"Ia tidak akan apa-apa." Kenzo berkata, tetapi terdengar sama tidak yakinnya. Ada jeda di antara mereka. Suara Kenzo pada awalnya tidak terdengar terlalu jelas ketika ia bertanya. "Bagaimana... Ayah bisa tinggal di rumah ini? Terakhir yang aku tahu, Ayah pergi ke Kumamoto untuk mengacaukan jejaknya dari Shoukei Wataru. Sejujurnya, aku tidak menyangka akan mendengar nama Nara..."
"Ia pindah ke sini sekitar lima tahun terakhir. Zeno-san datang jauh sebelum ini." Kemantapan dalam jawaban Naoto menunjukkan dirinya sudah sedikit terbiasa dengan Kenzo. "Mungkin ia datang ke Nara dengan pikiran bahwa ia mempunyaiku dan rumah ini di sini..."
"Apa yang ku maksudkan adalah, siapa kau sebenarnya? Aku bisa mengerti Ayah mungkin pemilik rumah ini. Tapi, Ayah memiliki mu?"
Kazura bisa membayangkan Naoto menatap ke dalam mata Kenzo dalam-dalam ketika ia bertanya, membuat jantung Kazura ikut berdetak lebih cepat karenanya. "Ryuichi-san.. apa kau tahu mengapa kau memanggilnya 'Ayah'.?"
Tidak ada suara Kenzo yang keluar.
"Apa kau tahu mengapa Uzuki-san juga berakhir sama dengan mu, tidak tahu apa-apa. Tapi, juga harus memanggilnya 'Ayah'?"
Masih tidak ada jawaban dari Kenzo.
"Ayah dan ibuku bercerai bertahun-tahun yang lalu ketika aku baru masuk Universitas di Tokyo. Tidak ada dari mereka yang menginginkan ku. Dan segera setelah perceraian itu selesai, mereka pindah ke luar negeri. Aku keluar dari kuliah dan melanjutkannya di Nara karena ibuku berkata aku harus menjaga rumah besar ini. Nenek ku yang dulu tinggal di sini baru meninggal. Ia tidak bisa menjualnya, ia tidak bisa menjualnya. Tetapi baru sekarang aku sadar, mungkin ia tidak bisa menjualnya karena rumah ini bukan miliknya."
"Aku pindah ke sini. Tiba-tiba seorang pria tidak ku kenal mengirimkan Zeno-san untuk menjagaku. aku di biayai oleh pria yang sama setiap bulannya. lima tahun yang lalu, pada akhirnya aku bisa bertemu dengannya. Ia bugar saat itu, dan memaksa ku memanggilnya paman. Ia berkata rumah besar ini adalah rumahnya. Dan ia berhak datang dan pergi semaunya. Ketika ia jatuh sakit akhir-akhir ini. Ia berkata akulah yang seharusnya menjaganya."
"Zenitsu-san...."
"Bukankah kau juga seperti itu, Ryuici-san? Segala hal dalam hidup mu jelas antara sebab dan akibatnya, kecuali bagian saat ia datang ke dalam hidup mu. Kau tidak tahu mengapa, kau tidak pernah berusaha bertanya karena kau tahu ia tidak akan menjawab mu. Ia seperti itu, selalu memerintah tanpa memberitahu." Naoto berkata, suaranya menghilang seperti sinar matahari yang kini perlahan-lahan menjadi kegelapan.
Di tengah semua kata-katanya itu, Kazura bisa menangkap getaran, seperti saat seseorang memaksanya mengeluarkan terlalu banyak kata-kata. Tapi, di balik semua itu, Kazura merasakan ketegaran. Ada senyuman yang terdengar dari suara Kenzo ketika akhirnya ia menjawab, "...Kau benar."
"Seperti bagaimana kau menjaga Uzuki-san.... Aku menjaga paman. Seperti bagaimana perasaan mu padanya tumbuh... Aku juga menyaynginya."
Kazura memeluk lututnya dengan sedikit lebih erat. Tiba-tiba saja percakapan yang ia dengar terasa membuat matanya memanas. Entah mengapa, suara Naoto yang saat itu terdengar oleh Kazura begitu sedih.
"...Maafkan aku," Kenzo berkata, tenggoroknya tercekat, "Kini aku merasa bersalah karena meragukan mu. Ku harap kau sadar kalau aku hanya mengkhawatirkan Ayah."
"Tidak apa-apa itu tandanya kau peduli padanya," Naoto menjawab, ada tawa kecil yang mengikuti kata-katanya, "Sedari dulu kau bukan tipe yang mudah percaya pada orang lain."
