Siang ini, Caca sudah pindah ke rumah lamanya. Dan sekarang, perempuan itu sedang memandangi nama Alex di ruang rahasia Opah nya, sendirian.
Caca bangkit dari duduknya, lalu berjalan kembali ke kamar Opah nya, untuk mencari-cari sesuatu yang bisa di jadikan bukti. Membuka satu persatu laci yang ada di sana, mencoba mencari bukti itu, tetapi tak ada, tak ada benda apa pun yang mencurigakan.
Caca menghela nafasnya, lalu menghempaskan tubuhnya begitu saja ke ranjang. Kenapa semua orang menuduh Alex pembunuhannya? Sedangkan buktinya saja tidak jelas seperti ini.
Aneh sekali, tiba-tiba ada yang mengganjal di hatinya, Caca sangat-sangat yakin bukan Alex lah pembunuhnya, tetapi mari kita cari bukti yang lebih lanjut untuk membuktikan itu.
Hendak bangkit dari tidurnya, nama Kenzo itu tiba-tiba tertera di handphonenya, membuat Caca kembali tertidur dan mengangkat telepon itu.
[Sombong banget yang udah jadi tunangan orang.] Terdengar suara Kenzo di seberang telepon membuat Caca tersenyum.
"Gue gak sombong ya, lo yang sombong udah gak ngehubungin gue lagi!"
[Lo gak kangen gitu sama gue?] Tanya Kenzo.
"Kangen lah! Emang lo enggak?"
[Enggak lah, ngapain kangen sama tunangan orang.]
Caca berdecak, menyebalkan sekali Kenzo ini, "Gue matiin teleponnya aja, kalo misalnya lo gak kangen."
[Dih, ambekan banget si lo!]
"Ya terus ngapain lo telepon, kalo misalnya gak kangen sama gue? Bilang aja elah, gengsi amat si lo!"
[Iya-iya! Gue lagi kangen ini, lagian ... setelah lo tunangan, jarang banget hubungin gue.]
"Gue lagi sibuk nyelidikin kasus pembunuhan orang tua gue yang katanya kecelakaan itu," ucap Caca.
[Hah? Orang tua lo, aslinya di bunuh?] Kaget Kenzo.
"Iya, gue juga baru tahu kemarin-kemarin, makanya gue selidikit."
[Lo udah tahu siapa yang jadi tersangka pembunuh orang tua lo?]
"Udah, tapi gue gak terlalu yakin, karena buktinya belum jelas. Makanya, gue mau cari tahu lagi."
[Gue bakal bantu cariin, gue cuman mau biodata tuh orang yang jadi tersangka.] Kata Kenzo, membuat Caca kembali mengeluarkan nafasnya.
"Ini inti dari permasalahannya, biodata emang sulit banget si retas. Padahal, gue udah kenal banget sama tuh orang."
[Orang terdekat lo?]
"Orang yang pernah jadi asisten opah gue."
[Kita harus ketemu, gue mau ngomongin ini secara langsung. Gue mau langsung tahu orangnya,] kata Kenzo.
**
Sesuai dengan apa yang di bicarakan di telepon, Caca dan Kenzo kini bertemu di restoran cepat saji.
Kedua orang itu terlihat berbincang serius di selingi bercanda, membuat pembicaraan itu terlihat tidak membosankan, meskipun sedang membahas pembicaraan serius.
Caca menunjukkan foto Alex kepala Kenzo yang berada di handphonenya, Caca mengambil foto lelaki itu di Instagram nya sendiri.
"Lah, bukannya ini yang pegang perusahaan opah lo sekarang?" Kaget Kenzo.
Caca mengangguk membenarkan, "Iya, emang dia yang jadi tersangkanya."
"Kok gue gak yakin, umur nya kelihatan gak jauh sama kita."
Caca kembali mengangguk, "Ya, itu juga yang membuat gue gak yakin, karena umurnya dia itu gak beda jauh sama gue. Sedangkan lo juga tahu, orang tua gue meninggal pas gue umur lima tahun."
"Okey, kita hilangkan aja persepsi bahwa Alex masih kecil waktu itu. Dia kan sekarang yang pegang perusahaan punya lo, kenapa sampai lo gak bisa ngupas biodatanya?" Bingung Kenzo.
"Dia pakai biodata palsu, itu yang menyebabkan gue susah buat retas dia. Dia pinter banget, gue akui itu."
Kenzo tertawa, lalu menepuk bahu Caca cukup keras, "Tumben lo akui orang pintar," ucap Kenzo.
"Sakit jir! Pelan-pelan kenapa, gue lagi bingung ini," ringis Caca, mengusap-usap bahunya.
"Udah, gak usah di pikirin ini dulu. Mendingan kita jalan-jalan, soal ini, gue bakalan bantu cari biodatanya."
