Chereads / Love at The End of Spring / Chapter 36 - Tiga Puluh Lima

Chapter 36 - Tiga Puluh Lima

Ia sama sekali tidak mengacuhkan fakta bahwa mereka sedang berada di pantai. Saat itu adalah sore mendung di musim semi, tetapi beberapa pria menyeberang jalan sambil memanggul papan surfing. Di atas mereka, burung-burung beterbangan. Pantai lebih sepi dan bersih di bandingkan kapan pun musim panas. Rey menepi dan bersandar pada pagar pemisah antara trotoar dan pantai pasir yang hitam , ia memandang kosong ke arah laut. Tangannya tergolek lunglai menggenggam ikatan bunga.

Kazura mendekat perlahan, memandang ke arah yang sama dengan Rey. Mereka telah berjalan dan melewati begitu banyak waktu bersama, tetapi Kazura tidak merasa Rey ada di sampingnya. Sejak mereka sampai di Enoshima suasana yang tadinya berat menjadi lebih suram lagi.

"Apa ayahmu tinggal di sini?" Kazura bertanya memecah keheningan.

Rey menoleh ke arah Kazura, tiba-tiba saja kilatan matanya berubah. Ias eakan baru sadar bahwa kazura selama ini berada bersamanya. Ia menghela napas dan memalingkan wajahnya, kembali menatap ke lautan. Langit perlahan-lahan menjadi bertambah gelap, bukan karena hujan yang tampaknya akan datang tetapi karena petang telah mejelang.

"Apa yang sedang kau lakukan?" Rey berkata lebih kepada dirinya sendiri. Mengutuk pelan "Membawa mu ke sini..."

Rey mulai berjalan lagi, meninggalkan area pantai. Kini langkahnya lebih kecil dan lambat Kazura mengimbangi langkahnya dalam diam.

"Aku benci kepadamu! Kau begitu mirip dengan ibu mu, aku benci ke padamu!" bisik Rey pelan. Tetapi cukup jelas untuk tertangkap Kazura. Ia mengatakannya dengan wajah yang amat datar hingga Kazura tidak percaya Rey benar-benar bermaksud mengatakan hal seperti itu. Mereka perlahan-lahan memasuki tempat yang lebih sepi, di naungi pohon-pohon.

"...Mengapa kau membenci ibuku?" Kazura bertanya, teringat bagaimana Rey terlihat begitu senang dalam foto di depan toko dango, "Apa kau tidak akur dengannya? Apa ia membenci mu?"

"Ada satu kali kita pergi ke taman Asukayama ketika musim semi, hanya beberapa bulan ia pergi ke Nara." Bibir Rey tersenyum tipis, matanya pahit bernostalgia. "Tidak sepenuh Taman Ueno di musim semi, tapi tetap banyak orang. Aku bermain di dalam kereta-keretaan yang ada di taman bermainnya, naik ke istana mungil di tengah. Aku menatap ke bawah, mereka berdua mendongak ke arah ku. Sekeliling ku adalah bunga sakura bermekaran. Hanya sepotong itu yang ku ingat sebagai anak kecil.... Tidak ada dialog, tidak ada apa-apa. Hanya potongan kejadian, tapi, aku ingat aku senang waktu itu."

Rey tertawa tertahan sebelum Kazura berkata apa-apa. "Jika di ingat lagi sekarang, aku menjadi tambah mengerti bahwa anak kecil memang bodoh, penuh harapan dan... Bodoh."

Rey menoleh ke arah Kazura. "Seperti dirimu penuh harapan dan bodoj."

Rey tidak sedang mengejek atau menghina. Tidak ada senyuman sinis atau tatapan merendahkan. Ia hanya mengatakannya, datar dan tanpa ada nada. Seakan itu adalah hal yang tidak bisa Kazura ubah, seakan itu adalah kenyataan dan Kazura hanya perlu untuk menerimanya tanpa mencoba untuk mengubah apa pun.

Langkah Kazura terhenti. Di hadapan mereka adalah tebing tinggi, tetapi Kazura masih bisa mendengar deru ombak memukul-mukul jauh di bawah mereka. Langit dan laut jauh dari hadapan mereka, tapi tidak pernah bercampur menjadi satu, selalu terpisah sebuah garis di horizon.

