"Ada aku tidak tahu anak siapa kau, tapi yang jelas aku benar-benar bukan kakak mu." Rey mengatakan. Meneguk obatnya. Ia menghela napas menatap Kazura dalam sekali lagi. "Apa yang bisa ku lakukan? Kau menjagaku hari ini, tapi sejujurnya, aku tidak ingin kau dalam hidupku."
Rey tidak ingin dirinya terguncang ketika melihat genangan air lain di ujung mata Kazura. Maka ia bangkit dan berjalan ke arah lemari dapur. Membukanya, tangannya merogoh beberapa botol kaca yang tersentuh jarinya. Menariknya keluar, Rey merasa dirinya hampir meledak.
"Scoth-ku," Rey berusaha keras untuk tidak berteriak, "Apa kau bisa menjelaskan mengapa botol-botol whisky-ku kosong? Dan ke mana semua kaleng bir ku?"
"Kau sedang sakit! Mana mungkin aku membiarkan mu meminum itu semua?" Kazura menjawab, menggigit bibirnya. Campuran antara ketakutan dan kesedihan di wajahnya, tetapi Rey sedang terlalu kesal untuk merasa iba. Kazura membela dirinya, "Lagi pula, minuman keras tidak baik untuk kesehatan..."
"Aku bartender. Aku bisa mencampurnya, aku sangat tahu racun apa yang sedang aku minum.!"
Rery menghela napasnya, kekesalannya telah mencapai puncak. Ia menghabiskan terlalu banyak uang untuk minuman itu, dan kini gadis yang ia hampir tidak kenal membuang semua isinya ke saluran air, meninggalkan botol-botol kacanya kosong. Ia berjalan cepat ke arah lemarinya, membuaknya. Ia bersiap-siap untuk mengantisipasi sebuah kekacauan menghambur ke luar, tetapi baju-bajunya telah terlipat rapi dan tertumpuk di satu sisi. Namun, ia sama sekali tidak bisa menemukan bungkusan-bungkusan rokoknya.
Kazura berkata sebelum Rey sempat bertanya apa pun, "...Aku tidak tahan menghirup asap rokok, jadinya ku pikir mungkin kau juga lebih baik berhenti. Bagaimana pun, kau dan aku akan menghabiskan waktu bersama, jadi..."
"Menghabiskan waktu bersama?" Rey bertanya, ia ingin suaranya lebih keras tetapi tubuhnya masih terlalu lemah, "Aku tidak punya uang tersisa bulan ini untuk membeli rokok lagi dan aku akan mati jika tidak menghisap satu batang lagi untuk satu jam ke depan. Adikku, kau bilang? Kau tidak tahu apa pun tentang aku. Dan... demi tuhan, kau bahkan tidak bisa menghirup asap rokok."
Rey menolak untuk menatap Kazura yang masih terduduk di kursi meja makan. Tangannya memijit pelipisnya, bertanya lagi, kini dengan suara yang lebih tenang, "Katakan apa yang kau ingin tahu, kau inginkan diriku... apa pun itu, jika bisa membuat kita imas. Lalu aku ingin kau pergi."
"Ayahku, di mana dia?" Kazura bertanya, suaranya bergetar, "Jika kau memang tidak menginginkan ku sebagai adik, baiklah. Setidaknya mungkin kau bisa membuatku bertemu ayahku."
Rey terhenti. Ia menoleh ke arah kalender usang yang tergantung di dindingnya.
"Kalau kau ingin bertemu dengannya, kau bisa ikut denganku hari yang sama minggu depan."
Tidak ada jawaban. Rey masih menghindari tatapan Kazura. Namun, ia tahu Kazura telah berdiri dari tempat duduknya.
"Aku akan ke sini lagi minggu depan." Kazura berkata, suaranya bergetar, "Aku harap kau tidak sedang membohongiku."
Hanya setelah Kazura berjalan ke luar, Rey bisa mendongak dan melihat punggung kecilnya yang menjauh, menutup pintu di belakangnya. Ia kemudian sendiri lagi di dalam sana, hanya di temani meongan sesekali dari Pororo. Rey mendesah. Akhirnya ia kembali ke kehidupan normalnya, pada keadaan rumahnya yang biasanya.
