Saat sore, Clara sedang dalam perjalanan menuju pulang dengan menaiki taxi. Dia sudah mengaktifkan ponselnya kembali namun selalu mengabaikan panggilan Nathan, bahkan memilih untuk menghubungi sebuah nomor penyedia mata-mata yang dia ketahui dari internet.
"Selamat sore, kami dari tim agensi mata-mata new York. Jika anda membutuhkan jasa kami, silahkan daftarkan diri anda segera," ucap seseorang dari telepon saat Clara sudah terhubung dengan perusahaan agensi itu.
"Saya Clara. Saya ingin memesan 1 orang mata-mata yang bisa diandalkan untuk menyelidiki sebuah kasus. Mengenai apa yang harus diselidiki akan saya kirimkan melalui email," sahut Clara dengan formal.
"Baiklah, anda juga harus memasukan data diri anda dan kami akan memberikan sebuah formulir berisi tentang segala hal menyangkut ketentuan untuk mendapatkan pelayanan dari kami," sahut seseorang yang bersuara wanita itu.
"Okay," sahut Clara datar.
"Kami menunggu."
"Akan segera saya kirim."
Clara memutuskan sambungan telpon itu. Dia segera mengirim data pribadi tentang dirinya, perihal kasus yang harus di selidiki, lalu permohonan untuk tidak memberitahu Nathan bahwa dia meminta jasa mata-mata di sana. Setelah mendapatkan persetujuan, dia mengirim sejumlah uang cukup banyak dengan akun bank milik mendiang Clara, karena dia tidak ingin dicurigai oleh Nathan yang menyebalkan. Ya, dia terlalu kesal pada Nathan hingga memutuskan untuk menyelidiki kasus itu bersama mata-mata lain.
'Aku harus bisa karena waktuku tidak banyak,' batin Clara setelah selesai berurusan dengan agensi mata-mata itu. Dia mematikan ponselnya kembali, lalu mengalihkan pandangannya pada suasana pinggir jalan.
Kebetulan saat itu taxi sedang berhenti di sebuah lampu merah. Clara melirik kanan kiri hingga pandangannya tertuju pada sebuah mobil hitam di mana jendela terbuka memperlihatkan sosok yang duduk di dalamnya.
"Mia ... Michael? Kenapa mereka bersama?"
Hati Clara seperti teriris saat melihat mereka adalah Mia dan Michael. Dia sungguh kesal dan iri karena sepupunya itu kini dekat dengan pacarnya, orang yang sangat dia cintai.
'Mereka akan semakin dekat karena sekarang tubuhku dipindahkan di rumah ... Ini benar-benar menyebalkan ... Aku muak, aku sungguh muak!' Clara berkata dalam hati sambil terus menatap Michael yang menatap ke arah depan. Ada rasa ingin memanggil, namun dia tidak memiliki alasan.
Beberapa menut kemudian, Michael kembali melajukan mobilnya, begitu pula dengan taxi yang membawa Clara.
___
Nathan berada di rumah Casey. Dia mencoba mencari keberadaan Clara di sana setelah ke rumah sakit namun tidak menemukannya. Dia tidak ingin membicarakan tentang mobil itu karena takut Clara akan semakin marah.
"Karena istri saya tidak di sini, saya pamit untuk pulang," ucap Nathan yang duduk di sofa berwarna putih tepatnya di ruang tamu rumah Casey yang megah bernuansa metalik.
"Jika dia datang ke sini nanti, saya akan hubungi anda," sahut Robert, paman Casey.
Nathan mengangguk dengan tersenyum ramah kemudian segera beranjak dari sofa. Dia berjalan menuju keluar rumah dengan di antar oleh Robert sampai tiba di teras. Pria itu segera ke mobilnya di mana sudah ada sopir yang selalu menunggunya.
Drett ... Drett...
Ponselnya yang terletak di saku jas berdering. Nathan berhenti di tangga teras, kemudian meraih benda canggih itu dan melihat ada panggilan masuk dari salah satu bodyguard bernama Daniel, kemudian segera menjawabnya sambil berjalan menuju mobil.
"Hallo, Daniel. Apa kamu sudah mendapat kabar tentang Clara?" tanya Nathan to the point.
"Iya, Tuan. Nyonya Clara baru saja pulang dengan diantar taxi," jawab Daniel terdengar tenang.
Nathan menghela napas lega, kemudian segera masuk ke mobil sambil berkata, "yasudah kalau begitu. Pastikan dia tidak pergi lagi."
"Baik, Tuan."
Nathan segera memutuskan sambungan telpon itu, kemudian meminta supirnya untuk mengantarnya pulang ke mansion. Pria itu duduk dengan tenang, namun hatinya sungguh resah.
