Setibanya di mansion, Nathan segera ke kamar tanpa memperdulikan ibunya ataupun Frederica yang menyambut yang di ruang tamu. Pria itu berjalan dengan tergesa-gesa menaiki tangga mengabaikan ibunya yang berteriak kepadanya.
"Nathan, jangan terlalu keras pada Clara ... Apapun yang terjadi diantara kalian kalian harus menghadapi situasi dengan tenang!"
Nathan menghela napas, berhenti di tengah-tengah tangga kemudian menoleh menatap ibunya yang berdiri di ruang tengah lantai dasar. "Ma, Aku tidak akan berbuat kasar padanya. Bahkan aku tidak pernah berbuat kasar padanya selama ini ... Aku hanya ingin segera bertemu dengannya dan meminta maaf. Mama tidak perlu khawatir," serunya kemudian lanjut berjalan.
Diana menghela napas, beralih menatap Frederica yang tampak kecewa. Lihat pun tersenyum pada cucunya itu kemudian mengajaknya duduk di sofa.
"Jangan sedih, nanti papa akan mengajakmu bermain," serunya.
"Tapi papa tidak mau menciumiku atau memelukku," sahut Frederica dengan suara imutnya dan perkataannya pun masih belum terlalu jelas karena dia masih berusia 2 tahun.
"Jangan sedih nanti dia akan mencium mu atau bahkan menemani kamu tidur," seru Diana, kemudian memeluk Frederica. "Sekarang kamu bersama nenek-nenek. Kamu mau makan atau mau bermain?"
"Aku ingin minum susu," ucap Frederica dengan lesu.
"Okay, kita minta Nanny untuk membuat susu," sahut Diana kemudian setelah menggendong dan mengajaknya menuju kamar untuk menemui nanny-nya supaya segera membuatkan susu.
___
Setibanya di kamar, Nathan berjalan pelan sambil menatap ke arah yang baru selesai mandi dan sekarang sedang berada di depan meja rias, tampak memakai make up. Istrinya itu sudah terlihat sangat anggun mengenakan terusan dress berwarna putih dengan bagian dada yang agak lebar, lalu memakai blazer berwarna putih kekuningan agak tipis dan transparan, serta membiarkan rambutnya tergerai begitu saja.
"Kamu ke mana saja?" tanya Nathan.
"Hanya mencari ketenangan," jawab Clara tanpa menoleh.
Nathan menghela napas, perlahan mendekati Clara lalu menyentuh pundaknya dengan tatapan mengarah pada cermin. "Kamu tau ... Aku sangat mengkhawatirkan kamu. Tidak seharusnya kamu pergi sendirian karena ..."
"Karena aku tidak aman, maksudmu begitu?" tanya Clara sebelum Nathan selesai bicara. Dia beranjak dari kursi lalu berjalan menuju ranjang sambil berkata, "percuma aku aman jika hatiku tidak tenang. Aku tau kamu ingin yang terbaik untukku, tapi bukan berarti harus selalu mengedepankan urusanku."
"Sayang, apa maksudmu?" tanya Nathan dengan sendu.
"Kamu terlalu fokus mengurus tentang pekerjaan dan kasus racun itu sampai kamu mengabaikan sebuah kasus yang lebih parah," jawab Clara dengan kesal.
"Maksudmu kasus Casey?" tanya Nathan.
"Aku tau Casey hanya teman baru, tapi dia seperti ini karena akan menghadiri pesta pernikahan kita. Dia adalah gadis yang tidak memiliki orangtua, lalu celaka, lalu kasus kecelakaannya pun sangat aneh. Kasihan jika semua dibiarkan berlalu tanpa kejelasan ... Aku khawatir saat dia tersadar, dia masih berada dalam bahaya. Kita tidak tau, apa selama ini yang selalu bersamanya adalah orang yang baik atau bukan, seperti yang ada di sekitarmu saat ini." Clara berkata dengan sangat lugas, meluapkan amarahnya karena pikirannya sedang kalut. Kalian bayangkan saja Dia sedang stress dengan kasus kecelakaan itu, lalu melihat Michael bersama Mia terus-menerus, lalu sekarang harus menghadapi Nathan dan segala macam problem dalam hidupnya. Ah, Clara bisa stress!
"Baiklah, kita akan mengurus kasus itu bersama," ucap Nathan mengalah. Dia berjalan mendekati Clara yang duduk di tepi ranjang, kemudian berjongkok di hadapannya, mendongak menatapnya penuh harap. "Jangan marah lagi ... Aku tidak bisa melihat mu seperti ini, aku tidak bisa melihat kamu menjauhi aku," lanjutnya sambil meraih tangan istirnya itu.
