Chereads / Raga Cerita Caca / Chapter 3 - Chapter 23

Chapter 3 - Chapter 23

Caca melihat sekelilingnya, kenapa keadaannya menjadi awkeard seperti ini?

Raga yang menonton televisi dengan wajah kesal menahan amarah, itu jelas sangat terlihat di wajahnya. Alex yang kembali terbangun dan dengan santainya menonton televisi sembari menyantap snack yang ada di depan dirinya sendiri.

"Daripada situasinya kayak gini, gue gak suka. Gimana kalo kita main permainan? Yang menang boleh ngajuin satu permintaan buat yang kalah. Gimana gimana? Setuju gak?" Tawar Caca, berusaha mencarikan suasana.

"Oke, tapi gue sama Alex aja yang main. Lo liat dan ngawasin siapa yang jadi pemenangnya!" Kata Raga.

"Ih tapi gue mau ikutan main!" Caca berucap dengan nada sedikit tidak terima.

"Lo diem dan jadi wasit!" ucapnya mutlak.

Caca mengangguk, pasrah saja kalo susah begini.Caca tidak bisa berulah. Perkataan Raga tidak bisa di bantah kalo saja matanya sudah memancarkan ketajaman dan tajamnya setajam silet!

"Terus kalian berdua main apa?" Tanya Caca.

"Oke, kita ke area permainan," ajak Raga, sembari memegang tangan Caca.

Lelaki itu takut tangan bersih dan steril Caca ini akan di pegang oleh tangan kotornya Alex.

Sesampainya mereka di area permainan, Raga dan Alex duduk berhadapan.

"Oke. Kita main gunting kertas batu. Siapa yang pertama dapat poin 3, dia yang menang!" Kata Raga.

"Eh, ngapain lo pindah disini kalo mainnya cuman gunting kertas batu!" Ujar Caca.

"Serah gue lah, rumah-rumah gue!" Jawab Raga ketus.

"Ayo kita mulai, lo jadi wasit, Ca!" Tambahnya.

"Pas gue bilang gunting kertas batu, lo berdua harus udah nentuin mau pilih gunting kertas atau batu," kata Caca memberi tahu.

"Gue tau! Cepetan mulai!" Sentak Raga.

"Gunting, kertas, batu!" Ucap Caca.

Raga kali ini menang. Dengan mengeluarkan tangan berbentuk batu, sedangkan Alex mengeluarkan gunting.

"1-0" Kata Caca.

"Lemah lo!" Raga berucap, sembari menepuk agak keras kepala Alex. Sangat tidak sopan, sudah jelas bukan? Alex lebih tua dari Raga.

"Gunting, kertas, batu!" Caca kembali menginterupsi.

Raga Tertawa ketika dirinya kembali lah yang menang dengan mengeluarkan kertas, sedangkan Alex mengeluarkan batu.

"Hahaha, gitu aja kalah!" ucapnya, kembali memukul kepala Alex.

"2-0."

"Gunting, kertas, batu!"

Jika Raga kembali menang, permainan ini akan berakhir, karena Raga unggul tiga kosong.

Caca melirik ke arah Raga dan Alex, ketika tangan mereka berdua sama mengeluarkan gunting.

"Gunting, kertas, batu!" Kata Caca kembali.

Belum ada yang menang, karena mereka kembali mengeluarkan gerakan tangan yang sama.

"Gunting, kertas, batu!"

Semuanya masih sama.

"Gunting, kertas, batu!"

Hasilnya masih sama, kedua lelaki itu masih mengeluarkan bentuk tangan yang sama.

"Yang benar dong! Jangan samaan terus!" Kesal Caca.

"Eh gila! Lo pikir kita kompromian?" Ucap Raga kesal.

"Cepetan ngomong lagi, gue yakin bakalan menang!" Kata Raga lagi.

"Gunting, kertas, batu." Kali ini Caca berkata lesu, kesal sekali. Hanya untuk menentukan 3-0 saja sangat susah, dirinya tiba-tiba mengantuk.

Benar saja apa yang dikatakan Raga, lelaki itu menang kembali karena mengeluarkan bentuk batu dan Alex menggunakan gunting. Jadilah dalam permainan ini, Raga yang menang.

"Gue menang! Lemah banget sih lo, masa ginian doang kalah!" Ejek Raga, kembali memukul kepala Alex.

"Gak punya sopan santun anda. Saya lebih tua dari anda! Berani sekali anda memukul kepala saya!" Damprat Alex.

"Ngaku juga. Lo emang tua, siapa juga yang ngomong lo muda," kata Raga.

Alex menghela nafas pelan, susah juga menghadapi remaja labil yang tak punya sopan santun seperti ini.

"Gue kan menang. Jadi gue ngajuin satu permintaan. Lo pulang dari sini, itu permintaan dari gue!" Kata Raga sembari bersedekap dada.

Alex terkekeh, lalu menyenderkan dirinya di kursi. Tidak lupa tangannya yang ikut bersedekap dada, serta menatap Raga angkuh.

"Hanya satu permainan? Lemah sekali anda! Sekarang, saya yang akan menentukan permainan kedua. Jadi jangan senang dulu, bisa saja saya yang menang kali ini!" ujarnya angkuh.

