Chereads / Cinta Sang Psikiater / Chapter 4 - Berkenalan Dengan Arsen

Chapter 4 - Berkenalan Dengan Arsen

Mary mengambil napas dalam-dalam dan mengeluarkannya secara perlahan. Wanita itu ingin rileks sejenak. Pikirannya tertuju pada kejadian belasan tahun yang lalu, saat di mana ia memperjuangkan Mira, yang sempat ditolak oleh ayah kandungnya, Ardiansyah Hanggono.

Pria itu dengan yakin mengatakan bahwa Mira bukan darah dagingnya. Namun, wanita itu kekeh dengan pendiriannya, ia akan merawat dan mengasuh bayi tak berdosa itu dengan tangannya sendiri.

Tidak terasa air matanya lolos begitu saja, membasahi pipi mulusnya. Ada rasa sakit di hati Mary, padahal ini bukan pertama kalinya Mira mengajukan pertanyaan seperti itu. Melihat raut kesedihan di wajah bibinya, Mira merasa bersalah. "Maaf, Bi! Aku janji, tidak akan menanyakan itu lagi, aku sayang Bibi." Mira memeluk wanita di depannya.

Mary melepaskan pelukan keponakannya, "Tidak usah terlalu dipikirkan, Nak! Apa kasih sayang yang bibi berikan masih kurang? Apa kamu sudah bosan tinggal bersamaku? Hingga kamu berulang kali menanyakan tentang orang tuamu. Bibi akan melindungimu, memberikan kasih sayang, melebihi apa yang diberikan orang tua pada anaknya. Jadi, tolong berhenti menanyakan pertanyaan seperti itu! Jika kamu sudah dewasa nanti, bibi janji akan menceritakannya." Mary menyeka air mata yang mengalir di pipinya dan menggenggam tangan Mira.

"Mereka yang menghinamu sekarang, hanya merasa iri, karena mereka tidak memiliki bibi cantik dan baik hati seperti bibimu ini," jelas Mary yang sengaja menyelipkan candaan di dalamnya.

"Bibi bisa aja." Mira tersenyum geli mendengarnya, "Ok. Aku tidak akan menanyakannya lagi, sampai Bibi sendiri yang menceritakannya." Mira kembali memeluk wanita kuat di depannya. Dalam hati, gadis itu berjanji, hanya akan fokus pada sekolahnya saja tanpa menghiraukan perkataan orang sumbang.

2 tahun kemudian.

Di sebuah ruangan, terlihat seorang gadis cantik sedang menikmati sarapannya. Menu kali ini adalah nasi goreng spesial, karena hari ini adalah hari pertama Mira masuk sekolah, setelah naik ke kelas 2 SMA, dengan jurusan IPA. Ya, kini gadis kecil itu sudah mulai beranjak dewasa. Hanya beberapa bulan lagi, umurnya genap 17 tahun.

Mira selalu mendapat nilai yang bagus di sekolahnya, dan kali ini ia juga bisa masuk ke kelas yang ia impikan sebelumnya. Karena Mira ingin menjadi psikiater, jadi gadis super aktif itu harus belajar ilmu biologi dan juga sains.

Menjadi seorang psikiater adalah cita-cita Mira sedari kecil, ia ingin membantu para pasien yang mengalami gangguan mental dan juga depresi.

Selain itu, gadis bernama lengkap Almira Putri Hanggono itu, ingin sekali mendalami jiwa dan perilaku manusia, karena menurutnya banyak hal-hal unik yang terdapat dalam diri seseorang. Entah datang dari mana cita-cita itu, yang jelas tekad Mira sudah bulat dan Mary mendukungnya 100 persen.

"Yang rajin belajarnya, calon psikiater!" seru Mary seraya memberi uang jajan pada keponakannya.

Mira tercengang menerima uang jajannya, tidak biasanya Mary memberi uang sebanyak itu.

"Banyak banget, Bi," ucapnya sembari membelalakkan matanya.

"Jangan lebay, itu buat satu minggu!" balas bibi Mary.

"Yah ... aku pikir buat sehari tadi. Aku langsung berpikir untuk shopping ke mall hari ini," keluh Mira sembari memajukan bibirnya.

"Jangan berpikiran mau ke mall dulu, kita harus berhemat. Kan kamu mau jadi psikiater, jadi kita harus nabung buat biaya kuliahmu mulai dari sekarang," ucap Mary. Padahal uang untuk sekolah Mira semuanya sudah tersedia, ia hanya ingin gadis remaja di depannya, bisa lebih menghargai dan tidak menghambur-hamburkan uang.

