"Kenzo, duduklah... Kau juga harus mendengarkan apa yang akan ku katakan." Arashi berbisik "Aku memang telah membiarkan mu tidak tahu untuk terlalu lama..."
***
...Mereka yang melihatnya akan mendapatkan dilema besar untuk membuat muka ketakutan atau untuk menatap penuh kekaguman. Sosoknya menakutkan walau tersembunyi di balik balutan jas rapi. Di belakangnya anak-anak buahnya selalu berjajar rapi. Mobil jepang termahal yang di kendarainya, cerutunya yang di impor dari Kuba, beserta jam tangan dari Swiss bertahtakan berlian yang di pakainya seakan ingin berteriak pada semua orang bahwa ia memiliki uang dan kuasa. Ia bisa mendapatkan apa saja yang ia inginkan.
Yoshimitsu Arashi pada masa keemasannya memiliki begitu banyak koneksi dan kekuatan, begitu banyak sumber pendapatan tidak peduli bersih atau tidak. Di dunia ini, hanya sedikit yang tidak bisa ia dapatkan... Dan Arashi, seperti manusia pada umumnya, lebih tertarik pada apa yang tidak bisa ia dapatkan dari pada yang ia telah miliki.
Keinginan terbesarnya di hidupnya adalah Riku Erika, yang tidak pernah bisa ia dapatkan. Waktu terlewati dan ia tetap tersenyum pada wanita itu, bahkan setelah wanita itu memiliki suami dan anak, meninggalkan Arashi sendiri... Arashi benci akan dirinya yang seperti itu. Yoshimitsi Arashi tidak di lahirkan untuk menjadi orang yang baik. Tapi, entah mengapa, ia tidak bisa membenci Erika.
Apa itu karena tatapan Erika yang setiap kali ia dapatkan ketika mereka bertemu? Tatapan yang penuh harap, tatapan yang ceria, tetapi penuh dengan kerapuhan. Tatapan yang membuat Arashi ingin sekali bertanya, 'Apa kau bahagia dengan Ryuichi Akihikio? Apa ia lebih baik dariku?"
Tangan Erika membimbing tangan mungil anak lelakinya untuk menyentuh milik Arashi, membiarkannya bermain bersamanya. Di antara tawa polos Ryuichi Kenzo. Arashi dan Erika sering jatuh ke dalam keheningan, merenung di dalam hari mereka sendiri. Tidak pernah ada yang terjadi di antara mereka, bukan karena tidak ada cinta di antara mereka. Lalu apa yang kurang? Arashi tahu bertahun-tahun kemudian, yang kurang di antaranya dan Erika saat itu adalah keberanian.
Ya, bahkan dia yang ketua klan Yakuza pun tidak memiliki keberanian itu. Ia bisa membuat perintah-perintah yang tidak terbayangkan, melakukan hal-hal yang di anggap tidak mungkin. Namun, untuk seorang wanita, untuk sesuatu yang benar-benar ia inginkan, ia tidak ingin mengambil resiko apa pun. Dengan demikian, berarti mungkin akan kehilangan, dan jika Arashi telah memiliki, ia akan hancur jika kehilangan Erika. Jadi, ia memilih untuk tidak memiliki. Erika pun tidak berbeda.
Mereka menyesalinya kemudian, setelah semuanya terlambat, setelah anak Erika telah tumbuh seiring tahun berganti. Pada tahun-tahun terakhir, Arashi memutuskan untuk tidak menemuinya lagi. Ia berpikir, bukan kah bagus kehilangan satu-satunya kelemahannya?
Tanpa Erika, ia akan menjadi Yoshimitshu Arashi yang sebenarnya. Kumicho dari Matsugasaki-kai yang tanpa cela. Ia memutuskan untuk mencicipi cinta dengan cara yang lebih mudah walau lebih mahal... Ia lebih banyak bermain-main. Terkadang, ia berhenti dan berpikir kepada dirinya sendiri, apa ia bermain dengan terlalu serius? Ia sampai membelikan salah satu wanita mainannya Masayuki Eiji sebuah rumah.
Kemudian, ia melihat wanita itu. Betapa miripnya wanita itu dengan Erika... Ia sedikit lebih feminim dengan rambut panjangnya yang bergelombang, tetapi tatapannya sama. Wajahnya bagaikan pinang di belah dua. Ketertarikan yang sama membuat Arashi juga menginginkannya. Ia menginginkannya dari detik pertama ia melihat wanita itu melenggang masuk ke rumah yang ia belikan untuk Masayuki Eiji.
