Chereads / Bright Light / Chapter 4 - Bertemu Pagi

Chapter 4 - Bertemu Pagi

"Amanda, bangun! Saya harus pulang," bisik pria itu. "Em, pulang saja sana. Saya tidak akan mengganggu anda, kok__" jawab Amanda masih memejamkan matanya.

"Tapi tidak enak jika saya keluar begitu saja. Apakah kami tidak mau mengantar saya sampai ke depan?" tanya pria itu.

"Maaf sebelumnya, tapi kan bukan saya yang meminta Paman ke sini. Jadi, kenapa harus saya mengantar sampai ke depan?" elak Amanda.

"Kalau begitu, saya permisi dulu, ya. Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarokatuh!"

Pria itu akhirnya pulang sendiri. Amanda merasa lega dan melanjutkan tidurnya di kamar. Pria itu bernama Haykal Lutfi. Berusia sekitar 27 tahun dan menjadi guru agama di mana nanti Amanda sekolah. Sejak kecil, Haykal sangat agamis. Ia besar di pesantren milik kakaknya, lalu baru kembali ke desa untuk melakukan perjodohan dengan Nia.

Sayang, baik Nia maupun Haykal menolak perjodohan itu. Haykal sementara ingin mengajar di sekolah dan mengajar ngaji di mushola di desa. Rumah yang Haykal tempati milik neneknya. Namun, neneknya sudah almarhumah sepuluh tahun yang lalu.

[Assalamu'alaikum, kenapa Nia belum pulang? Hujan sudah reda, saya pulang dulu, ya]

Pesan dari Haykal belum juga Nia buka. Dia masih sibuk dengan beberapa anak-anak yang hendak pulang mengaji. Haykal merasa penasaran dengan Amanda ini. Bahkan, ia tak hentinya melihat ke jendela kamar amanda dari balik jendela kamarnya.

"Mengapa sifatnya sangat berbeda dengan Nia? Wajahnya sangat mirip, bahkan sulit untuk dibedakan. Bahkan, aku sempat mengira dia adalah Nia, bukan Amanda." gumam Haykal sampai terheran-heran.

Suara adzan subuh berkumandang. Nia berusaha membangunkan Amanda yang susah untuk diminta sholat subuh bersamanya. Mungkin memang mungkin belum terbiasa, tapi Nia ingin membiasakan Amanda untuk rajin beribadah.

"Manda ayo dong, bangun!" pinta Nia menarik lengan Amanda.

"Saya masih mengantuk Nia, tolong biarkan saya tidur satu jam lagi…," Amanda berusaha memohon.

"Saya, saya. Jika kamu bicara dengan yang seumuran kamu, kamu bisa menggunakan kata 'aku', Amanda. Jangan menggunakan kalimat formal. Sudahlah, ayo kita ke masjid, sholat subuh jama'ah di sana," desak Nia.

"Aku masih mengantuk, Nia!" bentak Amanda.

"Demi Ayah!"

Kunci agar Amanda menurut memang pada ayahnya. Apapun itu, jika demi ayahnya, Amanda akan menurut. Sesuai keinginan Nia, akhirnya Amanda mau juga ikut ke mushola. Di perjalanan ia bertemu dengan Endin.

Sesampainya di mushola, semua menatap ke arah Amanda. Benar-benar sangat mirip dengan Nia. Bedanya, Amanda masih mengenakan jilbab dengan memperlihatkan rambutnya setengah. Semua orang menatap Amanda. Seorang puri Pak Maliki akhirnya pulang juga ke rumah.

Semuanya tidak menyangka jika Amanda akan kembali. Karena menurut rumor, Amanda tak akan pernah dikembalikan, hak asuh Amanda memang ada pada Tamara Zoetmolder. Tapi, Pak Maliki dan Nia adalah keluarganya. Sampai kapanpun, mereka berdua adalah keluarga Amanda.

Selesai sholat pun warga masih menatap Amanda dnegan penuh keheranan. Bahkan ada salah satu dari ibu-ibu sempat bertanya kepada Amanda. Memastikan jika dia adalah kembaran dari Nia yang diadopsi oleh orang kaya dan dibawa ke luar negri.

Di perjalan pulang, Amanda menanyakan hal itu kepada Nia dan Endin. "Semua orang kenapa menatapku? Apakah aku buruk? Atau, ada yang salah dengan wajahku, penampilanku? Ahh, sialan! Ini sangat menyebalkan!"

"Mana ada. Kamu itu sangat cantik. Lihat, kulitmu saja lebih putih dari kita semua di sini, kamu ini cantik, Amanda!" seru Nia.