Ada sesuatu dalam benak Kazura yang membuatnya waspada, ketakutan konyol bahwa Rey akan melakukan sesuatu yang mengerikan di sana, di tebing itu. Namun, Rey membawa Kazura ke tempat tidak ada turis yang mendatangi, ia hanya meletakkan ikatan bunga di ujung tebing tinggi.

Dan Kazura segera mengerti. Tidak ada'Ayah', tidak ada sosok yang ia bayangkan sepanjang perjalanan. Yang selama ini Rey katakan dan Rey pertemukan dengannya hanyalah potongan memori. Potongan memori yang pahit dan kenyataan yang mungkin lebih pahit yang mungkin akan Kazura dapatkan sekarang.

"Kau lah yang membunuh ayah ku."

Rambut Kazura yang panjang berusaha menutupi punggungnya, kelopak-kelopak mawar yang telah menyentuh tanah bergerak-gerak di tiup angin, Kazura membeku, menatap Rey yang beberapa langkah darinya. Angin berderu di telinga mereka.

"Apa yang sedang kau bicarakan?" Kazura bertanya, suaranya bergetar, hampir mati di kalahkan angin, "Aku mengerti jika kau berkata dia sudah meninggal, tapi aku...."

"Kau yang membunuhnya." Rey mengulang, kini menatap tanah di hadapannya. "Kau dan ibu mu yang membunuhnya, padahal dia hanya satu-satunya yang kupunya. Ia meninggalkan semuanya demi ibumu, tapi—."

"Kalau kau ingin menyingkirkan ku dari hadapan mu, kau tidak perlu mengatakan hal semacam itu. Aku hanya ingin kebenarannya, aku—!"

"Aku sedang mengatakan kebenarannya!" Rey meraung, "Kau yang membunuhnya. Uzuki Kazura! Bahkan dengan mu di dalam kandungan, entah siapa ayah mu, kau telah pelan-pelan membunuhnya! Ibumu adalah seorang pengkhianat dan kau adalah pembunuh!"

Kazura tidak bisa berkata-kata. Ia mengambil satu langkah maju yang pelan, hampir tidak bersuara, tetapi ia segera menghentikannya. Rey mundur setiap kali ia maju dan itu membuat Rey begitu dekat dengan sisi tebing.

"Apa yang terjadi?" Kazura merasakan tangannya bergetar hebat. "Katakan padaku apa yang terjadi...."

"Kakak tiri? Omong kosong apa yang sedang kau katakan... Jika kau benar-benar adik tiriku, maka segalanya tidak akan seperti ini. Mungkin kita akan hidup bertiga, kau, aku, dan ayahku. Kenyataan bahwa ia sekarang ada di suatu tempat di bawah sana adalah bukti bahwa kau bukan adik tiriku. Ibu mu mengkhianati kami dan kematian ayahku adalah hasilnya."

Perlahan-lahan di sekitar mereka berubah dari keremangan menjadi kegelapan pekat.

"Apa itu benar?" suara Kazura sekelam langit di atasnya.

"Setiap bayi lahir tanpa dosa?" Rey mencibir. "Jika itu benar, mengapa aku begitu membenci mu, bahkan ketika kau masih dalam kandungan...."

Kazura merasa sangat sulit, bahkan untuk sekedar menelan ludah. "Lalu siapa ayahku.?"

"Baik aku dan ayah ku tidak perlu tahu." Rey berkata, berjalan ke arah Kazura, berhenti ketika ia begitu dekat di hadapannya, hingga Kazura bisa merasakan aroma rokok dari tubuh Rey ia berbisik. "Ibumu mengkhianati kami, dan itu saja sudah cukup. Uzuki Kazura, kini kau telah tahu semuanya... Maka, berhentilah menemuiku."

Pipi Kazura terasa basah, tetapi bukan karena air mata yang mengalir. Tetes-tetes hujan turun ke atas mereka, perlahan-lahan tetapi bertambah deras. Tidak ada yang peduli karena mereka berdua tetap berdiri di tempat mereka. Mata mereka saling pandang, ke tiga kalinya hari ini. Pertama kali ia melihat tetesan rindu, kedua kali ia melihat segelintir ragu-ragu, dan ketiga penuh dengan uraian masa lalu.

"Jangan memaksaku." Rey berkata. "...Jika kau memaksa ku, maka aku akan membuatmu menyukai ku, sangat menyukai ku, lalu aku akan mencampakkan mu persis seperti apa yang di ibu mu lakukan ke pada ku. Aku akan menghancurkan hidup mu."