Arashi juga sedang ada di rumah itu, satu tangannya sedang menarik turun yukata dari bahu Masayuki Eiji, tangan lainnya masuk ke sela-sela helai rambut Eiji. Bibir mereka sedang bertemu, tetapi Eiji segera melepasnya ketika tahu Misaki telah datang. Rambutnya di rapikan dengan segera, yukatanya di bereskan dengan tangan terburu-buru.
"Siapa wanita itu?" Arashi ingat dirinya bertanya di antara rasa penasaran dan kesal karena apa yang sedang terjadi antara dirinya dan Eiji di hentikan. Namun, sosok yang tadi sekilas ia lihat lewat sela jendela itu memang membangkitkan rasa keingintahuannya.
"Ah, saya lupa Misaki datang hari ini bukannya besok!" Eiji berdiri dan cepat-cepat, tapi bertanya khawatir pada Arashi sebelum pergi. "Yoshimistu-sama... Tidak apa-apa?"
"Teman mu?" Arashi bangkit dan membetulkan yukatanya. Ia membuka jendela kamar dan melongok ke arah ruang tamu, memperhatikan wanita yang sedang menikmati kue dan teh yang di suguhkan kepadanya. Mata Arashi tidak bisa lepas ketika ia tidak sadar berbisik, "Ia mirip dengannya..."
"Namanya Uzuki Misaki... Ia temanku dari SMA dulu. Aku mengundangnya kemari untuk melihat rumah baru ini. Tidak apa-apa, bukan?"
Arashi mengangkat bahu, menyalakan cerutunya. "Asal kau tidak lupa bahwa ini adalah rumahku."
"Tentu saja." Eiji menunduk untuk memberikan kecupan pada bibir Arashi, "Terima kasih karena membiarkan ku dan ibuku tinggal di sini."
Arashi tidak bisa merasakan kecupan itu lagi karena saat itu tatapannya telah tertanam kepada Uzuki Misaki. Saat itu ia tidak tahu, apa Misaki adalah Erika-nya? Atau apakah Misaki hanya Eiji-nya? Apakah Misaki adalah yang ia cari selama ini, atau hanya selingan seperti yang lainnya. Hanya karena ia begitu kehilangan Erika?
Arashi mencoba karena ia tahu tidak akan kehilangan apa-apa dari mencoba. Awalnya ia memperhatikannya dari jauh, rindu akan perasaan yang ia dapatkan ketika ia memperhatikan Erika . Namun, Misaki berbeda. Ketika Erika hanya benar-benar memandang dan mencintai Arashi, Misaki tidak bisa mengalihkan perhatiannya dari Izumi Yashuhiro, yang pada saat itu bahkan tidak berada di Nara. Baru dua hari yang terlewati, tetapi Arashi telah tahu hal itu.
Semakin ia tidak bisa mendapatkannya, Arashi semakin menginginkannya. Ia memaksanya, sekuat sekuat tenaga membuat Misaki menginginkannya balik. Ia menggenggam dan menciumnya, ia menghabiskan satu malam bersamanya. Eiji tidak bisa protes apa-apa. Misaki sama sekali tidak bisa menolak Arashi memaksanya.
Rasa bersalah tidak pernah menghampiri Arashi. Memaksa orang adalah pekerjaannya, dan kali ini pun tidak berbeda. Ketika pagi menjelang dan Misaki terisak di atas ranjangnya. Arashi tetap mendekapnya, kulit mereka menempel satu sama lain. Tangan kecil itu membentuk kepalan dan berkali-kali memukul dada Arashi yang di penuhi tato, berusaha menjauhkan Arashi darinya.
"Mengapa?!" Misaki terisak, "Mengapa harus aku, ketika kau juga punya Eiji? Keyika kau juga punya begitu banyak wanita lain? Aku tidak mencintaimu, aku..."
"Kau seharusnya bangga karena di pilih olehku." Arashi berkata tanpa melihat ke arahnya.
"Aku tidak ingin kau!" Misaki mendorongnya sekuat tenaga. Arashi bergeser menjauh darinya, bukan karena tenaga Misaki, tetapi karena ia membiarkan Misaki melakukannya. Ia ingin melihat raut wajah yang mirip Erika itu dengan jelas.