"Bunda sama Papah gak ada," ucap Raga tiba-tiba.
Caca mengerutkan dahinya bingung, "Terus?"
"Berati lo nginap di rumah gue lah," kata lelaki itu.
"Engga ah, terakhir gue nginap lo diamin gue," tolak Caca.
"Lagian lo nyebelin. Masa pagi-pagi udah ngerusuh. Kan lagi mimpi terus lo ganggu gitu aja!" Kesalnya.
"Jadi lo harus nginep temenin gue!" Tambahnya.
"Gak, gue gak mau nginep!" Keukeuh caca.
"Yaudah, lagian gue males juga lo nginep di rumah gue! Gue maksa lo ya karena gue di suruh bunda, kalo lo gak mau yaudah. Gue telpon bunda aja buat aduin lo!" Hendak Raga mengambil handphonenya, Caca cepat-cepat mengambil handphone itu.
"Dasar tukang ngadu!" Kesal Caca.
"Bodo! Gue bakal tetep aduin lo!"
Caca mendengus sembari menatap Raga tajam. Selalu saja begitu, Raga selalu membawa-bawa bunda Renita untuk mengancamnya.
"Iya! Gue bakal nginep di rumah lo!"
Raga tersenyum kemenangan, lalu menepuk-nepuk pelan kepala wanita itu, "Good girl."
****
Jam menunjukkan pukul sepuluh malam, tetapi dua insan ini masih saja fokus menonton film yang di ditontonnya dengan serius.
"Ga, kenapa sekarang kayak banyak banget masalah yang dateng dengan bertubi-tubi ya, yang masuk geng kita," kata Caca, ketika tayangan menampilkan iklan.
"Kagak bertubi-tubi, orang cuman dua masalah doang. Satu masalah siapa yang rusakin markas, dua masalah Bima sekarang." Balasnya, memakan keripik kentang yang ada di tangannya.
Caca mengangguk membenarkan.
Benar juga, permasalahan gengnya hanya dua saja. Tetapi permasalahan dirinya yang banyak. Mulai dari penyakit yang di deritanya sekarang, kematian opahnya, teror yang sekarang menimpa rumahnya, kasus kakaknya yang belum tuntas, belum lagi di tambah kasus gengnya. Pantas saja masalah seperti datang bertubi-tubi.
"Jangan anggap masalah yang kita hadapi itu berat, Ca. Itu bakalan tambah beban pikiran kita. Coba lo anggap masalahnya ringan-ringan aja, semuanya pasti akan terlihat biasa aja dan baik-baik aja. Jadi gak bakal ada tuh, yang namanya berat banget jalani hidup," ujar Raga bijak.
Caca kembali mengangguk membenarkan. Benar juga. Semakin di pikirkan, semakin terasa sulit juga untuk di jalankan.
Angkat telponnya, angkat telponnya, angkat telponnya, angkat telponnya. Caca mengalihkan antensinya ketika Alex menelepon dirinya.
"Halo, kenapa Lex?"
"Anda belum pulang nona?" Tanya Alex, di sebrang sana.
"Tidak, saya tidak akan pulang. Saya akan menginap di rumah teman saya."
"Boleh anda shareloc tempatnya?"
"Buat apa?" Tanya Caca.
"Kirim saja Noona."
Caca menutup telponnya, lalu mengirimkan lokasinya saat ini. Entah apa yang akan di lakukan Alex, ia tidak terlalu peduli akan hal itu.
"Asisten lo?" Tanya Raga.
"Iya," ucapnya, sembari mengangguk.
"Ngapain?" Tanya Raga lagi.
"Nanya kenapa belum pulang," balasnya.
"Dih. Apa-apaan asisten kek gitu. Itu udah ngelanggar privasi, mau aja lo punya asisten kek gitu!"
Raga memang lah salah satu raja dalam mengompori.
"Ngelanggar privasi dimana sih? Orang dia nanya kenapa gue belum pulang," bantah Caca.
"Ya tetap aja, ngelanggar privasi namanya!"
"Engg—"
"Permisi Nak Raga, ada yang cari Nak Caca di depan," Ucap bi Irah, asisten rumah tangga disana.
"Suruh aja masuk bi," Bi irah mengangguk, lalu berjalan menuju keluar.
"Lho, Lex. Lo ngapain?" Kaget Caca, ketika Alex lah yang datang.
Fyi, Caca berbicara semaunya ketika bersama Alex. Ia akan berbicara formal atau pun non formal, tergantung kondisi yang ada.
"Maaf mengganggu Nona. Tetapi anda harus pulang, karena waktu sudah menunjukkan hampir tengah malam," kata Alex, sedikit membungkukkan badannya.
Caca baru saja akan membuka mulutnya, tetapi Raga sudah terlebih dahulu menyela.
"Lo siapa ya? Kok ngatur Caca nginap hari ini di rumah gue? Jadi mendingan lo pulang!" Ucap Raga tak suka.
"Saya asistennya, dan saya berhak lima puluh persen atas diri Caca. Karena Tuan Libertà menitipkan Caca pada saya," jawab Alex.