Bagi Kazura, kalimat terakhir Naoto terdengar aneh, tapi Kenzo tidak mengatakan apa-apa. Naoto memang menceritakan kisah dari sisinya, tetapi ia tidak mengatakan semuanya. Kenzo tidak memaksanya.
Sebaliknya, walau pun Naoto tidak memaksa Kenzo untuk bercerita tentang kisahnya, tapi Kenzo mengatakannya. Hal yang tidak pernah ia katakan kepada Kazura. Hal itu membuat Kazura sedikit kacau, tetapi ia tetap memasang telinganya dengan baik, mendengarkan setiap katanya.
"Kau benar, segala hal masuk akal. Kecuali bagian di mana ia datang ke dalam kehidupanku." Kenzo berbisik, pelan, tetapi jelas. "Dia memang begitu... Ia datang suatu hari dan berkata bahwa ia akan menjagaku, bahwa aku harus memanggilnya 'Ayah' dan ia akan menggantikan peran kedua orang tuaku yang meninggal."
Kenzo tidak berkata apa-apa sebagai lanjutannya. Naoto tahu apa yang sedang terjadi, maka ia berkata pelan, "Maafkan aku, aku tidak tahu bahwa orang tua mu telah..."
"Tidak apa-apa, mereka meninggal ketika aku masih kecil. Dari saat itu hingga sekarang, orang tuaku adalah Ayah seorang."
Kemudian mereka terdiam. Kesunyian yang kini merebak tidak canggung. Mereka hanya tersedot ke dalam pikiran masing-masing.
"Terima kasih, Naoto-san." Kenzo berkata lagi, memanggil Naoto tidak dengan nama keluarga untuk pertama kalinya, "Untuk mendengarkan ku. Aku tidak pernah bisa mengatakan apa pun. Teman bicaraku hanya Kazura, dan Ayah melarangku untuk memberitahunya macam-macam. Entah mengapa ada perasaan aneh dalam hatiku yang berkata bahwa kita pernah kenal satu sama lain di waktu yang lalu."
Naoto tampak ingin berkata sesuatu, tetapi kemudian ia terhenti, memilih untuk tidak mengatakan apa pun itu yang ada di dalam hatinya. Ia mengalihkan pembicaraan mereka, "Ah, kita mengobrol di depan kamar Uzuki-san, apa kita tidak mengganggunya?"
Kenzo terdiam. Untuk sejenak, Kazura berpikir untuk merangkak dan kembali ke dalam futon, tetapi Kenzo memotong pikiran itu. "Mungkin. Mungkin ia sekarang ada di balik pintu itu, mendengarkan kita sedari tadi... Sejujurnya Naoto-san, aku sedikit berharap itu adalah kenyataannya. terkadang sulit untuk membuatnya mengerti situasi macam apa yang sedang kami alami. atau dalam hal ini. Ayah macam apa yang kami miliki. Kepindahan ke Nara ini bukan sekedar hanya untuk bertemu Ayah, tetapi juga untuk membuka segala cerita masa lalu yang selalu ia ingin ketahui. Ku harap dia siap."
Kazura merasakan tenggorokannya tercekat.
Naoto mengangguk, menjawab, "Ya... Dan akan tahu lebih banyak lagi. Segera setelah paman bangun dan siap untuk memberi tahunya. mungkin saat itu Kenzo-san, kita pun mendapat bagian untuk bertanya kepada Paman, untuk pertanyaan-pertanyaan kita sendiri."
****
"Mendekatlah... Kazura."
Itu adalah kalimat pertama yang keluar dari mulutnya pagi itu. Kenzo dan Kazura duduk berdampingan, sama-sama kaku, berada di dalam kamar itu untuk pertama kalinya.
Kenzo tidak tahu mengapa Ayahnya tampak lebih ingin bertemu dengan Kazura dari pada dirinya. Ada satu sisi yang meyakinkan Kenzo bahwa itu karena ayahnya sama sekali tidak pernah berbicara langsung kepada Kazura, sementara mereka selalu berkomunikasi lewat telepon setiap beberapa hari sekali.
Kazura jelas tidak tahu harus berbuat apa. Tangannya bergetar, bergerak ke arah Kenzo, mencari bantuan. Yoshimitshu Arashi terduduk di ranjangnya, infus masuk keluar badannya, matanya terlihat berat untuk tetap terbuka. Kenzo menerima tangan Kazura, membawanya mendekat Arashi walaupun sebenarnya, jantung Kenzo sendiri berdegup kencang.