Chapter 4 - Akhirnya Alan Tau

Baru saja dia mengayunkan langkah sekali, tiba-tiba dari lift keluar pria yang tak asing di matanya, "Alan!" bisik Sisi lalu menarik langkahnya kembali masuk ke dalam unit apartemen milik Owen.

"Hey, kenapa kau kembali?" tanya Diona yang sedang berdiri di samping Tony.

"Bisakah aku menunggu sebentar lagi, sepertinya taksi yang aku pesan belum sampai!"

Tony nampak heran dengan tingkah Sisi, dia lalu menghela nafas lalu mempersilahkan wanita berambut coklat itu untuk kembali duduk di sofa tempatnya duduk.

"Baiklah, Nona. Sembari menunggu taksimu, tolong ceritakan kepadaku kenapa kau bisa bertemu putraku?" tanya Tony pada Sisi yang terlihat masih kikuk di sampingnya.

"Sebenarnya dia yang menolong Owen sore kemarin, Tuan!" tutur Diora berharap papa Owen ini mau bersikap lebih baik pada Sisi.

"Sungguhkan!" Tony terperanjak dan mulai tau apa yang sebenarnya terjadi pada Owen dan wanita di sampingnya ini.

"Iya, aku tau ini kesalahanku, harusnya kemarin aku tak menyelamatkan, Owen!"

"Hey, maksudmu kau mau putraku mati karena luka di dadanya?"

"Kalau aku tak menolongnya kan aku tak harus punya utang budi kepadanya?" jawab Sisi ringan memuat Tony mulai paham cerita di balik penyelamatan Owen pada Sisi.

"Huuft, iya. Kau benar. Harusnya aku memikirkan itu!" sesal Tony lalu meraih tangan Sisi, "Harusnya kau tak marah kepadamu dan justru berterima kasih akan pertemuanmu dengan putraku! Jadi maafkan aku atas perkataan kasarku tadi!"

Ting... tong....

Bel pintu apartemen berbunyi dan Sisi yang duduk di samping Tony langsung berdiri sambil memutar bola matanya mencari tempat untuk bersembunyi.

"Kau kenapa?" tanya Diona sambil menghampiri lubang di tengah pintu untuk melihat siapa tamunya.

"Aku rasa itu, Alan!" tegas Sisi kemudian masuk ke sela tirai biru yang ada di ruang tamu.

"Oh, iya. Kau benar. Apa mungkin dia tau kau ada di sini?"

"Iya, tadi dia melihatku sesaat setelah pintu lift terbuka!"

"Baiklah, sekarang bersembunyilah di sana!" tunjutk Diona lalu membuka pintu.

"Alan, apa kabar?" sapa Diora ramah sambil memasang senyum termanisnya.

"Hai, aku kebetulan lewat dan tak sengaja melihat seseorang yang aku cari melangakah masuk ke dalam apartemen ini!"

Tony segera sadar siapa yang sedang dibicarakan pria tampan itu, dia lalu menghampiri Alan untuk mencoba mengalihkan perhatiannya.

"Hai, Alan. Lama tak jumpa. Tapi di apartemen ini tak ada siapapun selain aku dan Diora. Mungkin kau salah lihat!"

Alan nampak kecewa dengan jawaban Tony lalu mencoba melongok dari pintu yang hanya dibuka setengah oleh Diona, "Aku boleh masuk!"

Deg...

Jantung Tony seperti berhenti dan kepalanya mulai berputar mencari alasan agar penerus keluarga Purple ini tak menginjakkan kakinya ke dalam apartemennya.

"Tapi aku sudah mau pulang, apa kita tak pulang bersama saja!" tutur Tony dengan ramah.

Alan mengangkat kedua alisnya dan mengangguk pelan, "Baiklah, mari kita pulang bersama. Sebenarnya aku sudah lama ingin berbincang kepadamu untuk memecahkan perselisihan keluarga ini!"

Tony mengangguk pelan, dia lalu melangkah keluar apartemen dan meninggalkan Diona dan Sisi di sana.

"Diona, aku pergi dulu. Jangan lupa kunci pintu, ya!" ujar Tony lalu cepat-cepat mengambil mantelnya yang tergantung tak jauh dari tempatnya berdiri lalu tersenyum simpul dan menutup pintu cepat-cepat.

Krekk...

Pintu tertutup rapat dan Diona dapat bernafas lega.

"Huuft. Untunglah. Aku pikir kita akan dapat masalah!" ujar Diona lalu menghampiri tirai tempat Sisi bersembunyi.

"Dia sudah pergi?"

"Sudah, kau bisa keluar sekarang!"

