Chereads / Love at The End of Spring / Chapter 39 - Tiga Puluh Delapan

Chapter 39 - Tiga Puluh Delapan

"Ayah sakit, ia ingin kita pindah ke dekatnya, ia punya rumah yang besar di sana, jadi kita akan pindah ke dalamnya."

Mereka terdiam Kenzo terdiam sekali lagi, kali ini panjang dan lebih lembut. Ia meraih tangan Kazura, mengelus punggung tangannya, berusaha menenangkannya. Ia masih tidak menatap ke dalam mata Kazura. "Dengar kan aku.... Tidak ada yang akan berubah. Apa kau takut bertemu dengan Ayah?"

Kazura menarik tangannya dari genggaman Kenzo "Menurut Kenzo aku baru saja di pertemukan dengan 'ayah' lain, dan aku kembali dari Enoshima menangis dan kehujanan. Siapa yang tahu kenyataan seperti apa yang menungguku di sana?"

"Ia menyayangi mu, Kazura." Kenzo berkata pelan. Ia terdiam sejenak setelah sebelum berbisik, "Ia bukan hanya ayahku, ia juga ayah mu."

Itu pertama kalinya Kazura mendengar tentang hal itu.

"Apa yang kau katakan?" Kazura menatap Kenzo tidak percaya. "Apa maksudmu bahwa ia adalah ayah ku juga?"

"Cepat atau lambat, segalanya akan diberitahukan kepadamu. Ayah meminta kita ke Nara karena ingin bertemu dengan mu, kemungkinan besar memberitahu banyak hal kepada mu." Kenzo menjelaskan. "Walau sebenarnya, aku sendiri tidak tahu apa yang sedang terjadi atau dalam hal ini, yang sebelumnya terjadi. Kandung atau bukan, ia adalah ayah mu."

Kazura menatap Kenzo tanpa bantahan. Ia tidak bergerak, sebelum pada akhirnya mendesah dan kembali ke kamarnya. Pintu kamarnya tertutup dengan ceklikan pelan. Kazura telah terbiasa bingung akan hubungannya dengan Kenzo, dan ketika kebingungan itu tiba-tibadi angkat seperti ini. Ia merasa kaget. Jika Kenzo mengatakannya seperti itu, bukan kah itu berarti ia dan Kenzo memang kakak adik sesungguhnya?

Kenzo menatap kosong ke arah meja di hadapannya. Tanpa sadar ia meraih salah satu dari peach danish yang baru saja ia beli. Menggigitnya, ia mendesah, panjang. Ia sangat mengerti mengapa orang-orang berkata perasaan seorang ayah yang mempunyai anak gadis itu amat, sangat, rumit.

Kazura berdiri di depan kelas, seluruh pasang mata menghadap ke arahnya. Bukan berarti ia tidak terbiasa dengan pandangan yang menuju kepadanya. Ia biasa mendapatkannya setiap kali ia berjalan di koridor, setiap kali ia lewat di trotoar depan. Ia bahkan mendapat lebih dari sekedar pandangan. Terkadang orang-orang asing menyapanya, tersenyum kepadanya, menanyakan namanya.

Juga ada jenis pandangan yang di bencinya, pandangan merendahkan, melecehkan yang semuanya berdasar pada satu hal. Iri hati. Betapa Kazura ingin menatap mereka balik, berteriak ke arah mereka bahwa mereka jauh lebih beruntung dari padanya, memiliki orang tua dan keluarga yang begitu hangat, setiap kali ia berpikir begitu, ia teringat Kenzo. Dan tiba-tiba ia tidak peduli dengan sekelilingnya. Walau pun orang di seluruh dunia membencinya, ia harus ingat ia punya Kenzo.

Pak Guru Hinoto ada di sampingnya. Beberapa minggu terakhir ini pandangannya telah berubah dari datar ke sebal karena perubahan sikap dan nilai Kazura. Namun, untuk hari ini, untuk kesempatan yang Kazura tidak bayangkan sebelumnya ini, pandangan pak Guru Hinoto kembali lagi seperti semula. Kazura bahkan bisa merasakan sedikit simpati darinya. Mungkin ia tahu bagaimana rasanya berdiri di depan kelas, di paksa untuk mengatakan kalimat yang menyangkut di tenggorok.

"Aku akan pindah sekolah minggu depan. Aku dan kakak ku akan pindah ke Nara."

