Chereads / Yakinkan Aku Jodohmu / Chapter 33 - Chapter 33 Back To Jogja Lagi

Chapter 33 - Chapter 33 Back To Jogja Lagi

Tak berselang lama, Hari yang sudah selesai menerima telponnya kembali masuk ke ruang tamu.

"Bapak ... Nad. Mohon maaf sekali, saya sepertinya harus segera pamit. Ini ada urusan mendadak soalnya." Hari meminta maaf, setelah itu dia meminum kembali kopinya.

"Lha ... kok malah buru-buru Mas Hari ini," sahut Pak Samsul.

"Iya nih Pak. Mungkin, lain waktu lagi bisa ke sini lagi. Nad, maaf ini ... kopinya nggak habis he," kata Hari.

Nadia yang sadar kalau kopi yang dia buat tadi menggunakan air mendidih, jadi memang mungkin masih cukup panas kalau harus dihabiskan segera.

"Iya ... nggak apa-apa Hari. Masih panas ya? He .. he," sahut Nadia.

Hari hanya tersenyum, dia pun lantas berdiri dan bersalaman dengan Pak Samsul dan juga Nadia.

"Assalamu'alaikum." Hari pun pergi dengan belum sempat mendapatkan jawaban yang pasti dari pujaan hati. Tapi paling tidak, dia sudah mengungkapkan perasaan yang dipendamnya selama bertahun-tahun. Selain itu, dia kini juga sudah memiliki nomor whatsapp Nadia.

"Wa'alaikumsalam. Hati-hati!" sahut Nadia dan Bapaknya. Mereka berdua mengantarkan tamunya tersebut sampai teras depan, hingga bayangan Hari tak terlihat lagi dari pandangan.

"Nduk ... Hari itu, kalau Bapak lihat anak baik-baik juga," bisik Pak Samsul.

"Bapak ... sudah lah. Terus, kalau Hari anak baik terus masalahnya dimana coba?" sahut Nadia sembari berjalan masuk dan membereskan cangkir bekas kopinya Hari tadi.

"Nduk Nduk ... susah amat kalau diajak bicara ke arah sana," kata Pak Samsul yang lantas mengambil mendoan lagi. Sementara Nadia tak lagi menanggapi kata-kata Bapaknya kecuali hanya bertanya,"Mendoannya Nadia tinggal sini kan Pak?"

"Kamu bawa saja sana Nduk. Bapak udah, takut kolesterol naik," jawab Pak Samsul.

Nadia hanya tersenyum dan membawa sepiring mendoan yang tinggal beberapa biji saja di atasnya.

"Buk ... Nadia bantuin apaan nih?" tanya Nadia sesampainya di dapur.

"Sudah selesai Nduk, ini tinggal yang terakhir. Lha ... kok malah dibawa kesini lagi?" tanya Bu Wati.

"Iya, tamunya sudah balik kok Bu," jawab Nadia.

"Siapa to itu tadi memangnya?" tanya Bu Wati sembari mengaduk mendoannya di atas wajan. Sementara Nadia tampak menyomot yang masih tampak hangat belum lama di tiriskan oleh ibunya.

"Teman SMP Buk, cuma mampir tadi," jawab Nadia.

"Ya sudah, kalau nggak ada yang bisa dibantu Nadia ke kamar lagi ya Buk. Mau nyiapin barang yang mau tak bawa besuk." Nadia meninggalkan ibunya di dapur.

"Ya sudah sana, jangan ada yang ketinggalan! Oiya, ibu masakin sambal teri buat dibawa besuk ya," kata Bu Wati.

"Oke Buk," sahut Nadia yang memang lumayan sering dibawakan masakan ibunya sambal teri terenak di dunia. Lagipula, awet juga lumayan untuk makan di kosan. Bahkan teman-teman kos Nadia juga sering menanyakan. Kata mereka, kalau Nadia sudah bawa sambal teri buatan ibunya itu bisa ngabisin nasi. Tinggal merebus sayuran saja udah paling top. Tertambah, gratis pula. Nadia menceritakan kepada ibunya, sehingga Bu Wati begitu bersemangat setiap kali memasak untuk dibawa putrinya.

Sesampainya di kamar, Nadia membuka ponselnya dan dua pesan dari dua pria masuk di waktu yang hampir bersamaan. Mas Huda memberitahukan kalau dirinya kini sudah menutup tokonya dan sudah tiba di rumahnya. Sementara Hari juga sama. Karena memang rumahnya tak begitu jauh dari rumah Nadia, tak sampai lima belas menit dia juga sudah tiba di rumahnya. Nadia hanya tersenyum sambil menggaruk kepalanya, melihat kedua pria yang tiba-tiba saja mendekati dirinya secara bersamaan. Dia membalas keduanya satu-per satu.

