Chereads / Bright Light / Chapter 11 - Kekecewaan Mami Tamara dan Barack

Chapter 11 - Kekecewaan Mami Tamara dan Barack

"No, no, no! Aku baru saja bertemu dengan Ayahku dan Tuhan mengambilnya dariku. It's not fair to me … Ayah!" Amanda mengaku menyesal karena selama ini dirinya tidak mengetahui jika memiliki seorang Ayah.

"Kamu yang sabar, ya. Ini semua sudah takdir Allah, kamu yang kuat. Duduklah, aku akan mengurus administrasi Ayah dulu," ucap Haykal.

"Ya Allah, Pak Maliki …." ucap Umi Husna lirih.

Nia dan Amanda duduk di samping Umi Husna. Baik Amanda dan Nia tak bisa berkata apapun, mereka terpukul dengan kepergian Pak Maliki. Semua terjadi begitu cepat, pagi tadi laporan kesehatan Pak Maliki sudah sempat membaik. Lalu, sorenya Pak Maliki kembali ke rahmatullah dengan cepat.

"Semua ini salahmu Nia. Andai saja kamu mau melakukan pernikahan ini … bagaimana? Menyesal, bukan?" desis Amanda.

"Astaghfirullah hal'adzim, Manda … nggak boleh ngomong begitu, Nak. Semuanya sudah takdir Allah. Kalian bersaudara, tidak boleh berseteru. Harus rukun, ya." tutur Umi Husna.

"Maafkan aku, Nia. Aku terbawa emosi." sesal Amanda.

Jenazah Pak Maliki akan segera dibawa pulang. Langsung akan di makamkan. Memang  sudah tidak menunggu keluarga lain. Amanda juga mengatakan jika keluarga yang dari Belanda  akan hadir esok hari, mengingat waktu perjalanan akan sangat lama dari Belanda.

Usai memakamkan, banyak tetangga yang sudah mengetahui jika Amanda menikah siri dengan Haykal sore tadi. Mereka tak habis-habisnya membicarakan Amanda yang tiba-tiba mau dinikahkan.

"Kok bisa, ya. Amanda itu menikah dengan Ustadz Haykal. Bukan gimana-gimana, kan awalnya Nia yang mau dinikahkan, kenapa menjadi Amanda?"

"Aku dengar dari Pak RT, si Nia menolak dinikahkan dengan Ustadz Haykal. Sayang banget menolak, rugi!"

"Atau jangan-jangan, kepulangan Amanda itu memang mau dinikahkan? Ih, kok gitu ya Pak Maliki. Meskipun anak kandungnya, tapi kan yang merawat dia sampai besar bukan Pak Maliki. Harusnya jangan egois dong."

Telinga Amanda sangat panas mendengar argumen-argumen dari tetangga. Yang mereka terka-terka semuanya salah, ingin sekali Amanda membungkam mulut mereka satu persatu. Namun, semua itu di tahan oleh Haykal. Ia menahan tangan Amanda dan menggeleng.

"They are silenced, Ustadz!" bisik Amanda.

"Tanganmu hanya dua, tak mampu membungkam semuanya. Jadi, biarkan saja. Toh, yang dikatakan mereka juga tidak sepenuhnya benar, bukan?" bisik Haykal.

"Justru itu! Mereka membicarakan hal yang tidak benar, saya ha …." ucapan Amanda terpotong.

"Manda, biarkan saja. Kasihan Ayah, dia pasti akan sedih jika kamu seperti ini," tutur Haykal.

Malam itu, baik Amanda maupun Nia tidak ada yang tertidur. Mereka masih duduk berdua di ruang tengah dengan di temani beberapa tetangga yang masih belum tidur juga. Haykal, sebagai suami Amanda juga ada di sana. Ia duduk di samping Amanda.

"Jika kamu mengantuk, kamu bisa tidur lebih dulu, Manda," ucap Nia.

"Tidak, aku tidak mengantuk. Mami dan Barack sudah diperjalanan, aku tidak ingin mereka syok jika melihatku sudah menjadi istri orang nantinya," tolak Amanda. "Aku harus tetap terjaga, supaya Mami tidak menendangku ketika aku bermimpi," imbuhnya.

"Kita akan bicarakan ini bersama. Kita jelaskan kepada orang tuamu nanti," sahut Haykal.

"Baguslah kalau begitu, aku memang membutuhkan bantuan, Ustadz!" seru Amanda.

Nia kembali meminta maaf, dia merasa bersalah kepada Amanda. Nia meminta Amanda pulang awalnya memang untuk menemuinya dan menjaga Pak Maliki bersama. Malah Amanda harus menikah menggantikan dirinya.

