Chereads / Love at The End of Spring / Chapter 14 - Empat belas

Chapter 14 - Empat belas

Kenzo membuka pintu depan perlahan, tetapi deriknya sampai ke telinga Kazura. Kazura spontan memejamkan matanya ketika ia melihat cahaya dari ruang tamu merayap masuk ke kamarnya. Pintu kamarnya di buka perlahan.

Malam itu di tutup dengan sebuah kecupan yang lembut dan hangat pada kening Kazura. Biasanya, itu saja sudah cukup untuk membuat Kazura terlelap dan mimpi indah. Namun, tidak untuk malam ini.

***

Tadi pagi Kazura segera tahu Kenzo ingin mengatakan sesuatu. Karena walaupun sarapan di meja telah siap, Kenzo sendiri masih berada dalam kau dan celana tidurnya, Kenzo selalu bangun dan membersihkan diri, baru menyelesaikan segala hal lain. Jika ia mengacaukan urutannya, pastinya ada sesuatu yang salah.

Walaupun tahu betul tentang itu, Kazura tetap mengambil resiko. Berharap dengan tangannya menggenggam milik Kenzo, dengan matanya memelas kepada Kenzo. Kenzo akan menjelaskan telepon tadi malam kepadanya.

Kenzoe mendesah mendengar pertanyaan Kazura, "Bagaimana kau tahu? Apa kemarin kau belum tidur? Kazura, aku tidak bisa..."

Kazura menggenggam tangan Kenzo lebih kuat lagi, meremasnya. Ia tidak ingin melepaskannya sebelum Kenzo berkata 'ya'.

"Kazura," Kenzo berkata lagi, "Izumi Rei bukan kakak mu."

"Apa kau melakukannya karena kau tidak ingin aku menemuinya?" air mata mengumpal di ujung mata Kazura. Ia tidak bisa menghentikan dirinya. Kata-kata kemudian mengalir seperti air matanya, "Kau selalu ingin menjauhkan ku dari setiap keluargaku, mengapa kau bisa menelepon ayahmu kapan saja. Sementara aku tidak bisa? Mengapa kau tahu di mana ayahku sementara aku tidak tahu? Mengapa kau bisa menemui Izumi Rei, kakak tiriku sendiri tapi aku tidak bisa?"

"Kau tidak mengerti, Kazura." Kenzo bangkit dari tempat duduknya, meraih pundak Kazura. "Aku tidak bisa. Mungkin sebagian dari diriku bahkan mengatakan bahwa aku tidak mau... Tidakkah kau mengerti? Bahkan, ketika kau belum bertemu dengan Izumi Rei, kau bisa menangis demi dirinya. Apa yang akan terjadi setelah ini, aku tidak tahu... Namun, Kazura, dia benar-benar bukan kakak mu."

"Jika kau tidak mau mempertemukan kami." Kazura agak bergetar, melepaskan dirinya dari pelukan Kenzo "Aku akan mencarinya sendiri."

"Dia bukan kakak tirimu, Kazura. Bahkan, hal ini pun aku tidak seharusnya memberitahu mu. Tapi, ini memang kenyataannya. Ia bukan kakak mu."

Kenzo bersusah payah untuk menyampaikan hal itu kepada Kazura. Kazura hampir percaya kepada tatapan yang memelas itu, pada cengkeraman di bahunya. Kazura di paksa untuk percaya. Namun semakin ia di paksa, ia semakin yakin yang Kenzo katakan bukan kebenaran.

Kazura berlari ke luar rumah, meninggalkan Kenzo berdiri lunglai di dekat meja makan. Bungkusan bekal yang telah di siapkan di lewati Kazura begitu saja. Tampaknya, untuk makan siang hari ini Kazura akan membelinya di stasiun.

***

Ketika Kazura menghempaskan tubuhnya ke atas ranjang, hari telah lewat petang. Ia tidak menerima satu pun telepon dari Kenzo ata keterlambatan pulangnya, padahal hari ini sama sekali tidak ada latihan tambahan tenis. Kazura tidak peduli.

