Baru saja keluar dari pekarangan rumah Kak Rara, sebuah panggilan masuk ke ponsel Mas Huda.
"Ini ... udah pada ditungguin sama anak-anak pasti," batin Mas Huda yang lantas menghentikan sepeda motornya.
"Halo bro ... ini udah otw." Mas Huda langsung berkata kepada teman yang menelpon dirinya.
"Ah, kamu ini. Keburu kehabisan!" sahut teman Mas Huda.
"Yo jangan dihabiskan lah. Ini udah di jalan tahu. Tungguin lho ya! Awas kalau aku sampai sana kalian udah pada bubar!" ancam Mas Huda.
"Ya udah buruan!" sahut teman Mas Huda dan percakapanpun selesai.
"Setengah jam," gumam Mas Huda yang langsung kembali mengegas sepeda motor maticnya menuju rumah makan Andalan, dimana dia sudah janjian dengan beberapa teman kuliahnya di sana.
"Sorry sorry!" sapa Mas Huda sesampainya diantara teman-teman kuliahnya, dan dia pun bersalaman dengan mereka semua satu per satu.
"Wuuu, kamu ini Hud. Kebiasaan!" kata salah satu teman Mas Huda yang bernama Sonny namun lebih sering dipanggil Pepeng karena badannya yang kerempeng sedari kuliah.
"Apaan? Biasanya juga kamu yang suka telat Peng. Wkkk," sahut Mas Huda yang lantas duduk diantara 4 teman kuliah yang 3 diantaranya sudah menikah. Hanya Huda dan Pepeng saja yang masih lajang.
"Nih, makanan kamu. Kalau bukan karena kami semua saking sayangnya sama kamu ini ya. Udah kami habiskan sedari tadi. Apalagi tuh, Pepeng. Kamu tahu sendiri, badannya kerempeng tapi makannya nggak cukup kalau cuma sepiring. Wkkk," kata Adit sambil menertawakan temannya itu.
"Nggak heran kalau Pepeng lah, emang gitu kan dia dari jaman kuliah. Tahu, kebanyakan cacing kali dalam perutnya ya. Peng! Udah minum combantrin apa belum sih lo?" tanya Mas Huda sembari menyomot udang goreng krispi di depannya. Sementara Pepeng yang memang sejak dulu jadi bahan bulan-bulanan kawan-kawannya pun hanya tertawa saja.
"Lho ... justru dengan bantuan si cacing, bisa memanipulasi usia. Wkkk." Pepeng menjawab dengan begitu percaya dirinya.
"Iya tuh, kayaknya cuma Pepeng aja diantara kita semua yang masih pantes pakai seragam SMA. He ... he," sahut Rendi, yang kini sudah menjadi bapak dari dua anak perempuan kembar.
"Iya Peng, kamu nyamar jadi anak SMA aja biar dapat pacar daun muda sana! Daripada jomblo aja terus dipelihara! Kelamaan nganggur benda tumpulnya baru tahu rasa! Wkkk," sahut Adit yang lantas disambut pula dengan gelak tawa mereka semua.
"Eh! Kalian lupa? Masih ada Huda juga lho yang jomblo," sahut Pepeng sambil menepuk pundak Mas Huda yang sedang minum jus mangga, sehingga membuatnya tersedak karenanya.
"Uhuk uhuk uhuk,"
Mas Huda pun membalas menepuk pundak tipisnya si Pepeng,"Kurang ajar kamu ini Peng!"
"Sorry bro, sorry. Sengaja tadi. He ... he," sahut Pepeng sambil tertawa.
"Peng! Kamu ini sok tahu. Huda udah punya pacar ya sekarang. Makanya ini tadi dia telat ke sini ngapel dulu dia pasti. Iya kan Hud?" tanya Adit sambil tersenyum kepada Huda.
Mas Huda pun hanya tertawa kecil sembari makan di hadapan semua teman-temannya.
"Benar Hud? Kamu udah punya pacar sekarang?" bisik Pepeng ke dekat telinga Mas Huda. Tak dia sangka, jawaban justru keluar dari ponsel Mas Huda yang sejak tadi ditaruhnya di atas meja. Sebuah pesan masuk dan tampaklah wajah seorang perempuan sebagai walpaper ponsel Mas Huda. Pepeng pun dengan sigap mengambil dan mengumunkan kepada teman-teman yang lain.
