Chereads / My Sugar Lady, Coose Me / Chapter 1 - Surat Pemecatan Kerja

My Sugar Lady, Coose Me

🇮🇩Pelangi_Senja_0802
  • --
    chs / week
  • --
    NOT RATINGS
  • 11.7k
    Views
Synopsis

Chapter 1 - Surat Pemecatan Kerja

Sebuah surat digengam erat setelah mendapatkannya saat di kantor. Gadis dua puluh tahun tersebut menghembuskan napasnya berat melihat surat habis kontrak yang ia dapatkan.

Berjalan tidak bersemangat di sepanjang jalan, sesekali mendesah lesu melihat sekeliling. Berharap karyawan tetap menyandang padanya agar tidak pusing dengan mencari kerja di tempat lain. Namun, jika akhirnya seperti ini, gadis itu tidak bisa merubahnya lagi.

Takdir. Yah, ini sudah takdirnya. Denting ponsel membuat gadis berambut hitam itu segera mengangkatnya. "Halo, kenapa?"

"Lo di perpanjang nggak?" Sheena teman dekatnya berseru di pendengarannya, tampak menunggu jawabannya.

"Enggak, aku habis kerja dan mungkin akan jadi penganguran lagi."

"Bella? Lo serius?" tampaknya Sheena tidak percaya dengan apa yang Bella ucapkan.

"Bener kok."

"Ya sudah, kalau gue punya loker gue akan ngasi ke lo," Sheena pun mematikan sambungannya.

Napas Bella terasa berat mulai kembali melangkahkan kakinya ke arah penyebrangan orang. Menatap awan hitam yang mulai mengepul di atas, tampaknya semesta turut sedih atas sesuatu yang menimpanya. Gadis itu mempercepat laju langkahnya sebelum huan mulai turun mengguyur dirinya.

Bella pun berhenti saat sudah berada di depan rumah bercat putih gading, halaman rumah yang tidak terlalu besar. Dengan tak bersemangat gadis itu masuk dan memberitahu kabar tak mengenakan untuk keluarganya.

Kaki jenjangnya masuk sambil mengedarkan pandangan ke sekeliling, mencari keberadaan orang tuanya.

Saat tiba di dapur, suara canda tawa terdengar di pendengaran Bella, melihat kakak perempuannya tengah memasak bersama dengan sang Bunda.

Hal yang tidak pernah Bella rasakan. Menjadi anak bungsu di saat saudara-saudaranya sukses hanya membuat Bella mengangap dirinya tidak berguna, selalu dibanding-bandingkan dengan sang kakak mampu membuat mental Bella down.

Tidak selalu anak bungsu bahagia, akan ada fase di mana perbandingan akan terdengar ditelinga.

Bella memilih untuk segera masuk ke dalam kamar, menceritakan tentang diriya di phk mungkin lain waktu. Bella merebahkan tubuhnya, menatap langit kamar yang selalu menjadi saksi atas semua mimik wajah lelah serta beban berat yang selalu dipikulnya.

"Apa yang harus aku katakan jika aku di phk. Mau kerja kemana lagi?" Bella mendesah lesu.

Gadis bersurai hitam itu pun bangkit dari tidurnya, menatap sendu ke depan saat sebuah ketukan pintu terdengar membuat Bella memejamkan matanya sesaat, sebelum akhirnya kembali terbuka menampakkan sosok Bella yang tanpa beban di depan semua orang.

"Kamu udah pulang. Tumben?" Yana, kakaknya yang bekerja di sebuah bank ternama dengan gaji yang tentunya di atas umr.

"Iya. Kakak libur kerja?"

Yana mengangguk sebagai jawaban. "Aku kangen masakkan bunda jadi mampir deh. Ngomong-ngomong kerjaanmu gimana? kata bunda di tempat kerja kamu lagi banyak pengeluaran karyawan,ya?"

Bella berdehem. "Iya dan aku pun salah satu dari mereka."

"Kamu di phk?" seru Yana terkejut dengan berita yang tidak terduga. "Bunda sama Ayah udah tau kamu di phk?"

"Belum. Aku akan memberitahunya saat makan malam saja." Yana hanya mengangguk-anggukan kepalanya saja.

"Ya sudah, aku ke bawah dulu."

Bella menatap kepergian kakaknya dengan wajah datar, sudah dipastikan kakaknya akan memberitahau berita ini kepada Bunda dan Ayah. Bella sudah paham dengan kakak yang satu itu, hanya berpura-pura baik padahal selalu menyudut-nyudutkan dirinya di depan bunda. Bella menutup pintu kamarnya.

Hal yang ditunggu pun terjadi, mereka tengah berkumpul di meja makan. Aulia, kaka pertamanya pun sudah pulang dari kantor. Bahkan Jian, kakak keduanya pun baru saja pulang. Mereka tengah menikmati makan malam bersama.

Bella yang sudah duduk di samping Jian langsung mengambil alih piring. Belum juga setengah jam duduk, suara Bunda membuat napsu makan Bella hilang.

"Kamu di phk, Bella?"

"Iya." Jawab Bella. Gadis itu sudah di pastikan dirinya menjadi sorot perhatian mereka. Bella pun tersenyum sambil menampilkan senyuman khasnya.

