Malam yang seharusnya Amanda buat untuk istirahat, ia malah mencari kelima dari siswi sekolah lain yang membully saudari kembarnya sampai terkapar di rumah sakit. Amanda berpamitan dengan Haykal untuk keluar sebentar membeli jus buah yang buahnya tidak ada di kulkas.
"Ini sudah jam 8, loh. Beneran nggak mau diantar?" tanya Haykal.
"Yang penting aku dah salat, 'kan? Aku bisa sendiri, kok. Aku akan pulang cepat, Ustadz!" seru Amanda.
Amanda meraih tasnya dan kemudian bersalam kepada suaminya, tak lupa jga ia mencium tangan suaminya dengan pelan.
"Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarokatuh. Tunggu aku pulang, oke?" canda Amanda.
"Wa'alaikumsallam warahmatullahi wabarokatuh, hati-hati di jalan. Jangan ngebut bawa motornya, kamu belum punya surat izin, loh!" seru Haykal mengingatkan akan keselamatan berkendara kepada istrinya.
Hidup Amanda seketika berubah drastis. Dahulu, ketika dia ingin keluar rumah, pasti Barack akan selalu menemaninya. Tamara juga sangat posesif kepadanya, karena di tempat mereka tinggal memang berbeda saat Amanda tinggal sekarang.
"Siapa sangka, aku memiliki suami yang baik. Haha, ini adalah balasan dari Tuhan karena aku menjadi anak yang baik selama 17 tahun ini, hehe …." celetuk Amanda.
Di tengah jalan, Amanda bertemu dengan Devan. Devan menemukan info dari anak-anak buahnya tentang kelima siswi tersebut. Malam itu, Amanda dengan dibantu oleh Devan, akan membuat orang yang menyentuh Nia akan mendapat balasan yang adil.
"Nia dengan siapa?" tanya Amanda.
"Dengan temannya yang kolot itulah, siapa lagi?" sulut Devan.
"Kok kamu menyulut, sih? Kan aku nanyanya baik-baik," ucap Amanda.
"Apakah bertanya dengan baik-baik itu ekspresinya harus datar seperti itu? Dasar! Kamu memang kembaran Nia, tapi kamu berbeda dengannya," kesal Devan menaikkan kerah jaketnya.
"Dih, aku ya aku, Nia ya Nia. Kenapa semua orang selalu membandingkan antara aku dengannya, sih?"
Amanda merasa tak adil jika anak kembar selalu dibedakan, apalagi mereka juga tumbuh di keluarga dan lingkungan yang berbeda. Cara mendidik Pak Maliki dan Tamara juga berbeda. Maka dari itu, meski keduanya kembar, Amanda dan Nia tetap sepeti orang lain dengan wajah yang mirip.
"Menurut Solip, mereka sedang merayakan kemenangan mereka di cafe ini," ungkap Devan.
"Siapa dia, Solip?" tanya Amanda.
"Dia temanku, sudahlah jangan gagal fokus. Sebaiknya kita intai mereka dulu," ucap Devan mengucapkan kata itu dengan mendekatkan wajahnya ke wajah Amanda.
"Hey, jauhkan wajahmu!" kesal Amanda menonyol wajah Devan.
"Aku cuma mau memastikan, kau mirip dengan Nia atau tidak. Rupanya jika di perhatikan dengan seksama, kalian juga memiliki perbedaan, hehe …." celetuk Devan.
"Aku wanita bersuami, jangan dekat-dekat denganku seperti ini, atau suamiku akan mendapat neraka di akhirat nanti."
Devan merasa tak kaget saat Amanda mengatakan jika dirinya wanita bersuami, sebelum itu, Endin sudah menceritakan segalanya. Namun, tetap saja Devan masih belum yakin saat itu. Sampai pada akhirnya ia mendengar sendiri dari mulut Amanda.
Mereka duduk dan memesan makanan layaknya pengunjung cafe pada umumnya. Amanda berkata, "Kita tidak boleh gegabah, kamu pesan makanan dulu, biar aku yang minta bantuan dengan manager atau pemilik cafe ini untuk menyiapkan tempat untukku olahraga." ujar Amanda menepuk-nepuk bahu Devan.
"Olahraga? Kita datang kemari, 'kan …." protes Devan.
"Jangan kebanyakan protes, pesan saja sekarang!" desis Amanda.
"Iya, bawel!"