"Percuma." Clara memalingkan wajah.
"Tidak ada kata percuma ... Besok kita akan ke bengkel itu untuk mengurus pembelian mobil itu, lalu kita minta polisi untuk melakukan investigasi," ucap Nathan sangat serius. "Kita juga akan ke Los Angeles untuk menemui penjual mobil itu ... Intinya kita akan menelusuri kasus ini bersama-sama."
Clara menatap Nathan yang tampak memohon dan sangat tulus. Hal itu membuatnya sedikit merasa tersentuh dan tidak tega jika terus-menerus marah padanya sedangkan jiwanya yang sudah menumpang di tubuh istrinya.
"Sudahlah ... kita tidak perlu repot-repot mengurus kasus ini. Lebih baik kita urus masalah kita sendiri saja," ucapnya.
"Tapi bukankah kamu ingin membantunya?" tanya Nathan dengan heran.
"Aku ingin, tapi kita tunggu saja dia sampai bangun. Dia yang berada di posisi kecelakaan itu maka dia yang tahu bagaimana semua itu bisa terjadi. Kita hanya perlu menunggu dia bangun," jawab Clara dengan tatapan datarnya. Dia merasa tidak ingin membuat Nathan terpaksa menuruti keinginannya karena dia tidak suka sesuatu dengan keterpaksaan. Lagipula, dia sudah menyewa mata-mata untuk menyelidiki kasus ini bersamanya secara rahasia.
"Apa kamu ingin mandi sekarang?" tanyanya, mengalihkan pembicaraan.
"Iya," singkat Nathan.
"Aku akan menyiapkan air hangat untuk mu. Setelah kamu mandi nanti kita ajak Frederica untuk makan di luar lalu mengajaknya bermain," ucap Clara sambil beranjak berdiri. Dia segera berjalan menuju kamar mandi tanpa menunggu tanggapan dari Nathan.
Nathan terdiam, menoleh menatap ke arah yang berubah pikiran secara mendadak tidak ingin membantu mengurus kasus kecelakaan Casey lagi. Ini membuatnya merasa aneh tapi merasa bersalah juga karena istrinya mungkin sudah sangat kecewa padanya sehingga tidak membutuhkan bantuannya lagi.
'Sebaiknya aku membayar orang kepercayaanku untuk menyelidiki kasus kecelakaan Casey,' batinnya.
----
Michael berada di rumah Casey. Dia berencana untuk menginap di sana karena ingin selalu di dekat Casey yang masih belum menunjukkan perkembangan samasekali. Tentu saja, karena jiwanya terperangkap di tubuh Clara, dan entah bisa kembali atau tidak.
"Michael, apa kamu sudah makan?" tanya Mia yang baru datang memasuki kamar yang begitu luas bernuansa metalik namun kini dilengkapi oleh fasilitas medis.
"Belum. Nanti saja," singkat Michael yang duduk di tepi ranjang tepat di samping pinggang Casey.
Mia mendekat, duduk di kursi dan menatap Casey yang diam terpejam memakai pakaian pasien berwarna biru muda, rambut tergerai dan tubuh yang terpasang banyak peralatan medis.
"Nanti malam aku akan tidur di sini untuk menemaninya," ucap Michael.
"Hemm ... Itu bagus," sahut Mia agak jealous.
"Jika kamu ingin istirahat, istirahatlah ... Aku akan selalu di sini, bahkan makan di sini," seru Michael dengan pandangan masih tertuju pada Casey sambil memegangi tangannya dengan lembut. "Aku masih berharap dia mendadak bangun saat aku di sampingnya."
"Semua juga berharap begitu, tapi nyatanya masih tetap sama," sahut Mia.
" Tapi jangan pernah berhenti berharap, dia pasti akan kembali bangun, lalu aku akan menikahinya," ucap Michael kemudian mencium punggung tangan Casey.
Mia mengerutkan keningnya. "Menikah?"
"Iya ... Aku ingin menikahinya," Michael menegaskan.
"Yeah ... Kamu memang harus menikahinya saat dia bangun. Kalian berhak bersama dalam hubungan yang sah," sahut Mia dengan tersenyum namun dalam hatinya berkata, 'Sebelum kamu menikahinya, aku akan membuatmu jadi milikku ... Atau bila perlu aku buat dia tidak bangun samasekali, supaya kamu tidak memiliki pilihan selain meninggalkan dia lalu mencari gadis lain untuk kamu nikahi.'