Siaran TV menampilkan wajah seorang laki-laki dengan gaya berpakaian rapi dan elegan dengan setelan jas berwarna hitam yang melekat di tubuhnya.
"Atma Wijaya, adalah CEO dari Atma group yang sekarang dikenal sebagai pengusaha paling sukses di tanah air. Bisnis tekstil yang di kelolanya mengalami_"
Layar tv mati saat Selena sudah bosan melihat hal itu muncul lagi di tv. Sekarang dia berada di kamarnya sambil memandangi langit yang sepertinya sebentar lagi akan turun hujan.
Hari ini tepat ulang tahun Selena yang ke-17, sepulang sekolah tadi dia langsung pulang dan berharap dirumah keluarganya mengingat hari istimewanya. Tidak ada yang tahu atau tidak ada yang ingat, di rumah ini semuanya terlihat seperti biasa bersikap padanya.
Sebenarnya hal ini juga berlaku beberapa tahun yang lalu, tidak ada yang spesial di hari ulang tahunnya. Selena biasanya merayakan ulang tahunnya sendiri dengan membeli kue untuknya, tapi tahun ini Selena tidak lagi ingin melakukan hal itu.
Dia benar-benar menginginkan sebuah pesta sama seperti adiknya Mentari. Mentari selalu mendapat keistimewaan di setiap ulang tahunnya, mulai dari hadiah yang banyak sampai dengan pesta meriah yang selalu menyambutnya.
Berbeda sekali dengan Selena yang bahkan orang tuanya sendiri tidak ingat akan hari itu. Selena masih teringat kali terakhir dia mendapat kado dari papanya, waktu itu dia masih berumur lima tahun.
Papanya membelikan sepeda, dan itu akan menjadi satu-satunya hadiah yang pernah di terimanya.
"Kapan sih Papa sama Mama ingat sama ulang tahun aku?" Selena memandangi gerimis lewat balkon kamarnya.
Tinggal bersama dengan ibu tiri membuat Selena jadi ikut kehilangan kasih sayang dari ayah kandungnya. Semua berawal saat Selena masih kelas lima SD, mamanya kehilangan perhiasan dan menuduh Selena yang mengambilnya. Awalnya papanya tidak percaya kalau Selena yang melakukannya, tetapi saat kamarnya dicek ada sekotak perhiasan di laci mejanya.
Kejadian waktu itu benar-benar membuat Atma marah besar padanya, padahal Selena tidak pernah melakukan hal itu. Semuanya terus berjalan, tapi mama tirinya terus saja menuduhnya melakukan hal yang tidak-tidak. Sejak saat itu papanya sudah tidak pernah lagi memperhatikannya.
Hujan diluar semakin deras, membuat Selena harus menutup pintu balkon agar airnya tidak masuk. Karena bosan dia mencoba untuk membuka ponselnya, tapi ternyata tidak ada hal yang menarik juga untuknya.
Selena memutuskan untuk kembali tiduran sampai dengan suara menggelegar yang memanggil namanya.
Brakk
Pintu kamar Selena terbanting saat mamanya masuk kedalam kamarnya.
"Tadi itu saya nyuruh kamu ambil baju di butik, kenapa sampai sekarang belum diambil? Kamu mau acara saya rusak?" Yuanita membentak Selena yang sedang tertunduk di depannya.
"Maaf Ma, tapi tadi aku kelupaan."
"Halah banyak alasan kamu, sekarang kamu harus ambil baju saya sekarang! Saya tidak mau tahu pokoknya sebelum jam 2 bajunya harus sudah sampai di kamar saya!"
"Iya Ma, ini aku bakal ambilin kok."
"Ya udah cepet sana!"
Selena buru-buru mengambil jaket dan keluar dari kamarnya, dia tidak mau membuat mamanya semakin marah padanya.
Jarak butik sampai ke rumah cukup jauh dan Selena berharap ada satu mobil yang bisa dipakainya, tapi ternyata hanya tertinggal satu mobil milik mamanya yang tidak mungkin boleh di sentuh.
Selena melihat motor milik salah satu satpam dirumah sedang terparkir di pinggir halaman. Selena segera menghampiri sang pemilik yang sedang tertidur.