Raga berdecih lalu terkekeh, "Terlalu percaya diri itu sangat-sangat tidak baik. Tapi, ayo kita lakukan!"

"Oke, gue mau kita main dart. Siapa yang paling tepat nembakin dartnya ke papan dart paling kecil dan paling cepat, dia menang. Deal?" Alex mengulurkan tangannya, meminta persetujuan.

"Deal!" Balasnya angkuh, tanpa membalas uluran tangan Alex.

Alex kembali menyimpan tangannya di tempat semula, lalu tersenyum. "Oke, kita mulai!"

"Siap semuanya?" Tanya Caca, mereka berdua mengangguk.

"Satu, dua, tiga. Mulai!" Serunya, membuat dua orang lelaki itu fokus sekaligus cepat dalam bersamaan. Supaya mereka bisa lebih cepat menembakkan dart itu tepat pada lubang tengah paling kecil papan dart itu.

Caca diam mengamati. Sangat bosan juga menjadi wasit dalam sebuah permainan. Bisa-bisanya yang menjadi wasit bertahan dengan pekerjaannya yang sangat-sangat membosankan ini.

Gadis itu menopang dagunya mengamati tingkah lelaki di depannya. Saling melemparkan tatapan tajam, lalu menembakkan dart itu pada papannya.

Merasa bosan karena belum ada pemenang, gadis itu pindah dan selonjoran kaki di kursi yang ada disana. Menidurkan dirinya, lalu kembali menatap mereka.

"Udah ada yang menang belum sih? Lama amat dah!" Kesal Caca.

"Belum, tapi bentar lagi gue bakalan menang kalahin si tua ini!" Sahutnya.

Caca menghela nafas, lalu kembali memejamkan matanya. Ia menguap, merasa mengantuk. Tanpa dirinya sadari, dirinya malah tertidur disana.

"Saya menang, berarti score kita seri!" Ucap Alex, sembari tersenyum kemenangan.

"Lo curang makanyao menang! Gue gak mau tau, pokomnya permainannya harus di ulang!" Sentak Raga, sedikit berteriak.

Lelaki itu tampak sangat tak terima kemenangan di raih oleh Alex sekarang.

Caca langsung duduk segera, ketika mendengar teriakan Raga. Ia menggaruk kepalanya, kenapa ada saja yang mengganggu tidurnya.

Alex tersenyum, ketika melihat Caca yang tampak linglung, "Saya menang sekarang, dan score saya dan Raga imbang," kata Alex.

Raga mendelik tak suka, kenapa Alex sok ganteng sekali terhadap Caca? Apa maksudnya tersenyum sok tampan ke arah Caca sedangkan terhadap dirinya lelaki itu tersenyum angkuh atau tersenyum kemenangan. Menyebalkan sekali.

"Oke, score kita imbang. Gue mau satu permainan lagi, dan gue mau gue yang nentuin!" Kata Raga.

"Oke!"

**

Sudah terhitung puluhan gelas, Raga dan Alex meminum minuman haram di depannya. Bahkan mereka berdua sudah setengah sadar. Memang permainannya adalah siapa yang paling banyak minum, dialah yang menang.

"Hahaha, Lo yang kalah. Lo udah gak bisa minum lagi." Raga tertawa sembari berjalan sempoyongan ke arah Alex.

"Jadi, lo pulang sekarang!" Katanya lagi, sembari merangkul bahu Alex.

"Hahaha, tapi gue gak mau pulang!" Alex berbalik ke arah Raga, lalu memeluk cowok itu.

"Oke, apapun buat lo baby," katanya, membalas pelukan Alex.

Caca bergidik ngeri melihat mereka berdua. Matanya tiba-tiba melotot, ketika Raga akan mencium bibir Alex dan Alex memejamkan matanya sembari memanyunkan bibirnya.

Plak!!

Plak!!

"Gak waras lo berdua!" Murka Caca sembari menggeplak mulut sialan mereka berdua.

"Lo apaan sih! Lo ngapain pisahin kita berdua!" Kata Raga, sembari mendorong bahu Caca.

"Iya, kenapa anda memisahkan saya dengan dia," balas Alex, sembari menunjuk Raga.

Caca melotot sembari berkacak pinggang. Rasa kantuknya tiba-tiba hilang ketika mengurusi manusia mabuk seperti ini.

"Oh gak mau di pisahin, hm?" Ucapnya, sambil memandang mereka berdua. Caca maju, menjewer telinga Raga lalu menjewer telinga Alex.

"Awhh. Kamu apaan sih baby, kenapa kamu jewer telinga aku." Raga berucap, sembari memegang pinggang Caca posesif. Tidak lupa, bibirnya akan menciumi wajah perempuan itu.

"Argghh. Lo apaan sih sialan!" Marahnya, kembali menggeplak bibir Raga.

"Nih cium nih!" Caca dengan sengaja mendekatkan kepala Raga dan Alex, supaya mereka berciuman.

Setelah melakukan itu, gadis itu keluar dari ruangan dan membiarkan apapun yang akan terjadi dengan mereka berdua.