Rey merasakan ada sesuatu yang terinjak. Ia membungkuk dan mengambil secarik kertas yang terselip di bawah kakinya.
...Aku simpan bungkusan-bungkusan rokokmu, tapi aku akan memberikannya satu setiap tiga hari. Mungkin dengan begitu bisa membantumu berhenti. Merokok benar-benar tidak baik untuk kesehatan, tapi, aku menyisakan satu bungkus di laci lemari. –Kazura...
Rey sangat terganggu dengan kenyataan bahwa Kazura memang berencana untuk menemuinya amat sering, sesering tiga hari sekali. Rey meremas catatan kecil itu, melemparnya ke sembarang arah. ia tidak punya empat sampah. ia hanya ingin catatan itu menghilang dari hadapannya. Gumpalan kertas kecil itu mendarat di atas kardus kandang Pororo. Rey tidak peduli.
Rey membuka kulkasnya, berharap mendapatkan sejenis minuman yang bisa membuat lidahnya yang hambar sedikit lebih nyaman. Namun ia malah mendapatkan dua nasi kepal di bungkus plastik, di tempeli catatan lain.
...Aku hanya memberikan ini mungkin cocok untuk kau makan jika kau lapar di malam hari. Sisa isi bentoku memiliki ikan laut di dalamnya dan aku tidak yakin itu baik untuk orang sakit... Aku pernah membuat muka ku bengkak seluruhnya karena makan salmon segera setelah turnamen maraton sekolah, itu akan terjadi pada mu karena tubuhmu sedang tidak fit. Namun jika kau masih ingin memakan bento buatanku, aku pasti akan membuatnya lagi untuk mu ketika kau sudah sembuh. Rey-nii! Tidak baik memakan mie instan impor terus menerus walau ku dengar mereka memang sangat enak. –Kazura...
Rey tahu dirinya terlalu bodoh jika ia meremas dan membuang nasi kepal itu. Ia juga tidak meremas catatannya. Ia menaruh nasi kepalnya kembali ke dalam kulkas, lalu membalikkan badan, berjalan ke arah kandang Pororo dan memungut catatan lain yang telah berubah menjadi segumpal sampah. Ia meluruskannya lagi dengan jemarinya.
Ia terduduk di atas ranjang, membaca catatan itu berulang kali, lalu berdecak. Mengapa Kazura harus meninggalkan catatan-catatan seperti ini? Rey tidak tahu perilaku seperti ini apa yang harus ia tunjukkan kepada Kazura jika mereka bertemu lagi.
Dan untuk kedua kalinya dalam hidupnya, Kazura merasa di tolak.
Ia tidak biasa dengan penolakan. Ada kalanya dirinya merasa amat manja, tetapi tidak pernah ada yang menolaknya. Tidak ketika ia merengek kepada Arata untuk menemaninya membersihkan lapangan tenis. Juga tidak ketika ia memelas pada Haru, menunjukkan bagian dari pelajaran Aljabar yang sama sekali tidak ia mengerti. Kakak-kakak kelas klub tenis memang mempercayakannya dengan tugas manajer, tetapi tidak pernah terlalu memberatkan-nya. Anak-anak lelaki melindunginya, bahkan anak-anak perempuan yang iri kepadanya tidak pernah tega mengganggunya. Singkatnya, hidup Kazura amat mudah untuk di jalani.
Namun, sebagai manusia, ia juga pernah merasakannya... Bagaimana rasanya sakit hati dan di tolak. Pertama kalinya adalah dari Kenzo. Sudah lama sekali tapi Kazura tidak pernah bisa melupakannya. Ia memang kecewa jika ingat Kenzo telah memberikan kancing keduanya saat kelulusan kepada gadis lain, tetapi ada kejadian lain yang membuat Kazura bahkan lebih kecewa. Kejadian yang membuat Kazura sadar ia sedang di tolak. Jauh lebih halus di bandingkan kata-kata kasar Rey, tetapi teta sebuah penolakan.
Walaupun saat itu Kazura baru masuk SMP, dia mengerti dan yakin benar apa yang ia rasakan. Tumbuh besar bersama Kenzo memang tidak natural, apa lagi ketika dirinya tidak tahu hubungan darah macam apa yang ia dan Kenzo miliki. Namun, ia tidak berdaya menghadapi perasaan itu.