"Pak, Pak Mamat."
Orang yang dipanggil mengucek matanya sebelum terbangun dari tidurnya.
"Eh ada mbak, ada apa mbak?"
"Boleh pinjam motornya nggak?"
"Lho mau buat apa mbak? Hujan-hujan begini mau main motor?"
"Bukan main atuh pak, aku mau ambil barang di butik tapi nggak ada mobilnya."
"Oh oke deh, tapi hati-hati ya mbak! Motornya kadang suka rewel."
Selena mengangguk, "Iya hati-hati kok pak."
Pak Mamat merogoh saku bajunya untuk mencari kunci motor dan mnyerahkan pada Selena, "Ini mbak kuncinya."
"Terima kasih ya Pak."
"Itu di dalem jok motor ada jas hujannya mbak."
"Oh oke-oke."
Selena membuka jok motor dan menemukan sepasang jas hujan, tanpa menunggu lama dia memakainya. Untung saja ada Pak Mamat yang selalu baik padanya, jadi hari ini dia tidak akan terkena omelan lagi.
Hujan diluar cukup deras, membuat Selena agak kesulitan melihat jalanan didepannya. Dia lupa tidak meminjam helm juga, jadilah wajahnya agak sakit karena terkena guyuran air hujan.
Sebenarnya waktu hujan begini jalan tidak terlalu ramai pengendara jadi Selena tidak perlu takut terkena macet seperti biasanya.
Selena menambah laju motornya, dia tidak mau sampai telat dan menimbulkan kemarahan mamanya lagi.
Tepat didepan butik sudah terlihat, Selena hanya perlu beberapa meter lagi untuk sampai di sana. Menggunakan motor ternyata jauh lebih membantunya, dia bisa mengebut dengan lebih cepat daripada mobilnya.
Selena segera memarkirkan motornya di depan butik dan berjalan kedalam tanpa melepas jas hujannya.
"Permisi, maaf mbak mau mengambil barang milik ibu Yuanita." Ucapnya pada penjaga kasir disana.
"Ya ampun mbak kenapa jas hujannya nggak dilepas dulu? Kan lantainya jadi basah gara-gara mbak."
Selena baru menyadari kalau lantai yang dipijaknya memang basah karena air yang jatuh dari jas hujannya.
"Aduh maaf mbak saya nggak sadar tadi."
"Ya udahlah, ini barangnya." Mbak tadi memberikan Selena satu paperbag lumayan besar.
"Terima kasih mbak."
"Iya, udah sana mbak! Lantainya nanti malah tambah basah lagi."
Melihat penjaga kasir yang mulai mengusirnya, Selena juga langsung keluar dari butik itu.
Dia memasukan paperbag tadi kedalam jas hujannya agar tidak basah. Tidak ingin membuang waktu lagi Selena langsung memutar motornya dan kembali melaju di jalanan kota.
Saking terburu-buru Selena jadi tidak melihat ada lubang besar yang tergenang air, jadilah dia terjatuh karena genangan tadi.
Motornya terjatuh lumayan keras sehingga membuat kakinya sakit karena motor yang menimpanya, tapi yang diselamatkan lebih dulu adalah baju milik mamanya yang hampir saja masuk kedalam genangan air.
Dia segera memasukkan kembali kedalam jas hujannya agar tidak bertambah basah.
Ada satu motor yang menepi dan membantunya, "Mbak kamu nggak apa-apa?"
"Enggak apa-apa kok mas." Selena melihat sesosok cowok dengan wajah tampan menolongnya.
"Ayo mbak saya bantu berdiri!"
Selena menerima bantuan dari cowok didepannya, dia terlebih dulu menyingkirkan motor yang mengenai kaki Selena. Baru setelah motornya, Selena bisa berdiri walaupun agak sedikit sakit di pergelangan kakinya.
"Terima kasih mas bantuannya."
"Sama-sama mbak." Dia tersenyum manis pada Selena.
"Saya pergi dulu ya?"
"Oh iya mbak." Laki-laki itu tersenyum sopan padanya.
Selena kembali mengendarai motornya walaupun dia masih penasaran dengan laki-laki yang menabraknya tadi.