Amanda masuk mendekati pelayan dan menanyakan tentang managernya. Kebetulan, pemilik dari cafe itu juga ada di tempat. Dengan begitu, akan memudahkan Amanda untuk membuat kelima siswi itu mendapatkan balasan.
"Perkenalkan, nama saya Azzam. Pemilik cafe ini, ada yang bisa saya bantu?" ucapnya.
Tak mungkin Amanda mengatakan di depan konsumennya, ia meminta tempat untuk membicarakan kelima siswi tersebut. Bukti video juga sudah Amanda dapatkan dari orang yang namanya Solip tersebut.
"Jadi, kelima siswi itu …?" tanya Azzam.
Amanda mengangguk, kemudian Amanda meminta Azzam untuk mengundang kelima siswi itu masuk ke salah satu ruangan yang ada di cafe itu, atau tempat lain agar Amanda segera membereskan urusannya.
"Baiklah, kamu tunggu di sini dulu, oke? Saya akan mengundang mereka ke atas, atau kamu bisa menunggunya di ats dulu?" usul Azzam.
"Saya membawa teman, saya akan bawa teman saya sekaligus. Permisi, dan terima kasih atas bantuannya," ucap Amanda pergi mendekat ke mejanya lagi.
Setelah sampai di mejanya, Amanda kaget dengan menu yang dipesan Devan sangat banyak. Tentu saja membuat Amanda kesal, tujuan mereka datang ke cafe itu bukan dinner, melainkan memberi pelajaran kepada kelima siswi yang membuat Nia terkapar.
"Apa-apaan, ini? Kamu gila ya? Pesan makanan sebanyak ini itu untuk apa?" tanya Amanda.
"Heh, aku sak pole isih waras. Aku luwe, ayo madang sik!" ucap Devan. (Heh, aku masih sangat waras. Aku lapar, ayo makan dulu!)
"Kita bukan mau dinner kesini! Ayo segera keatas!" tepis Amanda.
Amanda meminta kepada karyawan cafe untuk membungkus semua makanan yang dipesan Devan. Kemudian mengajak Devan segera naik ke atas. Kelima siswi itu rupanya sudah sampai di sana.
"Eh, mereka bocah-bocah tengil itu. Ayo kita bereskan!" seru Devan.
"Jangan gegabah, biarkan aku yang membereskan mereka. Kamu rekam saja, oke? Ini masalah perempuan, duduklah dengan cantik di sana," Amanda menunjuk bangku yang sudah disiapkan oleh Azzam.
Melihat Amanda membuat kelima siswi itu terkejut. Siapa yang tidak akan kaget, orang yang sudah mereka bully sampai pingsan masih bisa berdiri dengan sehat di hadapannya.
"Dia memang munafik, sekarang bahkan tidak berjilbab!" bisik salah satu dari mereka.
"Kalian harus minta maaf, jika tidak …." ucapan Amanda terhenti.
"Jika tidak apa? Mau laporin kita? Sini, kalau kamu berani!" sulut salah satu dari kelima siswi itu.
Amanda menebak jika siswi yang tengil itu adalah ketua dari genus mereka. Kamera sudah disiapkan oleh Devan. Ketika kelima siswi itu menghajar habis Amanda, Amanda belum menyerangnya. Amanda sengaja berakting, agar dirinya terlihat teraniaya dan mampu menuntut mereka berlima dari video itu.
"Hahaha, dasar cemen! Pengecut, lemah dan menjijikkan!" hina sang ketua geng.
"Gini aja sudah k.o. Apalagi kalau berkelahi beneran, bangun pecundang!" teriak sang ketua geng.
"Mas, kita harus membantunya. Kasihan dia," Azzam panik melihat Amanda terus dipukuli oleh kelima siswi itu.
Ketika Devan memberi kode, bahwa dirinya sudah mematikan kamera, kini giliran Amanda yang akan beraksi. Kali ini, Amanda tidak akan meloloskan mereka begitu saja.
Aksi Amanda memang tidak di ragukan lagi. Hidup dengan didikan ala orang luar Negeri memang berbeda dengan didikan dalam Negeri. Mereka siap menanti ganjaran yang seharusnya didapatkan karena sudah menyentuh saudari kembarnya.
Mereka harus bertanggung jawab kepada Nia. Meminta maaf secara langsung di depan semua anak sekolah dan mengakui kesalahannya disuruh oleh siapa dari sekolah tersebut.
Uh, bagaimana cara Amanda membuat mereka kalah?