"Lah terus? Urusannya sama gue apa? Gue gak peduli. Lo utusan opah kek, berhak lima puluh persen kek, apa kek, gue gak peduli! Tapi hari ini, Caca nginap di rumah gue!"
"Maaf tidak bisa, kalian masih bisa bertemu besok pagi, jadi izinkan saya membawa Caca pulang!" Tekan Alex.
Caca? Gadis itu hanya menyaksikan perdebatan antar mulut itu dengan mulut penuh makanan. Sudah lama gadis itu tidak melihat tontonan secara gratis seperti ini.
"Lo budek ya? Caca nginap di rumah gue hari ini!" Sentak Raga.
Alex berdecih "Anda juga budek ya? Sudah saya bilang, saya akan membawa Caca pulang, karena sudah larut malam!"
"Eh, Golek. Lo cuman asistennya Caca ya, jadi lo gak berhak untuk bawa Caca pulang sekarang!"
"Saya ingatkan. Nama saya Alex, bukan Golek!"
"Oke Golek, mending lo pulang. Caca nginep di rumah gue!"
Alex menghela nafas, mengambil tangan Caca cukup keras sehingga membuat gadis itu terpaksa berdiri.
"Dia pulang sama saya!"
Rahang Raga mengetat. Ia mengambil tangan kiri Caca lalu menariknya, sehingga ia sedikit terhuyung ke arah kiri, "Dia nginap di rumah gue!" Ucapnya tajam.
"Dia harus pulang!" Ucap Alex, menarik Caca ke Arah kiri.
"Dia nginap!" Raga kembali menarik Caca ke arah kiri.
"Pokoknya dia pulang sekarang!" dan sekarang, Alex menarik Caca ke arah sebaliknya.
Terjadilah tarik-menarik disini, siapakah yang akan menang? Apakah tim Raga yang berada di sebelah kiri, atau kah tim Alex yang ada di sebelah kanan? Kita tidak akan tahu itu, setelah mereka berdua menyelesaikan adu bacot mereka.
Sedangkan Caca, gadis itu masih mengunyah sisa makanan di mulutnya. Ia sudah terbiasa menjadi rebutan, jadi wajahnya pun menampilkan wajah datar biasa-biasa saja. Huekk sok banget ya.
"Gue tegasin lagi, lo asisten disini! Jadi mending lo pulang!" Sinis Raga.
"Saya akan pulang, ketika Caca pun pulang!" Jawab Alex.
"Saya sudah diberi amanah oleh Tuan Libertà untuk menjaga Caca dari lelaki seperti anda!" Tambah Alex.
Raga tertawa, merasa perkataan Alex sangat lah lucu. Apakah Alex tidak tahu? Opahnya Caca sangat dekat sekali dengan dirinya.
"Opah Caca kenal baik sama gue! Dia juga percayain Caca sama gue! Jadi mendingan lo pulang!" Sentak Raga.
Alex mengangguk, "Yasudah kalo begitu. Kalo anda tidak memperbolehkan Caca pulang, saya yang akan menginap disini." Katanya, membuat mata Raga melotot tak terima.
"Gak! Apa-apaan!" ucapnya tak terima.
"Caca pulang atau saya yang ikut menginap disini? Pilihannya sangat simpel," tawarnya.
"Dih, sok kenal banget sih lo!" Kesal Raga.
"Jadi gimana? Caca pulang atau saya yang menginap disini?" Tawar Alex kembali.
"Caca nginep dan lo pulang! Itu pilihan terbaiknya!" Sentak Raga.
"Yasudah, berati saya akan membawa Caca pulang!" Kata Alex, sembari menyeret Caca untuk keluar.
Raga menahan pergelangan tangan Caca membuat langkah dua orang itu terhenti, "Iya iya, lo nginap! Tapi lo tidur di sofa, gue gak sudi pinjemin satu kamar buat lo!"
Alex tersenyum, lalu duduk di sofa sembari menaikan satu kakinya.
"Lo kan bosnya, suruh pulang kek! Kenapa lo diem aja sih? Bikin kesel aja!" Ucap Raga, kepada Caca.
"Lagian lo bukan bocah lagi, yang harus di awasin setiap pergerakannya. Kalo mau jagain lo harusnya dari dulu, bukan sekarang pas gak ada opah lo!"
Caca menelan snack yang baru saja di kunyahnya. Ia juga bingung, kenapa Alex seperti menjadi bodyguardnya. Padahal Alex hanya asisten, apakah asisten bisa bergerak sejauh ini?
"Lex, lo pulang aja deh. Gue udah gede, gak mungkin ngelakuin hal yang engga-engga disini. Lagian, pas rumah gue dibenerin gue nginep disini," kata Caca, berharap Alex mengerti.
"Saya akan tetap menginap disini, jadi jangan paksa saya untuk pulang," katanya, lalu merebahkan dirinya di sofa.
Caca berbalik ke arah Raga yang menampilkan wajah kecutnya. Sudah bisa di pastikan, lelaki itu badmood dan berakhir akan marah padanya. Selalu saja seperti itu.
"Dia gak mau pulang, Ga!" Kata Caca pelan.
"Gue denger!" Jawabnya ketus.