"Ooh ... ini ternyata pacar Huda? Mau lihat nggak Dit, Ren?" Pepengpun berusaha menunjukkan ponsel Huda kepada ketiga teman lainnya termasuk Jimmy yang sedari tadi diam saja. Namun Mas Huda langsung menyahut kembali ponselnya dan berteriak,"Hush! Apaan sih Peng? Sini!"
Ketiga teman mereka yang lainpun lantas tertawa melihat Pepeng dan Huda yang saling berebut, sekaligus penasaran juga dengan pacar Huda yang kata Pepeng ada di walpaper ponselnya.
"Alhamdulillaah ... jadi tinggal Pepeng kan sekarang yang belum punya gandengan besuk ke nikahan Rudi? Wkkk." Adit tampak begitu bersemangat meledek si Pepeng kembali.
"Nggak usah khawatir, besuk pasti aku juga ngajak gandengan. Tenang!" sahut Pepeng meski dia sendiri juga sebenarnya masih belum tahu bakalan ngajakin siapa. Sementara undangan nikahan Rudi tinggal 3 hari lagi.
"Wah, sepertinya kita semua harus siap-siap nih. Habis Rudi bakalan ada yang segera nyusul besuk. Iya nggak Bro?" tanya Adit ke Huda.
"Aamiin aja deh," sahut Mas Huda sambil tersenyum.
"Jadi laki itu harus PD Hud, jangan pesimis apalagi soal cewek," tambah Rendi. Sementara itu Mas Huda yang sebenarnya memang belum yakin seratus persen dengan hubungannya dengan Nadia hanya bisa cengar cengir nggak jelas.
"Besuk kenalin sama kita-kita ya Hud, dinikahan Rudi. Oke?" kata Adit.
"Wadduh, entahlah kalau itu Dit. Aku belum ngajakin dia sebenarnya," jawab Mas Huda.
"Ya udah, bilang sekarang aja sekalian. Video call!" kata Rendi.
"Iya, betul tuh kata Radit. Biar rame. He ... he," sahut Adit. Tapi Mas Huda tetap nggak mau melakukannya, dia tahu teman-temannya pasti bakalan ngerjain dirinya nantinya.
"Sebenarnya aku masih PDKT sama dia, makanya kalian doain aja ya," kata Mas Huda yang nggak mau berbohong kepada teman-temannya, yang nantinya hanya akan bikin ribet sendiri jadinya.
"Kita semua pasti bakalan doakan yang terbaik buat kamu Hud. Namanya jodoh, kita itu nggak bakalan tahu. Yang penting, kita tetap berusaha dan berdoa mudah-mudahan kalau memang itu jodoh kita akan didekatkan dan disegerakan. Kita hanya harus ingat, jodoh kita itu pada akhirnya nanti biasanya setara dengan kita. Jadi kita hanya perlu selalu memperbaiki diri untuk bisa mendapatkan jodoh yang baik pula. Bukankah kata Allah, perempuan yang baik adalah untuk laki-laki yang baik. Dan laki-laki yang baik untuk perempuan yang baik pula,"kata Jimmy yang pada akhirnya angkat bicara juga.
"Iya Hud, dengerin kata Pak Ustad Jimmy ini," sahut Pepeng sambil mengangguk nggak jelas apakah hal itu karena paham atau hanya berlagak sok-sok an saja.
"Heh, emangnya kamu paham Peng?" tanya Adit sambil menepuk pundak si Pepeng yang sok 'yes' tersebut.
"Apa Dit?" sahut Pepeng.
"Yang dibilang sama ustad Jimmy tadi, paham nggak? Kamu itu, dari dulu kalau diajak ngomong serius kan suka masuk ke telinga kanan, keluar dari telinga kiri." Radit bertanya lagi kepada Pepeng. Sementara itu, Pepeng hanya cengar cengir saja mendengarnya.
"Iya Dit, aku tuh paham. Kamu itu kalau sama aku kok menghinaa terus kerjanya. Gini-gini, kita sama-sama alumni dari kampus dan fakultas yang sama lho ya. Meski tahun masuknya sama tapi tahun lulusnya beda. Wkkkk," sahut si Pepeng sambil tertawa.
****
Bersambung ...