Chereads / Musafir Hub (Perjalanan Cinta) / Chapter 10 - Suara Hilang Sesaat Adzan

Chapter 10 - Suara Hilang Sesaat Adzan

'Kang Hanif ... Kang Hanif ... kasian sekali kamu, lha wong adzan mestinya kamu jadikan sebagai ladang ibadah malah kamu jadikan alat menarik perhatian manusia, ya beginilah akhirnya ... heh .. sungguh Alloh masih sayang kamu Kang Hanif .. karena begitu kamu hendak menyimpang dari jalannya kamu langsung diingatkan, gak kebayang kalau kamu dibiarkan terus menerus terjerumus dalam kubangan riya' .. pasti malah akan semakin besar akibat yang akan kamu terima,' ujar Kang Hafizh merenungi nasib yang tengah dialami oleh sahabatnya itu.

"Bagaimana pun juga aku harus menyampaikan hal ini kepada Kang Hanif .. biar dia bisa memahami, jangan sampai dia patah semangat atau salah dalam memahami kejadian ini, yah sebaiknya aku harus segera berbicara dengannya."

Begitulah hari yang dinanti dan diharapkan dapat memberikan penampilan perfek malah berakhir nahas bagi Hanif, karena jangankan bisa membuat orang terpesona namun adzannya itu malah justru harus digantikan oleh orang lain yaitu Kang Ridwan yang saat itu langsung tanggap dengan kondisi Hanif yang tiba-tiba kehilangan suara.

Malam hari itu setelah kegiatan mengaji selesai Kang Hafizh melihat Kang Hanif tengah duduk di pojok kamar, dia nampak sedang menggosok-gosok lehernya dengan minyak zaitun, Kang Hafizh yang melihat itu langsung membatin.

'Kasian Kang Hanif .. hatinya pasti masih galau .. ah sebaiknya sebelum aku mendekati alangkah baiknya kalau aku buatkan wedang jahe dulu,' ucap batin Kang Hafizh yang kemudian langsung beranjak pergi ke warung pondok untuk membelikan wedang jahe, namun begitu dia hendak melewati samping ndalem tiba-tiba saja Kang Hafizh melihat Abah Kiai.

"Hafizh ..." panggil Abah Kiai.

"Dalem Bah ..." jawab Kang Hafizh sambil menghentikan langkahnya.

"Sini sebentar." Lalu Hanif pun bergegas mendekati Abah.

"Ini Wedang jahe, tolong berikan kepada Hanif ya? Kasian suaranya hilang, insyaallah nanti sembuh."

'Subhanallah ... Abah Kiai bisa langsung tahu kalau aku mau membuatkan wedang jahe,' ujar batin Kang Hafizh terkagum-kagum dengan tindakan istimewanya Abah Kiai itu.

"Baik Bah ..." lalu Kang Hafizh pun langsung balik lagi ke asrama dengan membawa segelas wedang jahe hangat pemberian Abah Kiai.

"Kang Hanif, nih wedang jahe diminum ya ...?"

"Iya Kang Hafizh .. terimakasih ya ..?" jawab Hanif dengan suara yang sangat lirih sekali, bahkan nyaris tak terdengar.

Seruput ...!

Sesaat Hanif nampak menunduk, dan setelah itu ia merasa tenggorokannya plong.

"Lho Kang ... Alhamdulillah ... suaraku balik lagi, ampuh sekali Wedang jahe buatan Kang Hafizh, huuu ...!" teriak Kang Hanif kegirangan.

"Alhamdulillah ... sungguh Abah Kiai luar biasa," timpal Kang Hafizh.

"Abah Kiai? Memangnya Abah Kiai kenapa Kang" tanya Kang Hanif.

"Itu tadi wedang jahe pemberian Abah Kiai Kang Hanif."

"Pemberian Abah Kiai?" tanya balik Hanif mempertegas.

"Benar Kang Hanif, dan yang bikin aku tambah kagum, tadi itu aku memang sudah bermaksud untuk membuatkan wedang jahe untuk Kang Hanif, lalu di saat aku mau ke warung tiba-tiba saja Abah Kiai memanggilku dan kemudian langsung memberikan Wedang jahe ini untuk sampean," terang Kang Hafizh.

"O ... jadi ini pemberian dari Abah ...! Waduh aku jadi malu dengan Abah."

Disaat mereka berdua masih ngobrol tiba-tiba terdengar suara gembruduk orang berlari, dan itu rupanya ada anak santri yang tengah berkelahi dan rupanya yang jadi penyebabnya karena masalah cewek alias mbak santriwati, Kang Hafizh yang melihat itu langsung bergegas ke ndalem untuk melapor kepada Abah Kiai, sementara itu para santri nampak tengah heboh menonton duel dari dua santri itu, sungguh sangat disayangkan bukannya melerai tapi malah dibuat seperti kalangan sabung ayam.

Tidak lama kemudian Abah Kiai dan Kang Hafizh datang.

