12. Masalah
Tepat saat jam setengah 7 sore mereka baru pulang. Selena hendak memakai helm tiba-tiba kepikiran dengan seragam Manda yang disimpannya di loker.
Buru-buru Selena meletakkan kembali helmnya dan berlari menuju ke tempat loker penyimpanan.
"Selena mau kemana?" Kalani berteriak saat melihat Selena yang tiba-tiba berlari.
Sedangkan Selena tidak mendengar Kalani, dia fokus berlari masuk kedalam gedung lantai satu. Loker terletak di dekat ruang guru, jadi saat melewati ruang guru Selena menghentikan larinya. Dia berjalan biasa sambil mengatur napasnya.
Selena segera membuka lokernya dan mengeluarkan kemeja putih milik Manda.
"Syukur deh masih inget." Selena kemudian memasukannya kedalam tasnya.
"Belum pulang Sel?" suara laki-laki terdengar disekitar Selena, tapi dia tidak melihat siapapun disana.
Selena melihat sekelilingnya, tapi tidak menemukan sesuatu.
"Siapa?" Selena mulai berjalan mencari suara itu.
"Baaa." Raka muncul dari balik tembok yang tidak jauh dari Selena.
Sayangnya Selena tidak terkejut sama sekali, "Kamu ngapain?"
"Yah kok nggak kaget sih?" Raka menunjukan wajah kecewanya.
"Ya karena aku emang nggak kagetan."
Selena menatap Raka yang terlihat sangat lucu ketika mengerucutkan bibirnya, "Kamu ngambek?"
"Enggak santai aja!" dalam sekejap wajahnya kembali ceria lagi.
Saat melihat jam terpajang di dinding dekatnya terlihat akan menunjuk pukul 8 malam, ini artinya Selena harus segera pulang atau gerbang rumah akan ditutup. "Maaf Raka, aku harus pulang sekarang."
Raka juga melihat jam di pergelangan tangannya, dia mengangguk menyetujui Selena. "Iya udah malem kita pulang aja."
Mereka berdua keluar dari sekolah bersama, ternyata Kalani masih disana dan terlihat tidak suka melihat kedatangan Selena dan Raka yang datang bersamaan. "Tadi kamu ngapain Sel?"
"Ambil seragam milik Manda, tadi pagi aku tinggal di loker tapi malah kelupaan."
Kalani lalu beralih menatap Raka, "Terus kamu juga ngapain Ka?"
"Pulang sekolah lah, tadi mampir ke toilet dulu terus nggak sengaja ketemu sama Selena."
Selena sepertinya menyadari perubahan wajah Kalani, dia lalu menjauh dari Raka. "Tadi cuma ketemu doang kok habis itu pulang, aku pulang dulu ya? Udah malem soalnya."
"Iya, hati-hati di jalan!"
"Kamu juga hati-hati ya, duluan ya Ka." Selena berpamitan pada mereka dan segera mengenakan helm nya.
Menggunakan motor dimalam hari cukup dingin, apalagi dengan cuaca yang berangin seperti saat ini. Selena yang lupa membawa jaket jadi kedinginan saat dijalan, dia jadi mengendarai motornya dengan kecepatan rendah.
Jalan malam ini cukup sepi, tidak ada kemacetan seperti biasanya. Selena jadi agak merinding saat melewati beberapa jalan yang gelap. Rumahnya memang sengaja dibangun jauh dari keramaian kota, agar mereka bisa lebih hidup dengan damai dari sorotan banyak orang.
Bukan hanya jauh dari keramaian kota, tapi jalan menuju ke rumah juga melewati hutan yang cukup lebat. Hutan lindung ini biasanya ada beberapa polisi yang bertugas, tapi malam ini sepertinya tidak ada.
Selena lalu melajukan motornya lebih cepat agar cepat sampai, walaupun angin semakin menusuk kulitnya yang penting bisa segera sampai dirumah.
Benar saja saat sampai didepan rumah ada Pak Mamat yang menunggunya didepan gerbang. Sepertinya dia sangat khawatir karena Selena belum juga pulang, dan jam sudah malam. "Mbak Selena kok baru pulang?"
"Iya pak tadi ada kelas tambahan."
Pak Mamat membuka gerbang lebih lebar lagi agar Selena bisa masuk, "Cepet masuk mbak udah malam!"
