Yoshimitsu Arashi melepaskan cerutu itu dari impitan bibirnya, mematikannya di asbak terdekat, pandangannya agak menerawang. "Makoto, apa kau berpikir untuk melakukan ini seumur hidup mu?"
"Walau pun Matsugasaki-kai memiliki perusahaan lain seperti real estate untuk mencuci semua uang-uang itu, tapi..." Makoto tidak kaget dengan topik yang tiba-tib berubah. Itu adalah satu-satunya cara Yoshimitsu Arashi menghindari semua pertanyaan, "Tapi saya rasa Matsugasaki-kai telah maju ke depan, dan setelah maju tidak ada jalan untuk kembali."
"Begitukah?"
Yoshimitsu Arashi mengangkat alis, bergerak dalam duduknya, membuat posisinya sedikit lebih nyaman, kancing jasnya berkedut di bagian perut yang kini sedikit membuncit. Ruangan itu gelap, segelap tatapan dalam mata Arashi sekarang.
"Aku tidak ingin melakukan ini untuk lima, sepuluh tahun ke depan... aku bahkan tidak ingin melakukan ini lagi ketika besok datang. Aku tidak bisa melihat diriku meneruskan ini, walau sejak zaman kakek ku mereka sudah memulainya."
Makoto tidak mendapat jawaban tentang Kenzo tapi ia di sodorkan kenyataan mengagetkan lain.
"Aku muak dengan semua ini."
"Apa Kumicho sedang mengatakan tidak apa-apa Matsugasaki-kai untuk turun di tangan Shoukei Wataru?"
Arashi menjawab pertanyaan itu dengan tatapan tajam, jelas tidak senang. Sanga tangan kanan hanya menelan kembali semua pertanyaan-pertanyaan dan penyangkalannya. Ia dan Arashi telah bersama di dalam ini untuk waktu yang sangat lama. Makoto sendiri tidak pernah membayangkan semua akan berakhir dalam waktu dekat. Ia membayangkan dirinya bekerja di kantoran sebagai pegawai gajian dan ia membencinya ia menyukai apa yang ia lakukan sekarang.
Arashi mengangkat ponselnya, menjawab panggilan telepon yang sedari tadi berdering di kantongnya, matanya berubah nanar dan ia berdiri dengan cepat, berjalan ke luar dengan langkah-langkah yang terburu-buru. Makoto mengikuti di belakangnya, perasaannya tidak enak. Ia tidak tahu apa yang sedang terjadi, tetapi ia tidak memiliki firasat buruk.
Firasatnya itu terbukti benar ketika ia dan Arashi sampai di rumah sakit. Kenzo membisikkan berbagai macam hal kepada Arashi, nama Shoukei Wataru terdengar sayup-sayup ke telinga Makoto. Detik itu juga, Makoto tahu Kenzo telah mengacaukan tugasnya.
Menjadi yakuza adalah impian Kenzo, ia sangat menghormati ayahnya dan ia selalu ingin bergabung di dalam dunianya. Namun yang selalu di tekan kan kepadanya adalah betapa tugasnya sangat penting, lebih penting dari pada tugas apa pun yang bisa di dapatkan seorang anak buah Matsugasaki-kai. Kenzo menjaga Uzuki Kazura.
Dan, ia gagal. Ia membiarkan Shoukei Wataru menyakiti Kazura walau pada akhirnya bisa menghunjamnya balik dan membuatnya lari dengan darah bercucuran dari perutnya. Shoukei Wataru berlari pergi, kemungkinan besar tersungkur di suatu tempat dan meninggal, tidak ada yang tahu. Dari awal, ia memang ingin membunuhnya, keparat yang telah membuat Kazura pingsan setelah satu pukulan keras dengan batang kayu pada kepala Kazura.
Kenzo dan Arashi hanya berdua di lorong rumah sakit, bahkan Makoto pun tidak di perbolehkan berada di antara mereka berdua. Sepanjang waktunya, Kenzo menunduk perban mengelilingi tangan dan lengannya. Ia tahu telah bersalah, ia telah lalai.
"Ayah, ini salah saya. Jika saya tidak memaksa untuk menemui ayah begitu sering, memaksa ayah untuk membiarkan saya bergabung ke dalam Matsugasaki-kai. Maka Shoukei Wataru tidak akan pernah berhasil melacak tempat tinggal saya dan Kazura. Seharusnya saya menaati perintah ayah untuk hanya berhubungan lewat telepon. Ini salah saya...."