"Baiklah bibiku yang cantik dan baik hati, aku harus berangkat sekolah dulu. Assalamualaikum ...!" ucap Mira sembari mencium punggung tangan bibinya.

Walaupun sudah tergolong matang dari segi umur, tapi tidak bisa dipungkiri bahwa Mary memiliki wajah yang tetap awet muda dan cantik. Namun, entah apa penyebabnya, wanita itu tidak pernah berniat ingin menikah lagi. Perceraiannya dengan sang suami, membuat ia trauma untuk berhubungan serius dengan laki-laki.

"Waalaikumsalam ... hati-hati!" balas mary.

Sesampainya di sekolah, Mira yang baru saja turun dari ojek langganannya, langsung memanggil seseorang. Karena ia melihat temannya sudah berada di gerbang sekolah, Mira pun berlari mengejarnya.

"Siti ...," panggil Mira dengan suaranya yang nyaring. Siti adalah sahabat baru Mira. Keduanya berteman sejak awal masuk SMA. Karena sering dikerjai oleh senior saat ospek, membuat mereka berdua menjadi dekat dan sering menghabiskan waktu bersama.

"Ya," sahut Siti sembari melihat temannya yang sedang berlari mendekatinya, "Awas, Mira ...." teriak Siti. Ketika melihat ada motor yang akan melintas, sontak membuat gadis berjilbab itu berteriak.

Brugh!

Mira yang tidak melihat kanan kiri saat menyeberang, akhirnya terserempet motor. Untung tidak ada luka parah, hanya ada lecet sedikit di kaki dan lengannya.

"Kamu gak apa-apa? Apa ada yang terluka?" tanya seseorang yang baru saja menyerempet Mira, pria itu terlihat panik.

"Tidak apa-apa. Hanya lecet sedikit saja," jawab Mira sembari memegangi luka kaki dan lengannya yang tergores akibat gesekan aspal. Ia sangat malu dan tidak berani menatap pria di sebelahnya, karena sudah berlari sembarangan di jalan raya.

"Mari, saya bantu! Kita ke UKS sekarang, lukamu harus dibersihkan biar gak infeksi!" suara itu terdengar lembut di telinga Mira, membuat ia mengangkat wajahnya ke arah datangnya suara tersebut.

"Ya ampun, ganteng banget! Rasanya aku mau pingsan melihatnya. Kalau yang menyerempetku seganteng ini, ditabrak pun aku rela setiap hari," batin Mira.

Pria itu adalah Arsenino Fernando. Pria keturunan Indonesia Jerman. "Hei, ayo! Apa kamu masih bisa berjalan? Kalo gak bisa, biar aku gendong," Arsen menawarkan bantuan.

"Oh, my God! Mimpi apa aku semalam? Apa dia benar-benar akan menggendongku?" Mira bergumam dalam hati, dari tadi matanya hanya tertuju pada satu objek.

"Hello, Girl! Can you hear me?" Arsen menjentikkan jarinya tepat di depan wajah Mira.

"Ah, i-iya. A-aku bisa jalan sendiri." Mira segera berdiri dan berjalan tertatih-tatih menuju ruangan UKS. Di sana lengan dan kaki Mira diobati dengan cairan pembersih luka agar tidak infeksi.

Arsen memperhatikan gadis di depannya dengan intens. Cantik, pikirnya. Namun, Arsen sudah memiliki tambatan hati. Vanya Maheswari, gadis campuran India Indonesia. Wanita dengan tubuh tinggi semampai itu adalah teman sekelas Arsen. Dan saat ini, mereka sudah resmi berpacaran.

"Sudah selesai. Lain kali hati-hati kalau menyeberang di jalan raya!" seru dokter jaga memberi nasihat, kemudian ia meninggalkan dua anak remaja itu.

Mira hanya terdiam, ia masih merasa malu. Karena kelalaiannya, Arsen jadi minta izin tidak masuk di jam pelajaran pertama.

"Arsen," ucap pria itu sembari mengulurkan tangannya.

Mira menerima uluran tangan Arsen. "Almira."

Mereka berkenalan sambil bertukar cerita, hingga terdengar bunyi bel pertama, pertanda jam pelajaran pertama sudah habis. Keduanya pun memutuskan untuk berpisah dan kembali ke kelas masing-masing.

Arsen memutar badannya. "Mira," panggilnya.

"Iya," balas Mira sembari menghadap pada orang yang memanggilnya.

"Bisakah kita berteman lebih dekat lagi? Maksudku, menjadi sahabat?" Arsen bertanya.