Termometer yang terjatuh dari ketiak Kazura tergeletak di atas kasur. Kenzo yang masih di peluk Kazura mengangkatnya, memperhatikan tinggi merkuri di dalam tabungnya, lalu mendesah. Tampaknya ia harus menjaga gadis yang demam itu seharian hari Minggu besok.
Kazura mengangkat lap kompres dari dahinya. Sayup-sayup dari balik pintu kamarnya, ia bisa mendengar Kenzo berbicara dengan nada datar, mengurus sesuatu lewat telepon. Seluruh badan Kazura terasa lengket dan basah. Ia berkeringat banyak malam kemarin. Ia merasa jauh lebih baik sekarang.
Jam dinding menunjukkan tengah hari. Hanya lewat belasan jam dari apa yang ia lewati kemarin di Enoshima, tapi entah mengapa kejadian itu terasa sudah lama terlewati. Kazura menggelengkan kepalanya berusaha mengusir bayang-bayang kejadian yang kembali lagi ke pikirannya.
Apa yang ia baru saja lalui terasa begitu asing dari kehidupan sehari-harinya. Kazura berpikir mencari Yoshiro Yuta untuk beberapa jam adalah anomali besar di hidupnya tetapi ia sangat salah.
Kazura mengeluarkan kaki dari balik selimut. Kepalanya sakit, tetapi badannya telah jauh lebih segar. Ia berhenti sejenak sebelum mengambil satu langkah lain untuk meraih gagang pintu kamarnya.
"Ya, tentang apartemen di Nara—.."
"Kenzo?"
Kazura memotong perkataan Kenzo di telepon, memandangnya dari ambang pintu kamar. Kenzo mendongak dan mengisyaratkan Kazura untuk menunggu sesaat, sebelum berjalan ke luar balkon, membuat suaranya semakin jauh dan tidak terdengar.
Kazura terduduk di kursi meja makan. Ia membuka tudung saji dan meraih roti yang tergeletak di dalamnya. Ia lapar. Mendengar begitu banyak kata-kata mengejutkan dari Rey membuatnya lupa sama sekali tentang makan. Dan, dengan bangun begitu siang. Ia telah melewatkan makan paginya bersama Kenzo.
Tidak lama kemudian Kenzo telah berada di belakang Kazura, mengeluarkan bahan-bahan masakan dari dalam kulkas. Ia menatapnya dan mulai merebus sesuatu di dalam kuali, tangannya yang lain membuat teh manis. Kazura terdiam, tangannya tertangkup di atas lutut sementara ia memperhatikan Kenzo melakukan segalanya seakan ia memiliki sepuluh tangan.
"Kau merasa lebih baik.?" Kenzo bertanya di tengah kesibukannya. "Aku baru saja akan pergi dan membeli bubur, tapi tampaknya kau cukup kuat untuk minum sup.... Bagaimana dengan sup kentang, hm?"
Kazura tidak menjawab. Ia mengangguk kecil dan itu saja sudah cukup untuk Kenzo.
"Aku begini karena aku tidak mendengarkan mu dulu tentang Izumi Rey... Semua salah ku." Kata Kazura.
Kazura membaringkan kepalanya di atas meja makan. Rotinya masih setengah ketika ia menaruhnya kembali ke atas piring.
"Ia berkata seperti itu hanya karena nasibnya buruk." Kenzo berkata tanpa menoleh ke belakang. Ia sibuk memotong kentang. "Jangan hiraukan dia. Tidak ada satu pun dari semua itu adalah salah mu."
Kazura diam lagi. Ia melirik ke arah balkon "Tadi... Bicara dengan siapa?"
Kenzo tampak berpikir sejenak sebelum menjawab karena ia memberikan jeda yang panjang dan tangannya berhenti menggerakkan pisau. "Agen properti."
Kazura tidak bertanya apa-apa lagi. Tempat Kenzo bekerja adalah perusahaan real estate, jadi menelepon agen properti tidak terdengar aneh untuknya.
"Kenzo, apa kita bisa melakukan sesuatu hari ini?" Kazura bertanya, merasa manja kepada Kenzo adalah hak sepenuhnya. "Sesuatu yang menyenangkan, yang bisa menghiburku sedikit saja."
"Aku ingin sekali makan peach danish."