Arashi menamparnya sekeras mungkin. Kenzo hampir terpelanting ke belakang. "Pukullah saya, saya pantas mendapatkannya.."
Arashi begitu murka hingga seluruh wajahnya memerah. Ia berkali-kali menoleh ke arah pintu ruang darurat rumah sakit, matanya hinggap pada lampu yang menyala di atas pintu itu. Ia menoleh kepada Kenzo lagi, menamparnya lagi.
"Bahkan, jika kematian yang ayah inginkan agar bisa memaafkan saya, saya juga akan melakukannya!" Kenzo berkata, menerima tamparan Arashi telak di wajahnya. "Jika Kazura.... Jika dia..."
"Tidak ada jika. Ia harus hidup. Aku tidak mau tahu, dia harus hidup." Arashi menepis kasar dan keras, "Shoukei Wataru, apa kau mendapatkan bajingan berengsek itu?!"
Kenzo menunduk lagi. "Saya menusuknya di perut, begitu banyak darah yang keluar dan tidak ada seorang pun yang datang bersamanya. Ia berlari sebelum saya bisa menebasnya lagi."
Arashi menghela napas, begitu kesal akan jawaban itu. "Ia masih hidup."
"Ia mengeluarkan banyak darah dan daerah sana begitu sepi, tidak ada siapa-saipa dan waktunya sangat sedikit." Kenzo berkata, menyela, walau pun sebenarnya tidak ingin membela dirinya sendiri.
"Dia masih hidup. Dia seperti tikus got, setelah kau menyiram air panas dan menginjaknya sekalipun, ia tetap berjalan-jalan dengan bulu kotornya dan menebar penyakit, ke seluruh tempat. ia masih hidup, setan berengsek itu." Arashi berkata dengan suara yang rendah dan cepat, begitu cepat hingga kata-katanya hampir tidak jelas untuk di dengar. Wajahnya masih merah padam karena marah. "Aku tidak akan membiarkannya menyentuh Kazura lagi."
Anggota lain yang gagal menjalan kan tugas akan memotong ruas jari kelingkingnya, memberikannya kepada Arashi. namun, kini, ketika giliran Kenzo yang menggagalkan tugasnya, Matsugasaki-kai pindah ke Kumamoto.
Shoukei Wataru di kabarkan mengejar Kumamoto, tetapi kehilangan arah segera setelah ia sampai di sana karena tidak menemukan Matsugasaki-kai yang ia cari telah bubar. Ketua mereka. Yoshimitsu Arashi , menghilang entah ke mana.
"Kenzo..."
Kenzo menoleh ke atas, mendapati Kazura sedang memperhatikannya dengan tatapan khawatir. Kenzo masih terduduk di atas aspal, tetapi ia segera bangkit. Ia tersenyum kepada Kazura, mengantungkan kembali ponselnya.
"Apa yang sedang kau lakukan larut malam begini di luar?" Kazura bertanya mengucek matanya. "Kau akan masuk angin."
"Kau yang akan masuk angin, keluar malam-malam begini hanya dengan piama mu." Kenzo mendorong lembut punggung Kazura, mengiringnya kembali ke dalam rumah. Ia berhenti sesaat dan berbalik ke belakang, memandang sekilas ke sekeliling. Tidak ada siapa-siapa, tetapi ia merasa ada memperhatikannya. Kenzo berbalik dan berjalan di belakang Kazura, masuk ke rumah. Di sana, ia akan menghilangkan ras seperti di ikuti itu.
Satu dan lain hal kembali ke benak Kenzo. Bagaimana ayahnya pindah ke Kumamoto. Ia dan Kazura ikut pergi untuk beberapa saat lamanya setelah Kazura sedikit lebih baik, tetapi mereka pada akhirnya kembali ke Tokyo, memulai hidup di rumah yang mereka tinggali sekarang, berdua saja. Segalanya segar di benak Kenzo, tetapi tampaknya Kazura sudah melupakan segala hal itu. Kenzo sendiri tidak ingin Kazura mengingatnya.
Kazura sedikit tenang sekarang, tangannya menggenggam mug berisi cokelat panas. Ia jauh lebih baik dari pada petang tadi di ketika Kenzo menemukannya di ambang gerbang sekolah. Akhirnya Kenzo mengerti mengapa mereka berkata kau tidak akan mengetahui betapa pentingnya sesuatu hingga sesuatu itu menghilang.