"Aku panggil kakak, kak Rissa aja ya, Clarissa kepanjangan!" ucap Key yang sudah duduk di bangkunya dengan nyaman.
Rissa mengerutkan keningnya, mengapa teman sebangkunya itu terlihat sangat imut? Maksudnya sangat menggemaskan! Apa ada anak kelas 2 SMA cowok lagi yang memanggil dirinya dengan namanya.
"Lo ga nyasar kan?" tanya Rissa yang justru menanyakan hal lain.
"Nyasar?" beo Key.
"Iya, Lo yakin anak SMA?"
Seketika rasa kesal kembali menghantui Key, selalu saja setiap orang yang baru pertama kali bertemu dengan Key akan menanyakan hal yang sama atau tak beda jauh dengan apa yang barusan Rissa tanyakan.
"Kak, Key ini udah besar, Key anak SMA! Kalau kakak mau ngatain Key anak SD baru lulus, kakak adalah orang ke seribu limaratus tujuh puluh tiga yang bilang!" ucap Key yang justru terlihat semakin menggemaskan di mata Rissa.
"Pilihan gue pindah sekolah kayanya bener deh. Gue Nemu baby boy gemes kayak gini! Bye mantan gue langsung move on dari Lo!" batin Rissa yang masih melihat Key gemas.
"Kak? Kak Rissa!"
Puk
"Aww!" Rissa memekik dan seisi kelas langsung menaruh matanya kepada Rissa dan Key.
"Di kelas bapak dilarang bicara, apalagi berteriak!" pak Arya menghampiri meja Key dan Rissa dengan spidol di tangannya.
"Maju dan kerjakan lima soal itu. Sekarang!" pinta sang guru killer kepada Rissa.
"Mampus!" batin Rissa yang otaknya gak akan pernah sampe ke ke pelajaran berkelas setinggi fisika.
"Tapi pak saya bel-"
"Se. Ka. Rang!" ucap Pak Arya sambil memberikan spidolnya kepada Rissa.
Key hanya diam, dia melihat soal fisika itu, "oh itu elastisitas, gampang, kak Rissa pasti bisa." gumam Key yang terlalu menganggap Rissa pintar sepertinya yang sudah bersahabat dengan matematika dan sekutunya yang lain.
Satu menit.
Tiga menit.
Tujuh menit.
Tiga belas menit!
"Pak! ngantuk!" salah seorang siswi ambis degan kacamata berteriak nyaring, membuyarkan fokus anak-anak lain yang sedang tidur, makan basreng, liat konser nct, liat TikTok txt, nebelin liptint, main ff, dan cosplay jadi cicak.
"Sialan! bleber kan liptint gue!"
"Sya! Lo mah teriak ga bilang-bilang dulu!" omel teman sebangku Syakila, anak ranking dua yang selalu menjadi saingan Key dalam mata pelajaran apapun.
"Ya gue ngantuk, nungguin Rissa yang gak kelar-kelar. Gue aja lah yang ngerjain soalnya. Otak gue udah meronta-ronta!" ucap Syakila kepada Mika.
"Syakila! Yang guru itu saya, suka-suka saya mau nyuruh siapa buat maju!" ucap Pak Arya yang sepertinya baru selesai bermain Facebook.
"Yah bapak! Kan saya pengin dapet nilai tambahan. Dari kemarin saya ga kebagian ngerjain soal tau!" keluh Syakila.
"Temen ambis gue sungguh terlalu!" gumam Mika yang sedang membersihkan liptint di roknya.
Di saat Pak Arya dan Syakila berdebat, Rissa masih kebinggungan dengan soal-soal pendek di depannya. Rissa itu bukan ahli tebak sandi, soal di depannya berisi angka dan simbol aneh yang Rissa bahkan tak paham.
"Kak Rissa!" panggil Key yang duduk di depan.
Mengabaikan kebisingan yang Syakila dan Pak Arya buat, Key menunjukan bukunya yang berisi jawaban soal di depan.
"Wah! Untung Lo lemot-lemot pinter Key!" ucap Rissa yang segera menyalin jawaban itu.
Dan saat Pak Arya dan Syakila berhenti berdebat, Rissa dengan senyuman bangganya mengucapkan, "selesai nih pak!" ucap Rissa dan memberikan kembali spidol milik Pak Arya.
"Pasti salah semua!" celetuk Syakila.
"Shut! Diem dulu," ucap Pak Arya yang memakai kacamatanya dan melongo setelah melihat jawaban di papan tulis.
"Kamu pinter?" tanya Pak Arya yang entah mengapa membuat Rissa merasa dongkol.
1
2
3
"Aaaaa!" Syakila berteriak histeris dan menangis di bahu Mika.
"Astaga naga! Demi apa pake liptint susah amat yah!" ucap Mika yang lagi-lagi liptintnya bleber.
"Hisk! Gue nambah saingan Mik! Aahhh gua gak terima bodoh!" tangis Bombay di Syakila.
"Hah?"
"Ah lo lemot!"
Key tersenyum kepada Rissa, "suasana di kelas ini memang aneh kak, hehehe." ucap Key dengan berbisik.
"Iya, aneh semua. Lo doang yang aneh tapu bikin gue ga ilfil."