"Apa kau tidak mendengarkan apa yang aku katakan?" Kenzo mendesah, kini menoleh dan setengah tersenyum.
"Ku dengar bakery dekat rumah kita baru buka kafe di sampingnya. Seharusnya, tempatnya menyenangkan. Kau ingat bagaimana bakery-nya sendiri begitu nyaman."
Kenzo memasukkan semua kentang yang telah ia iris, kini mulai mengaduk-aduk sup nya. Ia tidak akan kalah kali ini. Ia tidak mungkin membawa gadis lemah yang baru sembuh demam keluar di cuaca mendung musim semi itu.
"Berada di rumah dan tidak melakukan apa-apa membuatku terus teringat akan kejadian kemarin."
Kenzo memasukkan sendok kecil garam dan merica. Ia mencicipi supnya.
"Apa sup kentangku kalah dengan peach danish?" Kenzo bertanya, becanda, berusaha membatalkan niat kazura.
Tatapan Kazura memelas, tetapi ia tidak berkata apa pun lagi. Kepalanya masih terkulai di atas meja makan ketika Kenzo menaruh sup yang telah matang di atasnya. Wanginya sampai ke hidung Kazura, memaksanya untuk bangkit dan mencicipinya. Kazura tidak ingin mengakui kalau sup itu sama sekali tidak kalah dari peach danish bakery di ujung jalan.
Namun, ketika Kazura berpikir seperti itu, Kenzo telah melepaskan celemeknya. Ia berpesan agar Kazura memakan obatnya dengan banyak air. Sementara ia berjalan ke luar dan membeli danish yang di inginkan Kazura.
Setelah pintu rumah mereka tertutup. Kazura tersenyum lebar sambil menyeruput sup kentangnya. Ia begitu menikmatinya hingga membiarkan telepon di belakangnya berdering-dering lama. Hingga akhirnya masuk ke mesin penjawab.
"Permisi, Ryuichi-san? Maaf, telepon tadi terputus, dua minggu yang akan datang, di awal Mei, kami akan datang untuk mengangkut barang-barang anda ke Nara. Saya akan menelepon kembali untuk memberikan detail lengkapnya. Terima kasih."
Kazura meletakkan sendok supnya. Ia menoleh ke belakang, menatap teleponnya seakan sesuatu akan terjadi. Ia berusaha mencerna kata-kata yang baru saja di dengarnya.
Tiba-tiba saja aroma sup kentang yang enak itu tidak tercium lagi. Kehangatan yang baru saja Kazura rasakan, yang membuatnya bermanja-manja, hilang tiba-tiba. Ia terduduk dan kehilangan nafsu makannya. Ia lunglai hingga pintu depan terbuka lagi, Kenzo masuk setelah berkata, "Aku pulang."
Perubahan pada raut wajah Kazura membuat Kenzo tahu sesuatu telah terjadi. Ia berjalan pelan dan menaruh bungkusan dari bakery di atas meja makan, lalu duduk di seberang Kazura. Kalimat tanya muncul dari bibir Kazura setelah Kenzo terduduk "Siapa yang akan pindah ke Nara?"
Kenzo melihat lampu mesin penjawab yang menyala dan ia pun mengerti.
"Aku dan kau... Aku tahu ini mendadak, tapi ku rasa kau punya cukup waktu untuk mengucapkan perpisahan dengan teman-teman mu. Kita masih punya dua minggu." Kenzo berkata. Ia berhenti untuk menunggu respons Kazura, yang tidak kunjung datang, Kenzo melanjutkan. "Ayah ingin kita pindah. ia sakit, Kazura."
Karena tidak ada hal lain selain tatapan bingung Kazura. Kenzo melanjutkan, "Ini berat, tapi ku rasa kita harus mengikuti kata ayah.. Ia ingin menemui mu, Kazura. Ia ingin menemuiku juga. Aku sudah begitu lama tidak bertemu dengannya, dan kini ia ingin kita berada di sisinya."
Kazura menatap meja. Kenzo mendesah dan mengeluarkan danish yang baru di belinya, menaruhnya di atas piring di samping roti yang baru setengah di makan Kazura.
"....Mengapa begitu tiba-tiba, Kenzo?" Kazura mendongak, badannya condong ke depan tidak sabar. Ia ingin penjelasan.
Kenzo mendesah. Cepat atau lambat, ia tahu harus menjelaskan segalanya kepada Kazura.