"Jalan-jalan ke mana sih? Gue mager ini."
"Ikut aja!"
**
Malam ini, Raga sedang berada di pasar malam, lelaki itu berniat akan membelikan Caca makanan, karena akan mengunjunginya malam ini.
Raga memilih-milih makanan apa yang akan di belikan dirinya untuk Caca. Raga berpikir, tampaknya sebuah seblak tidak boleh terlewat.
Raga berjalan ke tempat seblak terdekat. Matanya menajam ketika melihat Caca dan Kenzo yang kebetulan berada di sana juga.
Ingin langsung menghampiri dan menonjok Kenzo, tampaknya bukan ide yang baik, karena ini tempat umum, yang tentunya akan membuat dirinya malu dan Caca malu.
Raga akhirnya hanya diam, dan mengamati kedua insan yang sedang memesan sambil bercanda itu. Raga mengibas-gibaskan bajunya, keadaan sekitar tiba-tiba menjadi panas seperti ini.
"Dimana?" Tanya Raga dingin, ketika berhasil menghubungi Caca.
"Dimana gue tanya," sambung Raga.
"Di pasar malem," balas Caca, pelan.
"Oh, pantesan berisik."
"Lo dimana? Disana juga berisik."
"Sama siapa? Lo sendiri datang ke pasar malam?" Bukannya menjawab, Raga malah kembali melontarkan pernyataan.
"Enggak, gak sendiri kok."
"Sama siapa ..." Kata Raga, berusaha untuk menahan geraman kesalnya, ketika melihat Kenzo yang mengganggu Caca yang sedang bertelepon dengan dirinya.
"Apa? Gak kedengeran?"
"Sama siapa? Gue tanya, sama siapa!" Teriak Raga, kesal.
"Oh ... Sama siapa, sama Kenzo Ga." Jawab Caca.
Raga sedikit tenang, karena Caca tak berbohong. Raga kira, Caca tadi pura-pura tak mendengarnya pada saat menanyakan dengan siapa, tetapi ternyata memang tak kedengaran.
"Masih lama?"
"Enggak, bentar lagi gue pulang kok."
"Yakin bentar?"
"Gak percaya?" Tanya Caca.
"Bukan gitu ... Gue ke sana, lo jangan ke mana-mana dulu."
"Iya."
Tut.
Setelah mendapatkan persetujuan, Raga berjalan cepat dan merangkul pinggang perempuannya secara posesif.
"Astaghfirullah! Kaget gue. Cepet amat, naik apa lo?" Kaget Caca.
"Orang gue tadi ada disana, liatin lo." Balas Raga.
"Kenapa gak di samperin? Pakai nelpon-nelpon sama siapa, lo gak lihat kalau ini Kenzo? Atau lo sengaja mau nguji gue, gue bohong gak sama lo? Lo gak percaya sama gue?" Cerocos Caca, membuat Raga cepat-cepat membekap mulut Caca.
"Berisik!"
"Batalin aja Ca pertunangannya. Dia aja gak percaya sama lo," kompor Kenzo.
"Gak usah ikut-ikutan!" Balas Raga.
"Gue gak ikut-ikutan, gue cuman menyarankan."
"Lo beneran gak percaya sama gue Ga?" Tanya Caca.
"Percaya ... Gak usah dengerin dia, dia biangnya masalah," jawab Raga.
"Biang masalah ... Atau, lo takut kalah saing sama gue?" Kenzo bertanya, seraya menaikan satu alisnya.
"Apa-an sih? Gak nyambung banget!"
"Emang, gue nyambungnya sama Caca doang." Kata Kenzo, terdengar menyebalkan di telinga Raga.
"Jangan macam-macam, gue takutnya tonjok lo disini."
"Uhhh ... Takut banget lo." Ejek Kenzo.
"Ken, udahlah. Suka banget lo jahilin orang," peringat Caca.
"Gak boleh ngobrol sama orang gila," kata Raga, kembali membekap mulut Caca.
"Berani lo sama gue?" Tantang Kenzo.
"Siapa yang bilang gak berani sama lo?" Balas Raga, ikut menantang juga, seraya menaikkan tangan kemejanya.
Caca tersenyum, tampaknya akan ada tontonan gratis. Perempuan itu menyeret kedua lelaki yang saling menatap tajam itu ke tengah-tengah lautan orang.
"Ya udah, mulai berantemnya. Gue tunggu disana," kata Caca, membuat kedua lelaki itu otomatis berbalik.
Betapa kagetnya mereka, ketika sudah berada di tengah-tengah. Mereka sampai tak menyadari apa yang di lakukan Caca, karena sibuk menatap satu sama lain.
"Kenapa diam? Mulai dong, udah lama nih, gue gak liat yang berantem."