"Astaghfirullah ... hoe! Apa-apaan kalian ini?! Ayo yang lain sana bubar!" seru Abah Kiai sambil menggebrak dampar atau bangku yang biasa digunakan untuk sorogan.

"Kalian berdua tetap disini, dan duduk!" ucap Abah sambil menatap dua santri yang masih terengah-engah nafasnya itu.

"Apa aku ini pernah mengajarkan pada kalian untuk bertengkar seperti ini?! Sampean itu lho .. sudah berapa tahun ngaji disini?! Lha kok cuma gara-gara perempuan sampai di bela-belain bertengkar kaya gini! Apa gak malu? Heh!"

"Mbok ya pada sadar bahwa bertengkar, bermusuhan itu adalah perbuatan setan, kalian itu tidak sadar bahwa sudah diadu oleh setan! Apa sudah merasa pada ampuh? Mau adu kekuatan? Pamer kejadukan? Gitu?!" Abah Kiai nampak betul-betul ghodob.

"Ya Allah ... ampuni dosaku karena belum bisa mendidik hambamu ini menjadi anak yang Sholeh .. anak yang lemah lembut .. tidak pemarah, tidak berwatak berandalan, ini semua karena kelemahan dan kesalahanku ya Allah .. ampuni aku .. berikan petunjuk untuk para santri yang mengaji disini ... hiks, hiks .." dawuh Abah sambil menangis, sementara itu mendengar rentetan suara doa yang diucapkan oleh Abah Kiai seperti itu nampak beberapa terlihat mengamini.

"Aamiin .. aamiin .. aamiin ya Allah ..." yah meskipun tidak salah untuk mengamini sebuah doa namun dengan situasi perasaan Abah Kiai yang sedang kalut karena tingkah laku para santri yang ndablek, tindakan mengamini itu terkesan kurang patut.

"Anak-anakku semua ... orang yang kuat bukanlah orang yang besar tenaganya, kuat untuk menjatuhkan lawannya dalam due, akan tetapi orang kuat dalam pandangan islam itu adalah orang yang mampu menahan amarahnya," ujar Abah Kiai menasehati.

"Dengar anak-anakku ... ketika kalian sedang marah ketahuilah bahwa sesungguhnya setan sedang mendidihkan darahmu, jiwamu sedang dibakar oleh setan, maka dari itu untuk meredamnya segeralah ambil wudhu, karena amarah itu adalah api yang dinyalakan setan, maka padamkan lah dengan air wudhu, terus gimana sekarang hatimu sudah terasa dingin atau masih panas?" tanya Abah Kiai.

"Masih panas Bah ..." Abah kemudian langsung memandang mereka dengan perasaan agak kecewa, 'Hmmm ... bener-bener harus sabar ngadepin bocah-bocah ini, bisa-bisa aku juga ikutan marah nanti,' ujar batin Abah sembari mengusap dadanya.

"Ya udah sana cepat wudhu ...!" lalu dua santri itu pun berjalan menuju tempat wudhu dengan diikuti Abah Kiai dan Kang Hafizh. Setelah selesai wudhu Abah Kiai kembali memanggil dua santri itu dan kemudian.

"Kesini kalian berdua, duduklah." mereka berdua pun langsung duduk di hadapan Abah Kiai.

"Kalian berdua ini saya rasa belum saatnya untuk memikirkan masalah perempuan .. rampungkan dulu ngajinya .. baru nanti kalau memang sudah waktunya berumah tangga ya silahkan .. dan lagi gadis yang kalian perebutkan itu sudah akan saya jodohkan dengan laki-laki lain .. jadi sudahi perselisihan kalian .. kembali damai .. dan tenang perempuan masih banyak," ujar Abah Kiai sambil menatap wajah dua santrinya itu bergantian.

"Ya udah sekarang cepat berdamai, dengan cara bersalaman." Lalu ke dua santri itu pun langsung bersalaman dan kemudian saling berteletabisan alias berpelukan.

Setelah selesai mendamaikan dua santri itu Abah Kiai pun langsung masuk ke ndalem dan kedua santri itu juga langsung kembali ke asrama mereka masing-masing, sementara itu Hanif dan Kang Hafizh malam itu dapat giliran berjaga.

"Kang aku kok merasa sampean sekarang lebih banyak diam to? Sampean marah?" tanya Hanif pada Kang Hafizh.

"Hmmm, apa sampean merasa dimusuhi?" tanya balik Kang Hafizh dan nampak Hanif mengangguk.

"Sebenarnya aku tidak marah apalagi memusuhi mu, kamu nya saja yang salah memahami, aku hanya ingin mengajarimu bisa lebih mandiri, bersikap dewasa, tidak bergantung pada orang lain, karena hidup di pondok itu adalah sebuah gambaran hidup di tengah-tengah masyarakat saat nanti aku atau kamu sudah tiba waktunya," terang Kang Hafizh memberikan nasehatnya.