Akhirnya kalimat itu keluar dari bibir Kazura dan segera di sambut dengan gegap gempita. Kazura menunduk, menatap seakan ada sesuatu yang menarik di dekat kakinya. Ia tidak ingin tahu apa ekspresi yang ada di wajah Arata, Miho, atau Haru.

Pak Guru Hinoto mengangkat tangannya, mengisyaratkan semua murid untuk diam. Kazura duduk kembali ke tempat duduknya. Bel berbunyi nyaring hanya sesaat setelahnya, membuat Arata, Miho dan Haru mendapat kesempatan mengerumuni Kazura seperti seluruh penghuni kelas lainnya.

Namun, Kazura tahu ketiga sahabatnya itu tidak sama dengan teman-teman lainnya ketika mereka telah ada di atap sekolah, memakan bekal makan siang mereka hari itu dalam hening. Keheningan itu memaksa Kazura meletakkan sumpitnya dan mengeluarkan seluruh keberaniannya.

"Maafkan aku..."Ia memulai. "Aku tidak sempat memberitahu kalian tentang apa pun yang terjadi akhir-akhir ini. Segalanya sungguh kacau dan aku tidak tahu dari mana aku harus memulai...."

"Aku tidak menyalahkan mu. Bagaimana pun kau memang demam untuk tiga hari terakhir. Dan kabar ini juga mendadak untuk mu, kan?" Haru berkata penuh pengertian, tetapi matanya menolak untuk menatap balik Kazura.

Miho menghambur dan memeluk Kazura. Aroma parfumnya tercium jelas pada hidung Kazura. " Kau akan sering pulang kan? Aku akan merelakan uang tabungan untuk tas itu, menggunakan uangnya untuk membeli tiket kereta. Aku akan mengunjungi mu!"

Kazura tertawa lembut mendengar ucapan Miho. Lalu, mereka terdiam lagi. Arata menyumpit udang rebusnya berkali-kali, tetapi jatuh lagi ke dalam kotak bekal setiap kalinya.

Kazura menoleh ke arahnya, menyentuh lengannya. "Arata...."

"jika ku pikir lagi sekarang, kau memang tidak pernah mengatakan apa-apa, Kazura." Kata Arata "Tidak ada apa pun. Apa kita memang tidak berbeda dengan teman-teman kelas lainnya, Kazura?"

Arata bangkit, meninggalkan atap sekolah dengan bekal di tangannya. Pintu di belakang Kazura tertutup dengan debam, yang membuat tiga gadis yang tertinggal di sana meringis. Kazura hanya melemparkan senyum kecut kepada Miho dan Haru.

Sewakti mendengar kabar bahwa ia akan pindah waktu itu. Kazura tidak berpikir terlalu banyak tentang semua ini. Mungkin tentang segala hal tentang Rey memenuhi benaknya. Ia pikir, mungkin bagus meninggalkan Tokyo, beristirahat dan memasuki lingkungan baru. Semuanya akan membuatnya tenang dan mulai tersenyum lagi. Namun, detik ketika ia mendengar debam pintu Arata, ia tahu ia salah.

Begitu banyak yang ia tinggalkan hanya dengan pindah ke kota yang berjarak 850km. Bahkan, ia tidak perlu menyeberang lautan. Ia sudah cukup jauh untuk membuat teman-teman baiknya marah dan kesal. Bukan padanya, tetapi lebih pada kenyataan bahwa ia akan pindah.

Kazura sudah mulai memilah-milah baju dan barang-barang yang akan ia bawa. Minggu ini ia hanya perlu menggunakan seragam sekolah dan beberapa piama saja, jadi sisanya bisa di masukkan ke dus-dus. Ketika ia membereskan barang-barangnya itu, Kazura sempat duduk di lantai dan membalikkan lembar-lembar album foto, mengamatinya dari halaman ke halaman.

Ia tertawa di beberapa halaman, ketika ia dan Kenzo mengambil foto di kolam renang umum. Kenzo telah tinggi dan badannya sedang terbentuk menjadi milik seorang pria dewasa. Tetapi Kazura hanya sepinggangnya, lengannya di lingkari dua ban berwarna warni. Hari itu Kenzo berusaha membuat Kazura memasukkan kepalanya ke air dan menahan napas, menggiringnya keliling kolam agar ia bisa berenang. kazura menangis tidak lama setelah Kenzo melakukannya. Kenzo panik, menarik Kazura ke luar dari air. Kazura tidak pernah bisa berenang dengan baik hingga sekarang.