Selena segera masuk dengan motor Pak Mamat, saat dia melepas helm Pak Mamat mendekat kearahnya. "Mbak tadi siang sebenarnya ada apa?"
Sontak Selena jadi ketakutan lagi, pastinya didalam rumah papa dan mamanya sedang menunggu kepulangannya. "Selena juga sebenarnya nggak tau Pak, kok bisa sampai kejadian seperti itu juga nggak nyangka."
"Ya sudah sekarang mbak Selena cepetan masuk! Tuan sama nyonya sepertinya sudah menunggu mbak dari tadi."
Selena mengangguk paham dengan maksud dari Pak Mamat, tapi saat hendak masuk Pak Mamat memegang tangannya. "Apapun yang terjadi didalam tolong kasih tau saya!"
"Kenapa emangnya Pak?"
"Jangan menyimpan terlalu banyak masalah!" barulah setelah mengatakan hal itu Pak Mamat melepaskan tangan Selena.
Selena segera masuk kedalam rumahnya yang sangat besar, saat sampai didalam sepertinya sepi. Di ruang keluarga juga tidak ada seorangpun, jadilah Selena hendak pergi ke kamarnya.
Tepat saat setengah tangga dipijaknya suara yang sangat dia kenal menggema di seisi ruangan.
"Selena!" Atma berteriak memanggil namanya dari bawah.
Jadilah Selena kembali turun untuk menemui papanya. Dengan kaki yang sebenarnya gemetaran, dia mencoba untuk terus melangkah.
Tidak berselang lama Yuanita juga datang ketempat itu, dia berdiri di samping Atma dengan wajah garang yang amat dikenal Selena.
Urat-urat tangan Atma sudah mengeras sejak tadi,"Plak" suara tamparan yang cukup keras.
Selena memegangi pipinya yang terasa sangat panas, dia menahan agar tidak menangis saat ini. "Ada apa Pah?"
"Ada apa? Saya yang seharusnya tanya, ada apa sampai wartawan membuat keributan disekolah? Kamu sengaja ingin ikut dikenal banyak orang?"
Selena menggelengkan kepalanya dengan kuat. Dia bahkan tidak tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi, tapi papanya selalu saja melimpahkan kesalahan padanya. "Aku nggak tau Pah, tiba-tiba aja ada wartawan ke sekolah. Pihak sekolah juga nggak ada yang tahu penyebab semua ini, tapi mereka menduga kalau ada orang yang sengaja melajukan ini."
"Sengaja melakukan ini? Itu pasti kamu!" Atma menunjuk wajah Selena dengan nada bicara yang tinggi.
Sejak tadi pagi Selena sudah menahan semua emosinya, bahkan sampai saat ini. Tapi perlakuan papanya benar-benar keterlaluan, dia bahkan tidak bertanya bagaimana kabar anaknya yang seharian ini mendapat masalah.
"Bisa nggak kalau ada masalah jangan ke aku terus? Emang semua hal itu penyebabnya aku?" Selena menatap wajah papanya dengan lebih berani dari sebelumnya.
"Kamu semakin lama semakin kurang ajar, awas aja kalau sampai benar-benar ada berita yang menampilkan kamu anak saya."
Sakit hatinya semakin menjadi mendengar dari mulut papanya sendiri kalau tidak mengakuinya sebagai anak. "Tapi hal itu memang benar kan? Aku anak papa, dan kenapa memangnya kalau sampai media tahu?"
Atma kembali melayangkan tamparan untuk kedua kalinya, "plak" Selena tidak lagi merasakan sakit lagi. Sakit hatinya jauh lebih sakit daripada sekedar tamparan yang akan hilang dalam beberapa menit.
"Media akan tahu kalau anak Atma Wijaya adalah juara 1 sains nasional dan se-Asia, bukan cuma itu tapi anak Atma Wijaya juga pemegang sabuk hitam karate diusia yang masih 7 tahun."
Atma mengeratkan giginya, "Saya tidak bangga dengan semua itu." Ucapnya dengan nada yang jelas.
"Terus apa yang anda banggakan? Istri pemilik butik yang ternyata pandai berbohong, atau anda sendiri Atma Wijaya pengusaha tapi melakukan KDRT?"
"Pergi kamu dari sini!"