Setelah selesai praktik di laboratorium kini mereka mendapat kesempatan untuk praktik diluar ruangan. Mereka boleh mencari barang-barang lain disekitar sekolah sebagai bahan laporan.
"Selena, kira-kira kita mau cari apa ya?" Kalani melihat sekeliling lapangan untuk mencari sesuatu.
"Gimana kalau kita ambil rumput aja?" usul Selena.
"Kok malah ambil rumput Sel, Lo mau kasih makan kambing?" sahut Dalfon.
"Kan rumput melakukan fotosintesis, fotosintesis itu reaksi redoks secara alami." Selena menjelaskan pada mereka bertiga.
"Wah pinter Lo, ya udah kita ambil rumput aja biar gampang." Dalfon menyetujui Selena dan langsung mencabut rumput dibawahnya.
"Sekalian sama tanahnya Dalfon, kan fotosintesis ada tanah juga." Kalani protes pada Dalfon.
"Lo aja sendiri yang ambil!"
"Kenapa kalian berantem terus?" Raka sebagai siswa baru disini tidak tahu kalau Kalani dan Dalfon merupakan musuh bebuyutan sejak mereka masuk ke sekolah ini.
"Jangan kaget Ka! Emang begitu mereka, nanti siap-siap aja tiap hari denger mereka berdua berantem." Sahut Selena.
"Oh gitu ya, ya udah daripada berantem biar aku aja yang ambil." Raka mengambil daun yang jatuh di dekatnya, lalu mengambil rumput sekaligus dengan tanahnya.
"Kayak begini kan?" Raka menunjukan hasil pekerjaannya.
"Iya gitu aja." Jawab Selena.
Setelah menyelesaikan tugas, mereka berkumpul di depan lab untuk menunggu kelompok yang lainnya.
Selena sejak tadi menulis label observasinya, sedangkan Kalani mendikte kata-katanya. Berbeda dengan Raka dan Dalfon yang sedari tadi mengobrol tanpa memperdulikan tugasnya.
Lebih tepatnya Dalfon yang banyak cerita, sedangkan Raka mendengarkannya dengan seksama. Dalfon menceritakan tentang sekolah ini, mulai dari bagian-bagian sampai beberapa mitos yang muncul disekolah.
"Jangan cerita yang aneh-aneh deh!" Kalani yang mendengar Dalfon bercerita banyak rumor mencoba menghentikannya.
"Kan gue cuma kasih tau Raka cerita disini." Jawabnya.
"Eh itu yang Lo omongin semuanya berita hoax, dan Raka jangan percaya sama omongannya Dalfon!"
"Itu berita bener Kalani, Lo sendiri sih yang nggak lihat. Coba tuh tanya sama Indi kelas sebelah, dia katanya pernah lihat penampakannya di kamar mandi."
Kalani malah tertawa mendengar Dalfon, "Hahaha ogah banget gue tanya soal begituan, kayak kurang kerjaan aja."
"Ya elah bilang aja Lo takut!" ucap Dalfon dengan nada mengejek.
Selena segera mencegah Kalani saat tangannya hendak menumpuk Dalfon menggunakan buku di tangannya, "Eh mau ngapain?"
"Gue sebel sama nih orang."
"Lo tuh jangan terlalu benci sama gue! entar naksir baru tahu rasa Lo." Ucapnya dengan senyum smirk.
"Amit-amit, Lo tuh yang ada."
"Eh udah! Jangan buang-buang waktu deh! Mendung nih kerjain tugasnya dulu!" Selena agak membentak Kalani, Karena dan Dalfon tugas mereka jadi lebih lama dikerjakan.
Sekitar satu jam setelah pembelajaran tadi ternyata ada satu hal yang membuat SMA Taruna gempar. Kelas 12 IPA 1 yang sedang melaksanakan pelajaran Bahasa Indonesia juga ikut mendengar keributan diluar.
Namun Bu Wati yang memegang kelas itu tidak memperbolehkan siswanya keluar dari kelas.
"Semuanya tetap diam! Jangan ada yang keluar dari kelas! Saya akan cek sebentar." Bu Wati segera berlari dan mencari sumber suara itu.
Seisi kelas langsung merapat kearah pintu dan jendela untuk melihat apa yang sedang terjadi diluar. Tapi dari dalam kelas tidak terlihat apapun, mereka terhalang oleh bangunan dari kelas lain.
