Hari semakin malam kira-kira jam sembilan malam, tepatnya setelah kegiatan belajar bersama usai Kang Hafizh mulai mengajari Hanif wudhu, untuk cara-caranya membasuh Alhamdulillah Hanif cepat bisa melakukannya, tapi untuk bacaan niat arabnya dan bacaan doanya dia belum hafal jadi mesti diulang dan menjadi PR bagi Hanif, lalu setelah selesai belajar wudhu mulailah untuk belajar sholat dan kira-kira pukul sepuluh malam akhirnya acara belajar itupun usai dan kemudian mereka berdua pun langsung istirahat.
Tepat pukul tiga pagi Kang Hafizh pun bangun untuk melakukan sholat tahajud, dan karena memang sudah berpesan untuk ikut melakukan maka Kang Hafizh pun juga membangunkan Hanif, dan kemudian mereka pun sholat tahajud dan kemudian diteruskan baca Alquran sampai menjelang adzan subuh, lalu setelah sholat berjamaah mereka pun langsung mengikuti kegiatan sorogan dan setelah semua kegiatan selesai Hanif nampak ngobrol-ngobrol dengan Kang Hafizh.
"Kang Abah Kiai itu namanya ada berapa to?"
"Dua setahuku, sebelum haji namanya Romy dan setelah haji diubah menjadi Mashudi."
"Oh gitu ... kok namanya malah keren sebelum haji ya Kang? Hehehe," timpal tanya Hanif berseloroh.
"Ya itu mungkin itu karena beliau sudah tidak butuh dengan yang namanya ketenaran dan ke kerenan seperti yang kau katakan itu."
"Eh tapi sumpah aku itu salut banget dengan Abah Kiai, disiplinnya itu lho yang sulit untuk dicari tandingannya," ucap Hanif penuh dengan rasa kagum.
"Ya memang, pokok kalau dah ngomongin Abah Kiai sudahlah tidak bisa lagi untuk kita samai, jauh ... jauh ...!" sahut Kang Hafizh mengungkapkan perasaan kagumnya pada sosok gurunya itu.
Setelah itu mereka pergi ke sawah untuk bekerja di sawahnya Abah Kiai yaitu merawat tanaman jeruk dan buah naga, dan kira-kira pukul sepuluh siang mereka pulang lagi ke pondok, seperti biasa setelah selesai membersihkan badan mereka berdua makan di ndalem, dan kemudian istirahat sebentar untuk tidur qoilullah, setelah sholat duhur mereka sekolah diniah, dan tiba-tiba saja ada mobil warna hitam melintas dan tiba-tiba Kang Hafizh berkata.
"Sebentar," lalu bergegas mendekati mobil yang telah berhenti tepat di depan pintu gerbang Pondok.
Dari tempatnya berdiri Hanif melihat ada seorang cewek cantik tinggi kulit putih melambaikan tangannya sambil berseru.
"Sini Fiz!"
Melihat itu Hanif pun langsung bertanya-tanya dalam hati, 'Siapa cewek cantik itu? Kok kenal Kang Hafizh? Masak iya dia ceweknya? Ah .. beruntung banget Kang Hafizh bisa dapetin cewek cantik tinggi kulit putih kaya lagi,' ujarnya sambil terus memandangi Kang Hafizh yang nampak tengah diajak bicara dengan cewek cantik itu.
Tidak lama kemudian Kang Hafizh balik lagi berjalan ke arah Hanif, Hanif yang sudah sangat penasaran pun langsung berkata.
"Siapa itu tadi Kang?" tanya Hanif.
"Putrinya Abah Kiai, namanya neng Zahra Damariva, ia mondok di pesantren salafiyah Syafi'iyah, dia itu Hafizh Lo," ujar Kang Hafizh yang nampak mengejutkan bagi Hanif.
"Hafizh? Maksudnya dia dijodohkan dengan Kang Hafizh gitu?" tanya Hanif dengan rasa kaget dan penasaran.
"Huss! Ngawur saja, bukan Hafizh aku maksudnya ... tapi Hafizah .. yang artinya dia itu perempuan yang hafal Alquran," ujar Kang Hafizh menjelaskan.
"O ... gitu to ..." ucap Hanif terbengong.
Melihat keanggunan Neng Zahra Damariva sepertinya mengulik rasa penasaran Hanif, Hanif merasa ingin tahu lebih banyak tentang Putri Kiainya itu.
Satu minggu berlalu, hari itu langit nampak mendung, awan hitam menggantung di langit dan siap untuk jatuh mengguyur bumi Blambangan.
Kang Hafizh berkata, "Eh aku mau jenguk adikku dulu ya, Naila," ujar Kang Hafizh.