"Iya, meski wajah kamu mirip dengan Nia. Tapi kulitmu lebih mulus dari Nia, hahahaha…." sambung Endin dengan lelucon konyolnya.

"Apa-apaan kalian ini? Definisi cantik itu dari hati, good looking itu hanya bonus. Anugerah dari Tuhan. Jika cantik harus putih dan mulus, noh cat tembok mushola juga putih mulus," canda Amanda sembari tertawa terbahak-bahak.

Nia dan Endin tersenyum mendengar ungkapan dari Amanda. Haykal pun mendengarnya saat itu, ia sudah ada di belakang mereka saat mereka keluar dari mushola. Dari situ, Haykal semakin penasaran dengan sosok Amanda ini.

*****

***

Setelah sarapan, Nia dan Amanda berangkat ke rumah sakit untuk melakukan transfusi darah. Karena tidak ingin terlambat, mereka meminta Haykal untuk mengantarnya sebentar. Sekalian Haykal akan berangkat ke sekolah.

"Mobil siapa itu?" tanya Amanda.

"Itu mobilnya Ustadz Haykal. Aku sengaja menghubunginya, kita akan nebeng dengannya ke rumah sakit," jawab Nia dengan senyuman.

"Apa itu nebeng?" tanya Amanda masih belum paham bahasa non-formal.

"Um, bareng gitu. Atau bisa jadi, kita menumpang ke mobil Ustadz Haykal sampai ke sekolah. Paham, 'kan? Ah, sudahlah! Kita nanti terlambat, sebaiknya kita juga harus cepat."

Rupanya, masih banyak kosa kata yang seharusnya Amanda pelajari lagi. Amanda tidak ingin terlihat bodoh ketika tinggal di desa tersebut. Selama diperjalanan, Amanda hanya fokus mendengarkan musik melalu earphonenya saja. Sembari memandangi pemandangan desa, perasaan tiba-tiba Amanda merasa lebih tenang.

Sesekali, Haykal melirik ke arah Amanda yang saat itu matanya terpejam menikmati alunan lagu di dalamnya. Amanda memang sangat menyukai musik, apalagi musik yang bisa membuatnya tenang.

"Astaghfirullah, kenapa aku menatapnya seperti itu?" batin Haykal. "Tidak boleh seperti ini. Dia adalah saudari kembarnya Nia!" lanjutnya dengan perang batin.

Amanda masih belum banyak bicara. Dia memang seperti itu. Jika dilihat, Amanda akan semakin terlihat seperti Nia yang sangat tenang dan pendiam. Mereka belum tahu saja sifat asli dari Amanda. Apakah, Haykal akan menyukai Amanda, atau Nia?

*********

Sesampainya di rumah sakit, Nia berterima kasih kepada Haykal karena sudah diantar sampai tempat denhan selamat. Hal yang sama juga dilakukan oleh Amanda yang memberikan senyuman manisnya. Tak sengaja, ada barang yang tertinggal di mobil Haykal, dan ternyata barang itu milik Amanda. Dan keduanya sama-sama tidak mengetahui hal itu.

"Apa kalian nanti harus aku jemput?" tanya Haykal sebelum pergi.

"Tidak, kami bisa pulang sendiri. Lagian, aku takut jika ustadz memang sedang sibuk, kami juga tidak bisa mengganggu pekerjaan, ustadz," ucap Nia.

"Kami? Kamu saja, perasaan__"

Haykal tersenyum dan berpamitan. Menyalakan mobilnya dan segera pergi. Begitu juga dengan Amanda dan Nia yang langsung menuju ke ruang cek up. Amanda tetap harus cek darah dulu sebelum donor. Mereka harus menunggu lagi di ruang tunggu.

"Kenapa mesti cek lagi, sih? Sudah jelas aku ini anaknya. Kenapa masih cek, anjiir!" umpat Amanda.

"Astaghfirullah hal'adzim. Manda, kok, ngomongnya gitu? Kan di cek biar tahu keadaan darah kamu itu 99% cocok tidaknya dengan darah ayah," jelas Nia.

"Santai saja, aku juga tidak pernah minum alkohol, kok. Darahku pasti aman, masih suci. Bahkan vampir saja mengantri ingin menghisap darahku," ucap Amanda menggibaskan rambutnya.

Nia tertawa mendengar lawakan dari saudara kembarnya. Nia tidak menyangka jika Amanda juga bisa membuat lelucon agar dirinya tidak panik lagi.