SMA Taruna, merupakan sekolah milik pemerintah yang berisi cukup banyak siswa-siswa berprestasi. Disana kebanyakan dari mereka berasal dari berbagai macam latar belakang ekonomi.
Semua yang bersekolah disini mendapat perlakuan yang sama, mereka juga dilatih mandiri dengan beberapa kegiatan yang diwajibkan.
Disekolah ini sebenarnya Selena baru dua tahun, dia merupakan siswa pindahan saat kelas 11. Alasannya pindah sekolah adalah, karena disekolah yang lama Selena sebenarnya satu sekolah dengan Mentari.
Saat keluarga Atma mulai disorot media, mungkin saja Yuanita merasa was-was padanya. Jadilah Selena dipindah ke sekolah yang berbeda dengan Mentari.
Tapi karena hal itu membuat Selena mendapat satu hal lagi yang disenanginya, yaitu berteman dengan Kalani.
Bahkan sekarangpun saat Selena baru memakirkan motornya, Kalani sudah memanggil namanya dari kejauhan.
"Selena, lihat sini!" Kalani melambaikan tangan padanya.
Selena tertawa melihat kelakuan temannya itu, kadang-kadang sifat Kalani memang benar-benar tidak terduga. Dia bisa bersikap dingin lalu tiba-tiba berubah ceria lagi.
"Jangan teriak-teriak!"
"Hehehe sory, oh iya kok tumben bawa motor itu." Kalani menunjuk motor yang tadi dibawa Selena.
"Iya itu motor punya Pak Mamat, satpam dirumah."
"Kenapa malah pinjam punya satpam Sel, emang yang biasanya kemana?"
Karena kadang memang Selena lebih sering naik bis atau kadang juga salah satu sopir yang baik hati mengantarnya dengan mobil.
"Emang biasanya apa? Lagian itu juga bakal jadi yang biasanya kok."
"Ya udah deh kita langsungnya ke kelas aja yuk!"
Selena mengangguk dan mengikuti Kalani yang berjalan didepannya. Jarak parkiran dengan kelasnya cukup jauh, mereka harus melewati beberapa koridor kelas terlebih dulu.
Kelas 12 IPA 1 berada di paling ujung bangunan. Kelas ini juga dianggap sebagai kelas keramat, karena selain orang-orang pilihan yang menjadi bagian dari kelas ini, kelas ini juga jarang sekali dilewati murid dari kelas lain.
Mungkin saja memang karena tempatnya yang ada diujung dan siapa juga yang mau lewat kalau tidak ada urusan penting.
Kalani dan Selena masuk kelas bersamaan, dikelas ternyata sudah ada banyak orang yang mengisinya. Termasuk si tukang tidur dikelasnya, yaitu Dalfon.
Karena Dalfon, guru-guru jadi kebingungan mau menempatkannya di kelas apa. Walaupun sebenarnya dia pintar, tapi kebiasaan tidurnya terkadang membuat para guru ragu dengan kemampuannya.
Meski begitu setiap ada ulangan atau ujian Dalfon tidak pernah mengulang, hal ini kadang yang membuat semua orang ikut bingung dengannya.
Kebetulan sekali Selena dan Kalani duduk tepat didepan meja Dalfon. Hal ini juga menguntungkan baginya, Dalfon yang selalu sibuk dengan tidurnya akan sangat jarang menganggu bahkan hampir tidak pernah.
Hanya saja kadang-kadang ada suara dengkuran yang akan memecah konsentrasi mereka.
"Oh iya Lan, semalem kamu nelpon kan? Ada apa?" Selena baru teringat dengan panggilan Kalani semalam.
"Rencananya tadi malem mau tanya pr tapi malah nggak dibales, sengaja ya?" Kalani menunjukan wajah sebalnya.
"Astaga enggak lah, semalem aku ketiduran fan batu juga buka hp tadi pagi. Terus kenapa tadi pagi aku telpon malah nggak diangkat?"
Kalani sepertinya terkejut, dia mencari ponselnya didalam tas.
"Eh sory, hp-nya aku matiin." Kalani menunjukan ponselnya yang mati.
"Kenapa pake dimatiin segala sih?"
"Ya ampun Selena, tadi pagi aku dapet panggilan dari orang nggak dikenal. Dia nelpon terus kan aku jadinya risih, makanya mending dimatiin aja." Ucap Kalani khas dengan gaya bicaranya yang sedikit lebih cepat.
"Siapa? Mungkin aja itu temen lama kamu kan?"
