Di dalam ruangan tampak seorang pria sedang duduk dengan memegang sebuah buku. Tangannya terlihat tengah membuka lembar demi lembar benda tersebut, tapi siapa sangka pikirannya malah fokus pada hal yang lain.
Dia adalah Arsen, pria yang saat ini sedang memikirkan gadis lain, padahal dirinya sendiri sudah memiliki kekasih yang cantiknya tiada tara.
Di saat sedang melamun tinggi, Arsen tiba-tiba dikagetkan oleh kekasihnya, Vania, gadis yang sudah menemani hari-harinya selama ini.
Vanya tanpa sungkan memeluk pundak Arsen dan duduk di sebelahnya.
"Pulang sekolah kita ke salon ya, Sayang!" Suara manja Vanya mengalun syahdu di telinga Arsen. Benar-benar menggairahkan bagi orang yang mendengarnya. Meski sedang berada di dalam kelas, gadis itu sama sekali tidak malu bergelayut manja di lengan Arsen.
"Salon lagi?" Arsen mengerutkan dahinya, bingung melihat Vanya, dalam seminggu kekasihnya itu bisa 3 kali keluar masuk salon kecantikan. Belum lagi ke mall, perawatan ini dan itu. Rasanya Arsen sudah mulai bosan mengikuti keinginan wanitanya yang dinilai berlebihan dan tidak sesuai dengan umur.
"Iya, Yang. Rambutku udah mulai kusam, nih. Perlu creambath," ucap Vanya sembari memegangi ujung rambut panjangnya yang hitam legam dan bergelombang. Masih bagus dan terlihat indah, tapi sudah minta perawatan lagi.
"Kamu kan udah beli shampo mahal, jadi pake itu aja, ya!" pinta Arsen sembari kembali menyibukkan diri dengan cara membolak-balik buku di atas mejanya.
"Itu kan lain, Yang. Itu untuk perawatan di rumah, dan untuk ke salon aku sangat membutuhkannya. Minimal 3 kali seminggu," balas Vanya dengan ekspresi semanis mungkin, berusaha mengalihkan konsentrasi Arsen. Namun, pria itu tetap terlihat cuek dan tidak begitu tergoda dengan Vanya, di gadis centil.
Tingkah manja Vanya membuat mereka berdua jadi tontonan teman-teman sekelasnya. Tidak jarang di antara meraka ada yang berbisik-bisik karena dianggap sedang pamer kemesraan.
Karena merasa malu, Arsen pun mengangguk malas. "Ok, aku temani nanti. Sekarang tolong menjauh sedikit, aku sedang fokus belajar!" ucap Arsen membuat alasan.
"Baiklah. Terima kasih, Sayangku!" Vanya memberi Arsen sebuah kecupan singkat, membuat wajah pria itu memerah menahan malu.
Vanya berlalu meninggalkan Arsen yang dari tadi pura-pura sibuk membolak-balik buku di depannya. Pria itu tengah memandangi sebuah buku berisi tentang kesehatan mental, yang ia beli saat bersama dengan Mira. Arsen tersenyum, karena buku tersebut kembali mengingatkan Arsen pada gadis yang sudah mengisi hari-harinya beberapa bulan terakhir ini. Rasanya ia ingin selalu mengulang waktu itu.
Mira dan Vanya sama-sama memiliki wajah yang cantik. Hanya saja, keduanya berbeda dalam menunjukkan kecantikannya. Mira cantik natural, tanpa polesan make up dan perawatan yang bermacam-macam, sangat sesuai dengan umurnya. Gadis itu juga memiliki rasa kepedulian yang tinggi. Sementara Vanya, hobi berhias dan tidak peduli dengan orang sekitarnya.
Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa Arsen telah jatuh cinta pada Vanya sejak mereka masih kelas 1 SMA, dan saat itu Arsen gencar untuk menaklukkan hati si gadis yang merupakan primadona di sekolahnya. Setelah 2 tahun berpacaran, Arsen pindah ke sekolah yang sekarang karena mengikuti orang tuanya yang dipindah tugaskan. Dan belakangan ini, sang kekasih pun menyusulnya pindah ke sekolah yang sama.
Cinta memang misteri dan datangnya tiba-tiba. Vanya yang sudah berada di genggaman Arsen, tidak membuatnya berpuas diri. Bahkan ia sempat berniat memutuskan jalinan asmara yang sudah mereka bina selama ini, hanya karena ingin mendekati Mira dan yang paling pasti, karena ia mulai bosan dengan tingkah manja kekasihnya itu.
