Chereads / Musafir Hub (Perjalanan Cinta) / Chapter 4 - Mensucikan Najis Tahi Ayam

Chapter 4 - Mensucikan Najis Tahi Ayam

"Perhatikan, pertama hilangkan dulu tahi ayam itu dengan sepet ini dulu sampai benar-benar bersih, ya ukuran bersih itu sekira tahi ayam itu sudah hilang sifatnya," ucap Hafizh tiba-tiba dipotong oleh Hanif.

"Kok sifat? Emang tahi ayam punya sifat? Kaya manusia aja," sergah Hanif.

"Hanif .. Hanif, dengar ya .. sifat yang dimaksud bukan sifat seperti manusia sabar, pemarah, pemurah, pemaaf bukan itu maksudnya ...!"

"Lalu apaan?" sahut Hanif.

"Sifat ayam itu .. eh salah, tahi ayam maksudnya, sifat tahi ayam itu ya meliputi rasa, bau dan warna," terang Hafizh.

"Hahaha ... kok ada rasa segala? Emang Kang Hafizh pernah tahu gimana rasanya tahi ayam?" tanya Hanif terlihat merasa geli dengar penjelasan dari Hafizh.

"Ya gak harus dicicipi juga keles ... cukup perkiraan saja, pokok tahi ayam itu kamu ambil dulu pake sepet itu terus buang sepetnya, udah gitu ambil sepet yang masih baru terus gosokkan ditempat tahi yang telah kamu buang itu tadi, gosok-gosok terus berkali-kali dengan gonta-ganti sepet sampai sekira rasa dan aromanya hilang, ingat! Cukup perkiraan, gak perlu dijilat, understand?"

"Yes no, yes no, hehehe ..." jawab Hanif sambil mengangguk, dan kemudian dia pun mulai arahan dari Hafizh, namun perasaan jijiknya tetap saja belum bisa hilang.

"Berani gak ya ... ah ... tidak ... empuk ...!" ujarnya sambil mulut menyeringai dan wajah mendongak ke atas.

"Ayo, itu buang, habis itu ambil sepet yang baru terus gosok-gosok lagi lalu buang lagi, ambil lagi gosok-gosok buang lagi terus ... sampai hilang bau dan rasanya," ujar Hafizh sambil tersenyum.

Begitulah akhirnya tugas pertama dari sang maha guru Abah Kiai bisa di selesaikan Hanafi dengan baik dan benar, setelah itu Hanif bergegas ke blumbang untuk cuci tangan dan kaki, dan begitu selesai Hanif segera kembali ke asrama.

"Kang Hafizh, Kang ...?" mengira kalau Kang Hafizh sudah ada di dalam kamar tapi rupanya gak ada, lalu Hanif pun merebahkan tubuh untuk istirahat, belum juga terlelap tiba-tiba terdengar suara orang yang datang.

'Itu pasti kang Hafizh, biarlah aku tak pura-pura sudah tidur,' ucap batin Hanif sambil merubah posisinya dengan menghadapkan wajahnya ke dinding yang terbuat dari papan.

"Eealah dapat salam malah sudah tidur," ujar Kang Hafizh lirih. Begitu denger kalo dapet salam acara pura-pura tidurnya pun akhirnya gak jadi.

"Apa Kang, dapat salam? Dari siapa Kang?" tanya Hanif masih belum dengan posisi tidur.

"Dari Naila."

"Dari Naila?!" ujar Hanif begitu dengar nama Naila dan langsung bangkit dan duduk.

"Dari Naila? Kenapa kok nitip salam segala?" tanya Hanif nampak penasaran.

"Ya katanya terimakasih." Kang Hafizh kemudian duduk sambil menarik nafas panjang.

Hanif bertanya, "Ada apa Kang?"

"Ya katanya terimakasih kertas pembatasnya telah kamu balikin," ujar Kang Hafizh sambil memejamkan matanya, "Ini masih liburan, jadi masih sepi, insyaallah besok sudah pada datang, jadi kamu juga harus bersiap untuk menghadapi berbagai macam sifat dan karakter teman-teman santri yang ada," ujar Kang Hafizh berpesan, dan kemudian Hanif pun kembali merebahkan tubuhnya.

"Adikku menyebalkan ya?" ujar Kang Hafizh yang tiba-tiba ngomong seperti itu, dan kontan saja itu langsung membuat Hanif sedikit kaget.

"Kok menyebalkan? Emang Adik Kang Hafizh kenapa?" tanya Hanif sambil menoleh ke Kang Hafizh.

"Lha tadi itu lho dia kok tiba-tiba saja bilang kalau sedang kangen, lha emangnya kangen sama siapa? Begitu aku tanya, dia gak jawab, cuma senyum-senyum gak jelas gitu, heh ... menyebalkan banget kan?" Dan nampak Hanif hanya menimpalinya dengan senyuman.

