Mereka saling memandang dengan wajah lucunya. Ruangan memang sedikit gelap, jadi harus saling melihat dengan mata terbelalak.
"Kamu kenapa bangun? Eh, maafkan aku sudah membangunkanmu," ucap Haykal merasa tidak enak hati.
"Mau kemana?" tanya Amanda.
"Maaf, aku tidak bermaksud menyentuh wajahmu. Hanya saja …." Haykal malu untuk mengatakannya.
Amanda tersenyum, ia meminta Haykal tidur kembali. Namun, Haykal ingin pergi ke kemar mandi dulu, hendak buang air. Masih dengan kegugupan, Haykal menenangkan pikiran dan hatinya. Berharap jika Amanda tidak berpikiran aneh-aneh tentangnya.
"Semoga saja Amanda tidak memikirkan hal lain tentangku." gumamnya.
Saat Haykal kembali ke kamar, terlihat Amanda sudah melanjutkan tidurnya dengan paha yang terlihat sangat jelas. Sebab, malam itu Amanda memakai piyama celana pendek. Sontak Haykal langsung memalingkan wajahnya dan menyelimuti paha Amanda.
"Maaf yang tadi, ya …." bisik Haykal.
"Aku istrimu, lakukan apa yang seharusnya dilakukan. Jangan minta maaf terus, atau aku akan merasa sungkan sendiri." sahut Kanada dengan mata terpejam.
Meski Amanda tidak mengerti arti agama lebih dalam. Tapi, ia tahu jika pernikahan itu bukan suatu mainan. Pernikahan baginya adalah hal yang paling indah. Dia mengerti jika wanita yang sudah menikah, tentu akan menjadi hak milik suaminya.
Waktunya shalat subuh. Haykal membangunkan Amanda untuk mengajaknya shalat di masjid. Meski sedikit susah dibangunkan, tapi Amanda tetap bangun dan berangkat bersama dengan Haykal ke masjid.
"Masih ngantuk, ya?" tanya Haykal dengan lembut.
Amanda mengangguk.
"Maaf, ya. Bukannya saya memaksa, tapi kamu sudah menjadi istriku, kamu harus mau jadi muslim yang benar. Meski masih belajar," ucap Haykal.
Amanda hanya mengangkat kedua jempolnya. Dia tetap mau bangun dan melaksanakan shalat subuh berjama'ah di masjid. Mereka juga bertemu dengan Nia di depan rumahnya. Nia sangat bangga dengan Amanda yang mau shalat berjam'ah. Hal itu juga di puji oleh beberapa tetangga yang ikut jalan kaki di belakangnya.
Sejak lahir, Amanda memang terlahir sebagai seorang muslimah. Meski dibesarkan oleh orang bukan muslim, namun Tamara tak pernah memaksakan keyakinannya.
Pulang dari masjid saja, Amanda masih sedikit mengantuk. Sampai ia melihat tukang sayur dan membeli sayur bersama Haykal dan Nia. Matanya langsung melek, karena melihat banyak sayuran. Dimana dirinya memang sangat menyukai sayuran.
"Wah, pengantin baru ini, pulang dari masjid langsung belanja di tukang sayur. Romantis sekali, coba aja nikahnya sama kamu, Nia," ucap tetangga.
Amanda hanya memutar bola matanya dan tak berkomentar. Ia jarang bisa mengendalikan emosinya di pagi hari. Amanda hanya tak ingin menimbulkan masalah bagi suaminya dan nama baik Nia.
"Tapi kamu masih sekolah, bukan? Dengar-dengar, kamu akan sekolah di sekolahan yang sama dengan sekolah Nia dan Ustadz Haykal mengajar, ya? Kalau ketahuan sudah menikah, bagaimana?" ibu-ibu itu masih saja rasa ingin tahunya besar.
"Ya syukur, dong. Mereka tahu sendiri, tanpa kami mengadakan resepsi. Kan kita juga tidak kumpul kebo!" sahut Amanda. "Permisi, Assalamu'alaikum!" pamit Amanda menarik tangan Haykal.
Nia menatap mereka dengan wajah yang berbeda. Bukan cemburu karena dirinya tidak jadi menikah dengan Haykal, tapi lebih sedih saat melihat saudari kembarnya sudah ada di depan matanya, namun tak bisa ia peluk sesuka hatinya lagi karena sang saudari sudah dimiliki lelaki lain.
*********
Benar-benar diluar dugaan. Sebelum berangkat ke sekolah, Amanda sudah menyapu rumah dan menanak nasi. Setelah mandi, ia baru memakai seragamnya dan memasak untuk suaminya. Sedangkan dirinya hanya makan roti selai dengan susu saja. Pekerjaan itu selalu ia kerjakan di rumahnya di Belanda dulu.