"Bukan Selena, kan aku nggak punya temen lama. Lagian kalau temen ngapain nelpon terus? Kayak lagi kurang kerjaan aja."
Selena menatap Kalani yang duduk di sampingnya, "Mungkin aja memang kurang kerjaan Kal, makanya dia nelpon. Usaha makanan Mama kamu kan lagi berkembang pesat sekarang."
Kalani malah tertawa dengan ucapan Selena, "Hahaha maksud kamu jualan nasi padang? Astaga Selena, walaupun warung mama lagi berkembang tapi siapa temen aku yang mau jadi pegawai di rumah makan padang?"
"Mungkin aja banyak, kan siapa tahu tiap hari bisa makan nasi padang." Ucap Selena dengan polosnya.
"Itu kayaknya kamu deh yang mau kerja karena tiap hari makan nasi padang."
Selena nyengir padanya, "Hehehe iya juga sih."
"Jangan berisik!" Dalfon merasa terganggu dengan percakapan mereka yang membuatnya terbangun.
"Yang lain lebih berisik Dalfon, kenapa protesnya cuma sama kita?" Kalani menyahut ucapan Dalfon
Dengan telunjuk tangannya, "Diam!" Kalani jadi terdiam.
"Udah Kalani buatin aja! Mending sebelum masuk kita bahas pr dulu." Selena mengeluarkan buku dan polpennya.
Kalani juga melakukan hal yang sama, dia sadar masih belum sepenuhnya mengerti dengan konsep soal kemarin. Maka dari itu dengan kemauan Selena membahas soal, Kalani juga harus siap jika mau bertambah ilmu.
Tidak berselang lama bel pertama berbunyi, Susana kelas jadi hening saat Bu Endah masuk ke ruangan.
Bu Endah dikenal sebagai guru killer disekolah ini, cara belajarnya yang keras membuat sebagian siswa tidak menyukainya.
"Selamat pagi semuanya." Sapanya saat masuk kelas.
"Pagi Bu." Jawab seisi kelas.
"Pr yang kemarin sudah dikerjakan?" Bu Endah berjalan keliling mengitari meja-meja anak muridnya.
"Sudah Bu." Jawab sebagian besar siswa.
"Meja yang kosong, tidak ada buku pr-nya atau ada buku tapi pr-nya nggak ada silahkan bersiap-siap!" Bu Endah mengecek satu persatu siswa.
Selena lega karena kemarin sepulang sekolah dia langsung mengerjakan tugasnya, jadi saat Bu Endah ada di mejanya tidak akan marah padanya.
"Bagus sekali Selena." Bu Endah kembali menyerahkan buku Selena.
"Terima kasih Bu."
Sekarang giliran Kalani, sepertinya Kalani takut dengan Bu Endah yang mengecek tugasnya.
"Ini sudah dikerjakan tapi masih ada yang salah." Ucap Bu Endah saat mengembalikan buku Kalani.
Kalani dapat bernafas dengan lega saat Bu Endah kembali meninggalkan mejanya.
"Kamu kenapa?" Selena yang menyadari perubahan wajah Kalani jadi ikut bingung dengan sikapnya.
"Nomer terkahir karena nggak bisa jadi aku ngisinya ngarang banget." Ucap Kalani dengan nada agak kecewa.
"Nggak apa-apa yang penting ngerjain dan nggak dapet hukuman." Selena mencoba menenangkan Kalani.
Ada banyak siswa yang berdiri didepan gara-gara tidak mengerjakan tugas ini. Kebanyakan dari mereka adalah siswa laki-laki, dan ada tiga siswi.
"Kalian semua yang didepan tinggalkan kelas dan kerjakan tugasnya diluar! Jangan ada yang balik kalau belum selesai! Paham?" Bu Endah berbicara dengan sepuluh siswa yang berdiri didepan.
"Paham Bu." Jawab mereka serempak.
"Oke silahkan meninggalkan kelas!" Ucapan Bu Endah langsung dilaksanakan siswanya.
Mereka berhamburan keluar kelas dengan buku masing-masing yang dibawanya.
"Kalian semua bagus sudah mengerjakan, walaupun masih banyak yang salah tapi tidak apa-apa. Baik, Selena silahkan maju ke depan kerjakan nomer satu!"
Selena mengikuti perintah dari Bu Endah, tapi belum sempat dia maju ada kepala sekolah yang masuk ke kelasnya.
Beliau tidak sendiri melainkan membawa seseorang yang cukup membuat seisi ruangan terpesona olehnya.