Namun, melihat kemesraan yang ditunjukkan Jay dan Mira tempo hari, membuat Arsen membatalkan rencananya. Pria itu sedikit kecewa saat Mira mengatakan bahwa Jay hanya bersahabat dengannya. Namun kenyataannya, mereka berdua terlihat sangat intim di setiap waktu. Sekarang pria labil itu akan berusaha bertahan dan mencoba menerima sifat Vanya, seperti awal-awal mereka berkenalan.
Mungkin Arsen hanya bisa mencintai Mira dalam diam. Karena ia beranggapan, gadis cantik yang memiliki lesung pipi itu sudah memiliki kekasih.
***
Drrttt ... drrttt.
Ponsel bergetar di atas meja. Ada wajah Arsen terpampang di layar ponsel itu. Mira yang sedang berbincang-bincang dengan bibinya langsung meminta izin untuk mengangkat panggilan. Mary mengangguk ketika melihat keponakannya tersenyum bahagia menatap ponselnya, wajah gadis itu tampak berseri-seri.
"Hallo," ucap Mira yang kini tengah berbaring di ranjang empuknya.
[Hallo, Mira. Apa kabar? Apa aku mengganggumu?] Arsen bertanya seakan-akan mereka sudah lama tidak bertemu.
"Ah ... nggak, aku lagi free, kok. Ada apa menelponku?" Mira balik bertanya.
[Nggak ada, cuma iseng aja] jawab Arsen seraya mencari-cari alasan apa yang cocok, kenapa ia tiba-tiba menghubungi Mira?
"Oh ...!" ucap Mira malas. Gadis itu berharap ada hal penting yang ingin dibicarakan, tapi ternyata ia salah.
[Besok kan hari Minggu. Gimana kalo kita jalan-jalan?] Arsen memberanikan diri untuk mengajak Mira, walau ia tidak begitu yakin apakah gadis itu akan menerima ajakannya. Karena di pikirannya, Mira sudah memiliki kekasih.
Mira sontak menutup mulutnya, seakan tidak percaya. Pria yang sudah memikat hatinya itu, sekarang sedang mengajaknya jalan-jalan di hari Minggu. Karena sebelumnya mereka jalan berdua hanya setelah pulang sekolah. 'Apa ini sejenis kencan?' pikirnya.
"Bagaimana, Mira? Apa kamu tidak bisa?" tanya Arsen mulai kecewa karena Mira tak kunjung menjawab.
"Iya. Aku pasti bisa," ucap Mira bersemangat. 'Benar-benar hari keberuntungan,' batin Mira.
[Really? Aku akan menjemputmu besok, jam 9 pagi]
"Iya. Kalo begitu, sampai ketemu besok, bye, " ucap Mira sembari menggoyang-goyangkan kakinya karena terlalu bahagia.
[Ok, bye.] Arsen tersenyum puas setelah mematikan panggilannya. Pria itu masih memandangi foto Mira di layar ponselnya.
"Siapa yang akan kamu jemput besok, Arsen?" Suara seorang perempuan memecah lamunan Arsen.
Pria itu menoleh ke arah datangnya suara, seorang gadis tengah berdiri di bibir pintu. "Vanya," lirihnya.
"Apa karena itu, kamu menolak untuk menemaniku besok?"Gadis itu masuk ke dalam kamar Arsen, tanpa ragu ia mendaratkan bokongnya di ranjang berukuran single itu.
Vanya tidak habis pikir jika Arsen yang biasanya selalu menuruti keinginannya, tiba-tiba menolak untuk menemaninya shoping esok hari. Dan barusan, ia mendengar langsung bahwa Arsen seperti sedang mengajak seseorang untuk berkencan dengannya. 'Apa Arsen mulai berselingkuh?' Vanya bertanya dalam hati.
"Siapa dia?" wanita itu kembali bertanya.
"Oh ...! Dia anak om Heru, baru pulang dari Australia. Jadi, dia minta aku yang jemput. Makanya aku gak bisa nemanin kamu besok."Arsen berdiri hendak keluar kamar. "Kita keluar, yuk! Gak enak berduaan di kamar begini."
Vanya mengerutkan dahinya, mengikuti langkah Arsen dari belakang, ia tidak mungkin langsung percaya. Seperti hari-hari sebelumnya, ia bersikap biasa saja dan akan mencari tahu sendiri tentang perubahan Arsen akhir-akhir ini.
"We'll see!" gumam Vanya.