Sisi bernafas lega, dengan senyum sumringah dia lalu keluar dari tirai dan melemparkan pandangannya ke halaman parkir apartemen berlantai 3 itu yang dari tempatnya berdiri nampak Alan dan Tony sedang berbincang sembari berjalan menuju mobilnya.

"Sepertinya hubungan mereka tak seburuk yang aku kira?"

"Iya, sebenarnya mereka adalah keluarga yang saling dekat. Tapi sayang ada saja masalah yang membuat mereka selalu berselisih!"

Sisi terdiam, tiba-tiba di pikirannya muncul perasaan tak enak dan pasti akan terjadi jika sampai Alan tau jika dia bersembunyi justru di rumah rivalnya itu.

"Mmm, baiknya aku pergi saja!" tutur Sisi lalu melangkah menuju pintu.

Kriingg....

Diona meraih ponselnya,

"Halo, ada apa?" tanya Diona yang menjawab panggilan telepon dari Owen.

["Dia bertemu papaku?"] tanya Owen dengan cemas.

"Iya, tapi tak ada masalah, tenang saja!"

["Syukurlah, kau tau wanita itu memang pembawa keberuntungan!"]

"Kenapa kau bicara begitu?" tanya Diona dengan senyum setengah.

["Entahlah pokoknya jaga dia, jangan sampai dia terluka!"]

Diona menangguk, wanita paruh baya itu lalu tersenyum simpul dan mengerti apa yang sedang ada di dalam hati Owen Grey yang sebenarnya sangat cuek pada lawan jenisnya.

["Aku sedang dalam perjalanan pulang, jadi suruh dia menungguku!"]

Sekali lagi Diona menanggguk, dia lalu menutup sambungan telepon itu lalu meminta Sisi kembali ke kamarnya.

"Tunggulah di kamarmu!"

"Tidak, aku mau pergi saja!" tegas Sisi yang sudah hampir tiba di daun pintu.

"Kau mau, Alan menemukanmu dan membuat Owen dalam masalah?"

Mendengar perkataan itu Sisi langsung terlihat ketakutan lalu memelankan langkahnya, "Apa mungkin anak buah Alan ada di sekitaran sini!"

"Tentu saja!" ujar Diona mencoba menakut-nakuti Sisi yang langsung terpengaruh akan ucapannya.

"Ah, jadi aku harus bagaimana sekarang!" Sisi memutar badannya kembali ke tirai tempatnya bersembunyi tadi.

"Aku tadi bilang kembali ke kamar itu!" tunjuk Diona dan kali ini wanita penakut itu menuruti perkataan pengasuh Owen.

"Baiklah, aku sebenarnya tak mau kalian jadi repot karenaku," ujar Sisi lirih, "Tapi aku memang harus dipaksa untuk menuruti kalian!"

Perkataan Sisi ini membuat Diona tertawa terbahak-bahak karena tak tahan dengan perkataan wanita muda yang terdengar sangat menyebalkan itu.

"Kenapa kau tertawa begitu kencang!"

"Kau ini lucu sekali, kenapa kau tak berusaha melindungi dirimu sendiri malah membuat ulah yang menggelikan!"

"Mmmm, aku tau. Aku sangat tau apa yang kau maksud?"

Brakk...

Tiba-tiba Alan membuka pintu apartemen Owen dan dengan tatapan tajam melihat kearah Sisi yang terpaku.

"Jadi aku ada di sini?" tanya Alan dengan geram.

"Alan!" Diora berdiri dari tempat duduknya lalu melangkah menghadang Alan yang bersiap untuk membawa Sisi.

"Kenapa kau menghalangaiku, dia adalah wanitaku!" tegas Alan lalu menarik tangan Sisi yang sangat ketakutan melihat kedatangannya.

"Jangan, aku mohon jangan bawa aku!" teriak Sisi dengan histeris.

"Tunggu!" Owen tiba-tiba muncul dari balik pintu lalu menghampiri Alan yang dengan erat menggenggam tangan Sisi yang ketakutan.

"Hey, kenapa kau ini. Dia wanitaku!" tegas Alan yang tak rela kehilangan wanita berambut coklat itu.

"Kau mau adu jotos denganku?" Owen melinting ujung kemejanya dan dengan wajah penuh rasa kesakitan berusaha mendekat kearah Alan, "Lepaskan dia!"

"Owen, kenapa kau ini!" teriak Alan yang tak mengerti maksud perkataan teman kecilnya itu.

Brakkk...

Tangan Owen melayang dan mendarat tepat di pelipis Alan yang masih dengan erat memegangi tangan Sisi.