya di sebelah kiri tak jauh dari sana. Reuni kecil selesai, dan Huda menjalankan sepeda motornya menuju toko komputernya.
"Wik ... gimana? ramai?" tanya Mas Huda sesampainya di depan toko dan melepas helmnya.
"Mas Huda ini, jam segini kok baru sampai he?" sahut Dewi yang justru balik bertanya.
Sambil berjalan masuk, sembari melepas jaket yang dikenakannya dia menjawab,"Iya sorry Wik, ini tadi ada acara dari pagi. Tapi toko aman kan?"
"Aman. Tapi tuh, ada 5 servisan masuk. Aku belum bisa kasih jawaban sama orangnya," sahut Dewi sembari menunjuk meja kerja Mas Huda dengan 4 laptop serta sebuah printer laser.
"Habis ini tak cek deh. Tapi bentar aku istirahat dulu jangan ganggu ya Wik," kata Mas Huda yang lantas merebahkan badannya di atas sofa.
"Siap Boss," sahut Dewi sambil meletakkan telapak tangan kanannya dengan sikap hormat. Tak berselang lama, terdengar suara mendengkurnya Mas Huda.
"Haddeeh ... nih orang kecapekan amat, habis ngapain coba?" gumam Dewi sambil menggeleng-gelengkan kepala dan menutup tirai di belakangnya agar sedikit menyamarkan suara dengkuran Mas Huda. Tak lupa, dia juga menyalakan musik meski dengan suara pelan, sambil membuka-buka laman di media sosial.
"Hhem hem. Wik, aku mendengkur apa?" teriak Mas Huda setelah setengah jam dia tidur.
"Apa?" sahut Dewi.
"Aku mendengkur?" tanya Mas Huda sekali lagi karena dia merasakan tenggorokannya serak dan sedikit berat.
"Wkk ... Kira-kira bagaimana emangnya? Capek amat kayaknya? Habis ngapain aja sih?" tanya Dewi.
"Iya nih Wik, semalam begadang soalnya. Udah gitu biasanya bangun siang terus tidur lagi, ini tadi langsung otw dari lagi," jawab Mas Huda.
"Pantesan, suaranya dah kayak lokomotif jaman jepang. Wkkk," sahut Dewi sambil tertawa ria.
"Waah ... separah itu? Haddeh, ya maaf," sahut Mas Huda. Dia lantas ke kamar mandi, mencuci muka dan segera memulai pekerjaannya. Satu per satu, dia mengecek barang servis di atas meja.
"Wik ... sini!" teriak Mas Huda.
"Kamu hubungi yang punya seperti biasa ya." Mas Huda menyuruh Dewi seperti biasanya, menghubungi pemilik barang servisan bahwa habis segitu, mau dicancel atau langsung dikerjakan.
"Woke. Siap," sahut Dewi. Dengan menggunakan ponselnya, dia memfoto barang-barang yang sudah dicek oleh bos sekalian tukang servis di tempatnya bekerja. Sementara itu, Mas Huda melanjutkan mengecek barang lainnya.
'KLUNG'
Mendengar pesan masuk, Mas Huda menaruh sejenak tespen di tangannya dan mengambil ponselnya yang semula tergeletak di atas sofa.
"Nadia?" batinnya. Dia pun langsung membuka chat tersebut sambil tersenyum.
"Assalamu'alaikum Mas Huda. Lagi ngapain?" tanya Nadia.
"Wa'alaikumsalam. Biasa, ini lihat Nad," jawab Mas Huda sembari mengirimkan meja kerjanya yang tampak amburadul tak karuan.
"Oh ... kirain hari Minggu tutup Mas Huda?" tanya Nadia.
"Enggak lah, kalau tutup malah bingung mau ngapain. Lagian, nggak ada yang bisa diajak kencan juga. He ... he," sahut Mas Huda.
Berselang agak lama, Nadia baru merespon perkataan Mas Huda.
"Emang pacarnya lagi ada acara apa Mas?" tanya Nadia.
"Boro-boro pacar Nad," sahut Mas Huda.
Nadia yang sebenarnya ada rasa penasaran soal hubungan Mas Huda dan Kaka Rara namun hatinya terasa tak sampai untuk sekedar menanyakan, ada hubungan apa sebenarnya diantara keduanya.
*****
Bersambung ...