"Iya Kang, oh iya ini bukunya yang kemarin, pulangin dan sekarang tolong pinjamkan lagi yang lainnya hehehe ..." Lalu berangkatlah Kang Hafizh sedangkan Hanif nampak mengambil buku fasholatan dan kemudian membacanya, dia nampak menghafalkan doa qunut, karena dari semua bacaan sholat yang ada tinggal qunut saja yang belum Hanif hafal.
"Pokok aku harus benar-benar bisa sholat dengan benar, karena kata Abah Kiai pas ngaji kemarin sholat adalah puncak dari semua amalan ibadah-ibadah yang dilakukan oleh manusia, kalau sholatnya bagus maka amal-amal yang lain juga lebih mudah untuk bagus dan sudah bisa dipastikan lebih mudah untuk mendapatkan kehidupan yang berkah di dunia dan akhirat," ujar Hanif bertekad untuk benar-benar berubah menjadi pribadi yang sholeh.
Di kemudian hari secara tidak sengaja Hanif berpapasan dengan neng Zahra yang tengah berjalan dengan ditemani dua santri putri yang berjalan mengawal sang Putri Kiai yang cantik jelita itu, sebagai seorang cowok dan meskipun dia berstatus sebagai murid namun perasaan kagumnya pada sang putri Kiai itu tidak bisa Hanif pungkiri.
'Hoh ... kenapa ketika aku sudah bertekad untuk taubat tapi malah bertemu dengan cewek secantik ini? Udah gitu Putri Abah Kiai lagi, hmmm ... sadarlah Nif .. Hanif ... kamu itu siapa ... ngaca ... sana ngaca ...!' ujar hati Hanif nampak sedang menasehati dirinya sendiri.
Setelah itu Hanif bergegas menuju ke tempat wudhu dan kemudian langsung ambil air wudhu lalu masuk masjid, begitu masuk didalam Hanif secara kebetulan bertemu dengan santri yang kemaren nyerobot masuk kamar mandi, santri jail itu nampak sedang duduk menunduk didekat tiang didalam masjid, lalu Hanif berjalan mendekati.
"Kamu kenapa Kang?" tanya Hanif menyapa.
"Gak papa, lha sampean sendiri mau ngapa? Mau sholat? Ya udah sana, atau mau buat perhitungan soal kemarin pas antrian mandi itu?" tanya Kang pondok yang dirasa Hanif cukup aneh dan unik tingkahnya.
"Ah enggak Kang ... masak cuma gitu aja mau buat perhitungan," jawab Hanif sambil tersenyum.
"Jadi bener kamu gak benci?" lanjut tanya Kang pondok aneh itu.
"Ya buat apa benci, wong kita sama-sama mondok kok disini," jawab Hanif terlihat sangat bijak.
"Ya siapa tahu kamu mau ikut-ikutan anak-anak yang lain," ujar Kang pondok aneh.
"Emangnya teman-teman disini pada benci sama kamu Kang?" tanya Hanif lagi.
"Ya begitulah, Kang kang di sini pada gak suka sama aku, aku sadar kalau aku memang menyebalkan, tapi kan itu akibat dari tingkah laku mereka yang tidak mau menghargai aku, memang aku orangnya gak ganteng, kulit juga hitam, banyak panu, badanku juga bau, tapi mestinya mereka kan tahu bahwa gini-gini aku juga makhluknya ciptaan Alloh," tutur Kang pondok aneh panjang lebar, dan nampak Hanif mendengarnya dengan seksama dan kemudian tersenyum, kemudian Kang pondok aneh itu kembali berkata.
"Meskipun mereka pada bersikap seperti itu terhadapku tapi aku tetap sabar menghadapinya, karena aku tahu bahwa Alloh itu cinta kepada hambanya yang bersabar, tapi ya namanya aku juga manusia biasa yang kadang juga bisa kehabisan stok sifat sabar," ujar Kang pondok aneh itu serius namun juga cukup menggelikan didengar, dan rupanya kata-katanya pun masih berlanjut.
"Udah di rumah Ibuku sedang sakit, aku ingin pulang tapi aku malu, padahal malu itu setahuku juga bagian dari iman." Setelah melihat Kang pondok aneh itu berhenti ngomong Hanif yang sedari tadi setia mendengarkan kini bermaksud mau menimpali omongannya itu.
"Ya apa yang tadi Kang sampaikan memang benar, tapi menurutku sampean gak perlu berkecil hati dengan diri Kang sendiri, yang pede saja .. lha wong bagaimana-bagaimana kita semua yang disini ini cuma numpang nyari ilmu sama Abah Kiai, perkara teman-teman disini menganggap bahwa sampean itu menyebalkan itu karena cara mereka saja yang menilai, menurutku sampean itu tidak menyebalkan .. tapi unik dan antik hehehe ..." tutur Hanif sambil tertawa.