"Seharusnya kamu tiru kakak kamu, Jian. Dulu dia di phk terus gigih cari pekerjaan baru dan alhamdulilah Jian bisa masuk perusahaan otomotif. Kamu terlalu malas untuk mencari kerjaan yang baru," cibir Bunda yang tanpa sadar kalimatnya melukai hati Bella.

Memang sakit jika setiap makan malam selalu di bandinngkan dengan seorang kakak. Tak ada yang mengerti keadaanya, tak ada dari mereka menanyakan keaadannya sekarang. Namun, Bella hanya menampilkan senyuman sambil tetap melanjutkan makanannya. Tanpa beban dan masa bodoh, ia capek akan situasi seperti ini.

"Bunda, Aulia ingin beli rumah di daerah pondok indah. Menurut bunda, cash atau kridit, ya?" tutur Aulia yang memang memiliki niat untuk membeli rumah sendiri untuk menjadikan aset masa tuanya.

"Bunda terseraha kamu, jika sanggup lebihh baik cash bayarnya." Aulia hanya mengangguk sebagai jawaban.

"Bunda, Jian sudah menstrasfer uang bulan, ya." Seru Jian memberitahu, sudah menjadi kewajiaban seorang anak memberikan uang bulanan pada orang tuanya.

Tepat sekali, hari ini tanggal yang di mana seluruh kakak-kakaknya memberi uang bulanan dengan Bunda. Dan dirinya? Bella menoleh ke arah Bunda.

"Bunda, Bella minta maaf nggak bisa kirim uang bulanan untuk bunda bulana ini," tutur Bellaa membuka suara. Semua pasang mata mengarah padanya.

"Udah, uangmu untuk kau simpan aja. Bunda udah cukup banyak uang, juga. Lagian, kamu membutuhkannya," cetus Yana begitu santai.

"Benar apa yang di katakan Yana, lo pasti membutuhkan uang itu," timpal Jian membuat Bella semakin berusaha menguatkan mental untuk tetap tersenyum.

"Bel, jika gajianmu belum bisa menyukupi kebutuhanmu, ya sudah jangan memaksakan diri untuk memberi setengah uang gajiamu ke bunda. Uang bulanan bunda masih bisa kami cukupi jika kamu khawatir," penuturan Aulia beitu kalem dan tenang. Namun begitu menyakitkan untuk Bella.

Memaksakan diri? Bella tidak habis pikir, ia tidak terpaksa memberikan setengah uang gajian untuk bunda. Karena memang sudah kewajibanya.

Bella bangkit dari duduknya, membawa piring kotor untuk mencucinya. Dan dari sini Bella mendengar percakapan mereka yang mengatakan kasihan melihat nasibnya.

Namun, Bella tidak butuh rasa kasihan dari mereka. Menyeka sudut matanya dan segera masuk ke dalam. Sikap mereka membuat Bella menjaga jarak dengan mereka, di saat mereka bercerita tetang semuanya pada bunda dan ayah.

Dan Bella pernah menemukan sebuah kalimat, 'Jadikan ibu sebagai teman curhat'. Ingin sekali Bella menceritakan semua yang terjadi pada Bunda hari ini. Tapi, sebelum curhat bunda selalu membandingkannya dengan yang lain dan hal itu membuat Bella menjauh.

"Kenapa. Kenapa harus seperti ini?" Bella duduk di bawah ranjang miliknya, memeluk erat kedua lutut.

Air matanya runtuh, tangis yang begitu pilu tanpa suara, takut ada yang mendegar isak tangisnya. Sangat sakit rasanya, sakit yang tak berdarah.

Bella juga tidak mau menginginkan hal ini terjadi pada dirinya. Tapi, semua kembali pada jalan Tuhan, jalan yang sudah ditetapkannya.

"Sakit bunda, rasanya sakit bunda bandingkan aku dengan mereka. Bella pun nggak mau seperti ini." Isak Bella berharap tetap tegar dalam semuanya.

Deting ponsel membuat Bella segera menyeka air matanya, meraih benda pipih di atas ranjang. Sheena is calling. Kalimat itu terpampang di layar ponsel.

"Kenapa, She?" Bella berusaha untuk menahan tangisnya.

"Bel, di perusahaan temen gue kerja buka loker untuk ob, sih. Mau nggak?"

Bella terdiam lalu ia menegakkan tubuhnya. "Dimana?"

"Di Jogja. Kalau lo ke sana lo mesti nge-kost atau nggak cari kontrakan."

Hal itu membuat Bella mendesah. Jarak Jakarta dan Jogja memang terlalu jauh, di tambah di sana Bella tak punya saudara. Sisa uang miliknya pun tinggal dua juta.

"Kirim alamatnya, aku mau." Jawab Bella mantap. Tidak aka salahnya untuk keluar dari zona nyaman.

"Serius? ya udah gue kirim ke chat."

Tidak lama sebuah pesan dari Sheena masuk, sebuah alamat perusahaaan terbesar di bandung. Sambungan pun sudah terputus dari tadi. Kini, Bella tidak punya pilihan lain selain nekat. Merantau ke kota orang untuk pertama kali seumur hidupnya.