"Emangnya umur Adik Kang Hafizh itu berapa?" lanjut tanya Hanif.

"Kalau gak salah dia sekarang delapan belas tahun, dan tadi itu dia juga memberi aku sebuah buku, nih bukunya ... padahal jelas-jelas dia itu tahu kalau aku ini orangnya males buat baca-baca buku kaya gini ini, baikan baca Alquran atau kitab dari pada baca ginian, kamu mau baca?" tanya Kang Hafizh, dan Hanif pun mengangguk sambil berkata.

"Boleh, sini .." lalu Kang Hafizh pun menyodorkan buku pemberian Naila itu kepada Hanif dan Hanif menerimanya, lalu buku itu dibaca di bagian sampulnya yang ada tulisan berbunyi "Kiai juga manusia, dari Mas Dewa."

Lalu Hanif pun langsung membacanya, dan disitu juga ada kertas pembatasnya juga, sama seperti kertas pembatas yang pernah aku kembalikan, di kertas pembatas kali ini juga terdapat sebuah tulisan yang juga cukup panjang, adapun bunyi tulisan itu adalah, "Cerita di dalam dunia ini tidak pernah ada habisnya, aku sangat mencintai ibu .. terimakasih ya Allah .. engkau izinkan Kakakku untuk untuk mengucap minta maaf sebelum akhirnya ibu menghembuskan nafas terakhirnya, ya Allah ya rob .. aku sangat merindukan ibu .. ibu yang telah merawat dan membesarkan aku dengan ketulusan cinta dan kasih sayangnya, dialah satu-satunya orang yang bisa mengerti dan memahami tentangku, tidak berlebihan jika surga ditempatkan di bawah telapak kakimu wahai ibu .. juga sangat wajar apabila derajat mu lebih tinggi dan mulia bila dibandingkan dengan derajat ayah dengan selisih tiga tingkatan, bahkan murka Allah juga tergantung pada murkamu, ya Allah ... ridhoilah hamba di setiap apa yang hamba lakukan, di saat badai cobaan datang menerjang, di saat aku rapuh dalam kesendirian .. tuntun aku ke jalan hidayah mu, mudahkanlah langkahku dalam menapaki jalan menuju surgamu, sebagai tempat akhir dari rangkaian perjalanan panjang yang akan aku tempuh."

Demikian bunyi sebagian dari tulisan buku Naila, lalu merasa kurang tertarik Hanif pun langsung meletakkan kembali buku itu.

'Kok isinya seperti ini ya .. kaya nyindir aku gitu,' ujar Hanif dalam hati lalu setelah itu memberikan kembali pada Kang Hafizh.

"Nih Kang bukunya, aku gak jadi baca, gak tertarik."

"Emang sudah kamu baca? Atau cuma lihat-lihat saja kaya aku? Hehe ..." tanya Kang Hafizh.

"Udah dikit," balas Hanif.

"Kata Naila membaca itu berdasarkan pengalaman, tapi gak tau juga sih, tapi udahlah coba baca aja dulu .."

"Kok seperti ada yang aneh kedengarannya, bukannya pengalaman itu berdasarkan dari membaca ya?" tanya Hanif.

"Hehehe ... iya kali," kembali Kang Hafizh tertawa. Lalu Hanif kembali meraih buku punya Naila itu, 'Untung saja yang punya buku orangnya cantik, baiklah aku lagi .. siapa tahu ...? Bodo ah!' ujar Hanif dalam hatinya, dikit demi sedikit Hanif nampak mulai tertarik dengan isi buku itu, setelah cukup lama membaca tiba-tiba Hanif menutup buku itu dan kemudian berkata.

"Mas Hafizh, tolong ajari aku sholat yang benar dong .. mau kan?"

"Ajari? Mau bayar berapa?" tanya Hafizh yang mungkin saja bermaksud menggoda Hanif, sesaat Hanif terdiam dan nampak sedang berpikir.

"Uangku sudah mulai menipis itu," balas Hanif dengan memasang muka melasnya.

"Hehe .. becanda," ujar Kang Hafizh.

"Lho kok becanda? Padahal masih ada simpanan di ATM lo," timpal Hanif yang tiba-tiba terlihat serius.

"Beneran?" sahut Kang Hafizh.

"Iya bener, tapi di ATM nya Abah Kiai hahaha ..."

"Sialan kau." Dan mereka berdua pun tertawa bareng.

"Terus kapan Kang Hafizh mau ngajarin nya?" lanjut tanya Hanif.

"Nanti malam juga bisa, tapi belajar wudu dulu, masak wudu saja belum udah mau langsung sholat?" balas Kang Hafizh.

"Iya dah ... aku ngikut Kang Hafizh saja ..."