"Selena kira-kira ada apa ya diluar?" Kalani menengok ke arah Selena yang duduk disampingnya.
Selena hanya menggelengkan kepalanya, "Enggak tahu "
Sekitar sepuluh menit Bu Wati kembali ke kelas dengan nafas yang terengah-engah, dengan badannya yang gempal berlari seperti tadi cukup menguras tenaganya.
"Sebentar saya bernafas dulu." Bu Wati duduk di kursi guru dengan tatapan para siswa yang mengintimidasinya.
Terlihat sekali suasana kelas ini jadi lebih tegang setelah kejadian tadi.
"Selena, kamu bisa ke ruang guru sekarang! Ada Bu Helen yang sedang menunggu kamu."
Selena yang dipanggil Bu Wati merasakan firasat yang tidak enak, dia merasa hal buruk akan menimpanya.
Dengan berat hati Selena berdiri dan melangkah, saat itu semua mata dikelas langsung tertuju padanya. Menimbulkan tanda tanya, karena Selena tidak pernah sekalipun mendapat panggilan dari guru seperti ini. Apalagi didalam situasi yang baru saja menggemparkan.
Selena berjalan ke ruang guru yang berada di gedung depan, saat keluar ternyata banyak sekali siswa yang berkerumun di lapangan dan sepanjang koridor.
Entah kenapa saat Selena lewat semua jadi melihat kearahnya, mendapat perhatian yang begitu banyak membuat Selena merasa sangat canggung berjalan disini.
Dia mempercepat langkahnya setelah merasa tidak nyaman dengan semua tatapan mereka.
Bu Helen segera membawanya ke ruangannya Selena setelah Selena masuk ke ruang guru.
Bu Helen segera menutup pintu ruangannya, dan menutup semua tirai yang ada.
"Ada apa bu?" Selena yang merasa penasaran segera melontarkan pertanyaan.
"Duduk dulu Selena!"
Selena mengikuti perintah Bu Helen untuk duduk, Bu Helen juga duduk disebelahnya.
"Apa kamu tahu yang terjadi barusan?"
Selena menggeleng, "Saya tidak tahu Bu, memangnya ada apa?"
Bu Helen lebih dulu menarik napasnya, "Begini Selena, jadi diluar tadi ada banyak wartawan yang datang."
"Wartawan? Kenapa mereka kesini?"
"Nah itu dia Selena, mereka mendapat kabar kalau Atma Wijaya punya anak perempuan lain yang bersekolah disini."
Selena membulatkan matanya, "Jadi mereka tahu Selena anak dari Atma Wijaya?"
Bu Helen menganggukkan kepalanya, "Iya Selena, tapi kamu jangan khawatir! Kita pihak sekolah akan menyelesaikan masalah ini, kita akan bilang kalau semua itu adalah berita bohong. Bila perlu kita akan mengadakan prescompres, jadi nanti kamu bilang sama ayah kamu kalau sekolah akan menangani hal ini lebih lanjut."
Selena sebenarnya takut kalau masalah ini akan terbongkar di publik, dia tidak bisa membayangkan bagaimana perlakuan dari papanya setelah ini.
"Selena." Panggil Bu Helen lagi setelah Selena tidak menjawab ucapannya tadi.
"Oh iya Bu."
"Kamu jangan khawatir! Sekarang sekolah sedang membuat pengumuman untuk masalah ini. Mungkin setelah ini para siswa tidak akan menatap kamu seperti itu lagi."
Selena mengangguk dan berharap apa yang di bicarakan Bu Helen benar-benar kenyataan.
"Terima kasih Bu Helen, Selena percaya dengan kalian semua. Dan semoga saja masalah ini segera selesai."
"Iya kita kan segera menyelesaikan, dan mencari tahu siapa yang membuat berita ini."
Mengingat bisnis papanya yang sedang berjaya, pasti banyak dari para saingan yang mencoba mencari tahu keburukannya. Mungkin salah satu dari mereka mengirim mata-mata untuk menyelidiki setiap keluarga Atma Wijaya.
"Baik Selena, kamu boleh kembali ke kelas ya."
Selena mengangguk, "Baik Bu."
Setelah keluar dari ruang guru tatapan siswa lain masih belum berubah padanya. Merasa seperti terintimidasi membuat Selena mengalami panic attack lagi.
Dadanya mulai sesak dan gemetaran, dia segera berlari menuju ketempat yang lebih sepi.