'Baiklah ... Aku akan menuruti keinginannya. Lebih baik aku berada dalam kesulitan karena dia daripada aku tanpa dia, meskipun sekarang dia sangat berbeda,' batinnya sedih.
___
Clara memasuki rumah, langsung disambut oleh Diana dan Frederica yang sedang berada di ruang tamu. Mood nya seketika makin memburuk karena harus fokus menjadi Clara seutuhnya karena ada mertua dan putri Nathan.
"Clara, kamu dari mana saja?" tanya Diana menghampiri Clara, kemudian memeluknya untuk sejenak. Wanita paruh baya itu terlihat elegan dalam balutan terusan dress berwarna biru gelap dengan lengan tertutup dan membiarkan rambutnya tergerai indah.
"Eh ... Tadi saya hanya sedang ingin mencari ketenangan saja, Ma," jawab Clara dengan senyum palsunya.
Diana menghela napas, kemudian menyentuh pundak Clara. "Apapun yang terjadi, Mama harap antara kamu dengan Nathan bisa saling memahami dan jangan sampai berpikir untuk saling menjauhi Karena untuk bisa menjadi sepasang suami istri pun kalian butuh perjuangan. Jadi, jangan pernah sia-siakan perjuangan kalian."
"Iya, Ma. Tadi kami hanya berselisih paham dan saya pergi untuk menenangkan diri. Semua akan baik-baik saja." Clara tersenyum meyakinkan, mengalihkan pandangannya pada Frederica yang mendongak menatapnya dengan begitu polos dan cantik. Dia pun berjongkok di hadapan gadis mungil itu, lalu menyentil pipinya yang chubby. "Hi, manis. Mama tidak menyangka kamu di sini ... Jika tau kamu di sini, mungkin mama tidak akan pergi terlalu lama."
"Eh,.mama dari mana?" tanya Frederica dengan suara imutnya.
"Eh, mama tadi hanya sedang jalan-jalan. Bertemu dengan beberapa teman." Clara menjawab dengan berbohong.
"Nanti kalau papa sudah pulang, aku ingin bermain dengan mama dan papa," ucap Frederica yang memang sudah diajari memanggil Clara dengan sebutan "mama".
"Iya, Sayang. Tentu saja."
"Clara, kamu dan Nathan bisa menghabiskan waktu bersamanya selagi dia di sini. Dia akan berada di sini selama beberapa hari," ucap Diana.
"Eh, benarkah?" Clara kembali berdiri. "lalu ... Bagaimana dengan Patricia?"
"Dia mengijinkan karena dia tidak ingin Frederica kekurangan perhatian dari Nathan. Walau bagaimanapun, dia ayah kandungnya, dia harus memberikan cinta padanya sebagai seorang ayah," jelas Diana dengan semburat kesedihan di wajahnya. Dia beralih duduk di sofa, menatap Frederica yang begitu polos dan lucu mengenakan celana legging mini berwarna hitam dipadu dengan sweater abu-abu serta mengikat rambutnya ala ekor kuda. "Apapun yang terjadi, gadis kecil ini tidak pernah ingin menjadi anak yang tidak diinginkan ... Dia tidak boleh tersakiti."
"Iya, Ma. Nanti saya akan membujuk Nathan supaya tidak terlalu dingin padanya," sahut Clara kembali melirik Frederica yang kini memainkan boneka kecil di sofa. 'Dia memang hanya anak kecil yang tidak tau apa-apa. Jikalau Nathan tidak pernah merasa bahwa telah menghamili Patricia, setidaknya dia juga harus menunjukkan sikap baik pada Frederica karena dia tidak tau apa-apa,' batinnya.
"Clara ... Jika kamu ingin istirahat, tidak apa-apa," seru Diana.
"Eh, iya ma. Saya mandi dulu," sahut Clara segera meninggalkan ruang tamu menuju kamar lantai atas jangan melintasi ruang tengah yang tampak sangat sepi.
Sembari berjalan, Clara terus menerus memikirkan tentang apakah benar Patricia bukan anak Nathan atau memang Nathan sudah menghamili Patricia secara tidak sengaja? Bahkan dia juga tidak bisa berhenti memikirkan tentang mobil yang tadi sudah dia bayar dan akan segera diurus oleh orang kepercayaan yang menjadi mata-matanya, lalu memikirkan Bagaimana Michael akan merespon Mia yang sekolah selalu mendekatinya.
'Astaga ... Ini bisa membuatku gila! Sepertinya aku butuh berendam air hangat untuk relaksasi,' batinnya kesal.