"Jangan sampai salah balas ya Nad," batinnya.

Nadia segera menyiapkan barang-barang yang besuk pagi akan dia bawa ke Jogja, kembali lagi ke rutinitas kesibukannya seperti biasanya.

"Entah mengapa ... sejak ada Mas Huda, kok rasanya lebih bersemangat saja ya buat kembali lagi ke Jogja. Aneh memang," batin Nadia sembari membaringkan badannya di atas kasur sembari senyum-senyum sendirian.

"Nad ... ingat! Baru saja kan kamu sendiri yang bilang ke Bapak? Kalau kamu bakalan fokus kuliah, kerja dan baru mau memikirkan soal menikah?" Nadia tiba-tiba teringat dengan kata-katanya sendiri. Apa itu dikatakannya karena memang dia tidak ada perasaan apa-apa kepada Hari? Sehingga dia mengatakan itu di depan Bapaknya dan juga Hari. Dia lupa, mengapa tadi dia sama sekali tidak memikirkan perasaan Hari?.

"Ya ampun ... iya ya. Hari kan tadi sempat mengungkapkan perasaannya ke aku. Dan aku juga belum sempat menjawabnya karena tiba-tiba saja Bapak datang," batin Nadia.

Kehadiran Hari, memang sedikit banyak mengganggu pikirannya. Apalagi setelah dia meminta nomor wa Nadia. Dan kini dia juga sudah menyimpannya.

Waktu pun berlalu, dengan kegalauan Nadia. Bahkan di malam harinya, dia hingga larut baru bisa memejamkan mata. Hal itu tentu saja membuat pagi harinya, dia bangun sedikit kesiangan.

"Nduk ... ayo buruan, nanti ketinggalan bus lho kamu." Pak Samsul tampak tak sabaran menunggu Nadia yang tak kunjung keluar dari dalam rumah.

"I-iya Pak," sahut Nadia. Dia pun lantas dengan begitu terburu-buru naik ke boncengan motor Pak Samsul.

"Hey ... helm kamu mana?" tanya Pak Samsul.

"Buk ... tolongin helm dong. He ... he. Maaf ya Buk," kata Nadia sambil terkekeh kepada ibunya.

Meski sebenarnya masih pagi, Nadia juga tidak terlambat masuk kuliah namun karena janjian dengan Mas Huda jadi dia harus buru-buru tiba di terminal Jogja. Apalagi pagi ini, dia tidak seperti biasanya. Sudah bangun kesiangan, masih harus berdandan pula, jadi tambah semakin lama.

"Makasih ya Buk. Assalamu'alaikum Ibuk ...," kata Nadia.

"Yuk Pak, Nadia sudah siap," kata Nadia sembari mengenakan helmnya.

"Jangan lupa berdoa," kata Pak Samsul sebelum menjalankan motornya.

"Sampun Bapak ...," sahut Nadia. Keduanya lantas berangkat menuju halte bus antar kota. Meski sedikit terlambat dari perkiraan, Nadia masih bisa ikut bus pemberangkatan pagi.

"Hah ... syukurlah. Tinggal duduk manis, menunggu hingga nanti tiba di terminal," batin Nadia. Dia mengambil ponselnya yang ternyata semalam lupa dia nyalakan setelah kehabisan batre.

"Pantesan dari tadi sepi," batin Nadia.

KLUNG KLUNG KLUNG KLUNG

Pesan masuk secara beruntun, membuat Nadia tersenyum sendirian.

"Sehat kan Mbaknya?" tanya seseorang yang duduk di sebelah Nadia.

"Ya ... sehat lah. Emang kenapa Mas?" tanya Nadia.

Cowok yang kalau dilihat dari penampilannya juga terlihat sama-sama mahasiswa itu tertawa melihat raut wajah Nadia yang tampak kesal kepadanya.

"Ditanyain malah diam, gimana sih Mas? Nggak jelas," sahut Nadia. Dia pun kemudian membaca satu persatu pesan dari Mas Huda, dan mencoba menjauhkan layar ponselnya dari pria kepo yang ada di sebelahnya.

"Mbak ... mbak. Siapa juga yang mau lihat ponsel mbaknya. Saya juga punya kali," sahut cowok tersebut yang kemudian mengambil ponselnya dan memasang headset di telinganya.

"Dasar, cowok aneh," gumam Nadia.

*****

Bersambung ...