****

***

Malam semakin larut, mata Amanda terasa sangat berat. Ia tak mampu lagi menahan kantuknya, sampai akhirnya ia harus merebahkan kepalanya di bahu Haykal.

"Ustadz …." panggil Nia.

"Stt, biarkan saja. Mungkin dia lelah, kamu tolong ambilkan dia selimut, ya." pinta Haykal.

Nia kembali membawakan selimut untuk Amanda. Tak sengaja juga Haykal ikut dalam selimut itu. Kini, Amanda terlihat sangat nyenyak tidur di bahu Haykal.

Sampai juga waktu subuh, Haykal membangunkan Amanda dengan lembut. Ia mengajak Amanda untuk melaksanakan sholat subuh berjama'ah di ruang tengah.

Ajakan Haykal tidak di anggukan begitu saja. Amanda menengok ke kanan kiri, memastikan jika tak ada orang yang akan mendengar ungkapannya. Amanda meminta Haykal untuk sedikit menunduk dan mendekatkan telinganya padanya.

"Aku tidak tau bacaan shalat," bisik Amanda.

"Tidak apa-apa. Kamu ikuti saja gerakannya dulu, nanti aku akan mengajarimu bacaan shalatnya," tutur Haykal dengan lembut.

Amanda sangat cuek, ia hanya mengiyakan apa yang dikatakan Haykal dan mengikuti Nia untuk wudhu. Ia terus memperhatikan tata cara wudhu dari Nia, lalu mulai mengingat semua gerakan wudhu dan mempraktikkannya sendiri.

Tepat siang hari, Tamara dan Barack sampai di kediaman Pak Maliki. Tamara melihat Amanda sedang duduk dengan Umi Husna dan Nia. Ia pun mendekat dan Umi Husna menyambutnya dengan baik.

"Selamat siang," sapa Tamara.

"Siang juga, ini …." Umi Husna bingung karena beliau belum mengenal Tamara.

"Oh, Umi. Perkenalkan, dia adalah Mami saya, dan lelaki tampan di sebelahnya adalah kakak saya, namanya, Barack," ucap Amanda mengenalkan Tamara dan Barack kepada Umi Husna.

"Dan Mami, perkenalkan beliau ini Umi Husna ... Mertuaku," lanjutnya.

"Hah? Mertua?" Tamara dan Barack sampai ternganga. 

Tentu saja Tamara dan Barack jadi diam saja ketika mendengar kata 'mertua' dari bibir Amanda. Raut wajah Tamara yang sebelumnya sumringah menjadi ekspresi kecewa dan sedikit murung.

Setelah bertemu dengan beberapa warga, Barack membawa Amanda ke kamar dan menanyakan tentang pernikahan sirinya dengan Haykal. Karena sejak mereka datang, tetangga terus saja membahas pernikahan siri itu dengan Tamara.

"Barack, aku bisa jelasin ini. Tapi aku tidak bisa menjelaskan tentang pernikahan siri ini sendirian. Aku akan mencari Ustadz Haykal dulu," ucap Amanda.

"No, Amanda. Kamu yang harus menjelaskan sendiri kepadaku. Apa yang sebenarnya terjadi, sehingga kamu harus menikah dengan Ustadz itu," desak Barack.

Diam-diam, Barack telah jatuh cinta kepada adiknya itu. Meski mereka tumbuh remaja bersama, tetap saja Barack bisa jatuh cinta kepada Amanda karena Amanda bukanlah adik kandungnya.

"Aku harus bicarakan ini dengan Ustadz Haykal. Kami akan ceritakan semuanya kepadamu, dan Mami. Tenanglah …." kata Amanda berusaha menenangkan Barack yang sedari tadi terus saja menyulut emosinya.

"Kami sudah ada di sini," Tamara membuka pintu dan masuk bersama dengan Haykal yang berjalan di belakangnya. "Sekarang jelaskan. Kenapa kalian menikah siri dan tidak memberitahuku lebih dulu."

"Mami …." saat Amanda hendak menjawab, Haykal mencegahnya, ia menyentuh tangan Amanda dan tersenyum kepadanya. Sejak tadi, Amanda terus saja terlihat sedih ketika Tamara memasang wajah kecewa.

Melihat aksi Haykal membuat Tamara mengerti, selama ini tidak ada satu orang pun yang mampu membuat Amanda diam ketika bicara. Bahkan orang yang menyela saja bisa ia maki seenaknya sendiri. Namun, dengan Haykal … Amanda langsung diam dan ikut tersenyum sesuai dengan yang dilakukan Haykal.