Sore tadi, Kazura dan teman-temannya pergi ke bioskop di Kabukicho untuk menonton. Kazura mengusulkan nama tempat itu ketika mereka makan siang di atap. Kali in, giliran Miho yang tersedak mendengarnya. Tidak lama sebelumnya, Arata terbatuk melihat kotak bekal Kazura yang jelas telah di beli di stasiun. Mereka tahu ada sesuatu yang tidak beres terjadi dengan Kzuraa, tetapi tidak ada yang mengatakan apa-apa. Bagaimana pun, sudah lama mereka menunggu hingga mereka bisa membawa Kazura berjalan-jalan dan ebrsenang-senang.

Walau pun mata Kazura tertanam pada layar bioskop, ia tidak tertawa pada setiap leluconnya, juga tidak menangis pada adegan-adegan yang mengharukan. Pikiran Kazura melayang pada tempat lain, pada orang lain. Ia ingin bertemu Izumi Rei walaupun kini tampaknya tujuan untuk bertemu Rei sedikit berubah. Bukan karena Rei mungkin adalah kakak tirinya..., tetapi karena Kenzo melarangnya, Kazura semakin ingin bertemu dengannya. Semakin di larang semakin ingin.

Kazura tidak bisa mengerti Kenzo. Melarangnya bertemu Rei, melarangnya bermain keluyuran sepulang sekolah, mengapa melarangnya menikmati semuanya selam ini? Toh, setelah keluyuran di Kabukicho, kini ia sudah kembali ke kamarnya, baik-baik saja. Apa selama ini hanya Kenzo yang melebih-lebihkan segalanya? Bahwa bagaimana dunia di luar sana itu berbahaya dan keji, bahwa Kazura butuh perlindungan penuh dari Kenzo?

Walau mungkin... Kenzo tidak sepenuhnya salah. Kazura teringat kejadian itu, ketika ia bersama Toshiro Yuta di Kabukicho. Ia hapal di mana itu terjadi, dan tadi ia melewati tempat itu lagi. Arata terus berkata bagaimana ia ingin masuk ke Bar Moonlight, bar tempat pria beranting mengupas kentang yang menyelamatkan Kazura bekerja. Arata juga berkata ia menyesal masih di bawah umur dan ia dengar kalau Oxygen, minuman andalan di Moonlight, adalah minuman terenak yang pernah ada di bumi. Kazura tidak peduli tentang oksigen maupun karbon dioksida, jadi ia hanya jalan dengan cepat melewati bar itu, berusaha menghilangkan reka ulang kejadian mengerikan itu di otaknya.

Seakan desahan panjang bisa membuat Kazura tenang, ia melakukannya beberapa kali. Ya, ia sudah pulang. Ia sedang berbaring di atas ranjangnya. Ia kembali dengan selamat dari Kabukicho.

Kazura ingin meraih piama di dalam lemarinya tidak sabar ingin menanggalkan seragamnya yang kini terasa tidak nyaman. Namun, bahan kulit hitam yang menyembul dari balik piamanya mengingatkan Kazura akan sesuatu. Jaket kulit itu masih di sana. Tiba-tiba, segalanya terasa seperti menyambung di otak Kazura. Bar Moonlight. Pria beranting. Jaket kulit hitam di tangannya.

Ia telah ke Kabukicho siang tadi. Tidak akan ada bedanya jika ia pergi lagi malam ini, kan?

****

Pria itu tidak berusaha untuk mencolok, tetapi perempuan-perempuan yang duduk di meja-meja seberang tidak henti-hentinya melongok ke arahnya. Mungkin itu karena kecepatan tangan pria itu mengocok dan mencampurkan minuman. Atau, mungkin karena ia sendiri memang mempesona.

Seakan semua kedap-kedip warna lampu di Kabukicho malam itu sudah berlebih, minuman hasil campuran pria itu warna bening. Satu suguhan Oxygen lain seperti yang di pesan telan selesai.

Entah mengapa, hari ini pria itu merasa sangat pening. Ia duduk menyingkap rambut pirang dari pelipisnya sebelum memijatnya. Ia setengah bersyukur Moonlight bukanlah diskotik, jadi tidak perlu khawatir dengan lampu yang bisa membuat sakit kepalanya bertambah akut. Namun, musik di sini hampir sama parahnya.

Ia hampir meledak marah ketika salah seorang pegawai menambah keributan dengan bertengkar dengan seseorang di ambang pintu. Namun, sebelum ia bisa berdiri dan melihat apa yangs edang terjadi seseorang telah memanggil namanya.

"Silver!" mungkin karena rambutnya pirang jadi semua orang yang sudah mengenalnya di bar itu memanggilnya Silver.

***