Saat Haykal selesai bersiap, ia tidak menyangka jika di meja makan sudah tersedia lauk dan sayur untuknya. Bukan hanya itu, Amanda juga menyiapkan teh hangat untuknya. Peraturan pertama di dapur, Amanda meminta Haykal untuk perlahan menghentikan mengonsumsi kopi. Jadi, ia membuatkan teh untuknya.
"MasyaAllah, ini semua __" ucap Haykal masih belum percaya.
"Pagi, hari ini aku memasak untukmu, Ustadz. Aku juga sudah menyiapkan bekal. Teh hangat untukmu, dan susu untukku, selamat sarapan!" Amanda juga masih sempat menyiapkan dan bahkan mengambilkan nasi untuk Haykal juga.
"Terima kasih," ucap Haykal mengusap rambut Amanda dengan lembut dan sedikit terkejut saja.
Balasan Amanda hanya tersenyum dan mengedipkan matanya dengan perlahan.
"Ah, iya. Aku tidak bisa memakai ini, tolong dong pakaikan," selembar jilbab ia sodorkan kepada Haykal.
Memang Amanda belum pernah berjilbab, jadi ia belum bisa memakainya dengan benar. Haykal pun mengajari istrinya untuk memakai jilbab dan baru pentul itu. Lalu, Amanda langsung paham dan kembali meminta Haykal untuk sarapan bersama.
"Kamu lipat dulu menjadi segitiga seperti ini. Lalu, pakai ciput. Ini yang dinamakan ciput, dipakai supaya rambutnya tidak keluar berantakan," jelas Haykal dengan memakaikan ciput ke kepala Amanda.
"Lalu, kamu rapikan. Lihat di cermin, biar saya rapikan dulu." lanjutnya. "Kamu sedikit dongak keatas. Supaya saya bisa mengaitkan penitinya." sambung Haykal dengan lembut.
Amanda menurut, ia terlihat cantik memakai jilbab. Wajah bulatnya terlihat semakin bulat. Memang sekilas mirip sekali dengan Nia. Akan tetapi, jika terus di pandang, mereka akan terlihat memiliki perbedaan.
Senyum Nia yang selalu tertutup bibirnya dengan lesungnya. Sementara Amanda yang bisa tertawa atau tersenyum dengan memperlihatkan gigi gingsul kanan kirinya.
"Makasih, ya. Kamu sudah membuat sarapan se-repot ini untukku," ucap Haykal.
"Aku istrimu, bukan? Berhenti bilang maaf dan terima kasih untuk hal yang sederhana. Oke?" jawab Amanda memakan rotinya.
Usai sarapan, mereka berangkat bersama. Kebetulan Nia juga baru keluar dari rumahnya. Amanda memintanya untuk berangkat bersama, karena tujuannya sama. Hari itu pertama kali Amanda masuk sekolah sebagai dirinya. Jadi, ia bebas melakukan apapun sesuai sifat aslinya.
"Ingat, jangan sampai pernikahan ini bisa keluar ke sekolah. Di desa masih tidak masalah, karena memang semuanya harus tahu. Tapi … jika pihak sekolah sampai mengetahuinya, Amanda tidak akan bisa sekolah lagi di sekolahan itu," pesan Haykal.
"Iya, Ustadz." jawab Amanda dan Nia bersamaan.
Berangkatlah mereka ke sekolah bersama dengan Haykal mengendarai mobilnya. Meski suami istri, untuk menghindari tanda tanya di sekolah, sengaja Amanda duduk dibelakang bersama dengan Nia.
"Kamu cantik sekali memakai jilbab, Manda. Bagaimana perasaanmu?" tanya Nia basa-basi.
"Cantik terlihat sepertimu. Lihat, kita mirip, bukan?" sahut Amanda membuka kamera ponselnya.
"Kamu punya ponsel sendiri?" tanya Nia.
"Iyalah, laptop juga ada di rumah Ustadz Haykal. Kenapa? Memangnya tidak boleh, ya?" jawab Amanda.
"Bukan tidak boleh. Di sekolah memang tidak diperbolehkan membawa ponsel. Berikan kepada saya, saya akan menyimpan untukmu. Nanti, selesai pelajaran, saya akan kembalikan lagi kepadamu," Haykal terpaksa meminta ponsel istrinya sementara waktu.
Pertama kali Amanda memakai identitas aslinya ke sekolah. Apa pendapat teman-temannya?