Mira mematut dirinya di depan kaca meja rias, memastikan penampilannya sebaik mungkin. Gadis yang masih beranjak dewasa itu memang tidak terlalu pandai berhias, tapi kali ini, ia yakin dengan apa yang dikenakannya, mampu membuat lawan jenis terpesona jika melihatnya.
Mengenakan kaos putih lengan pendek, dibalut dengan jumpsuit warna maroon selutut, tidak lupa ia sematkan bando bermotif bunga di rambut hitamnya dan juga sepasang sneaker melekat di kaki jenjangnya. Mira meraih tas ranselnya dan berjalan menuruni anak tangga. Penampilan yang sangat sempurna bagi gadis remaja seusianya.
Aroma parfum menyeruak di hidung Bibi Mary pagi ini, membuatnya ingin sekali menggoda keponakan cantiknya itu. "Hmmm ...! Mau ke mana pagi-pagi begini? Wanginya udah tercium mulai dari kamu menuruni tangga, sampai ke meja makan ini," ucap Bibi Mary sembari merapikan piring-piring kotor bekas sarapan mereka.
"Kenapa bibi yang harus mengerjakan ini? Kan ada Mbok Darmi." Bukanya menjawab pertanyaan bibinya, Mira malah menanyakan hal lain. Ia sengaja mengalihkan pertanyaan sang bibi yang ingin menggodanya.
"Ini cuma pekerjaan ringan, nggak harus Mbok Darmi semua yang mengerjakan pekerjaan rumah. Dia hanya membantu, bukan berarti kita melimpahkan semua pekerjaan rumah untuknya," jelas Bibi Mary. Wanita berumur itu memang selalu menunjukkan hal-hal yang baik pada Mira, agar keponakannya mengikuti kebiasaannya di kemudian hari.
"Ummm ... aku sayang banget sama bibiku ini. Udah cantik, baik hati lagi," ucap Mira seraya memeluk tubuh wanita itu.
"Mulai memuji. Pasti ada maunya ini," tuduh Bibi Mary tanpa melepaskan pelukan gadis di belakangnya.
"Bagi duit, Bi! Aku mau jalan-jalan bersama temanku," ucap Mira jujur sembari membuka lebar telapak tangannya.
"Mau jalan sama temanmu yang mana? Bibi boleh tau yang mana orangnya?" tanya Bibi Mary sembari memandangi penampilan Mira. Fresh dan masih terlihat sopan, pikirnya.
"Nanti dia kesini juga, Bi. Makanya, bagi duit sebelum dia datang." Mira melihat ke arah luar rumahnya, memastikan apakah Arsen sudah datang atau belum.
Bibi Mary pun mengeluarkan uang dua lembar berwarna merah dari dompetnya dan diberikan pada gadis di depannya. "Jangan asal jajan di luar!" ucapnya seperti memperingatkan anak SD.
"Siap, Bibi!" Mira mengangkat tangannya seperti sedang menghormat bendera.
Tidak lama kemudian terdengar suara motor Arsen di luar rumah, kedua perempuan beda usia itu pun menghampirinya.
"Assalamualaikum, Bi!" Arsen mencium punggung tangan wanita paruh baya di depannya.
"Waalaikumsalam," balas Bibi Mary.
"Bibi, kami langsung pergi, ya! " seru Mira sembari mencium punggung tangan bibinya.
Bibi Mary hanya mengiyakan dan berseru, "Hati-hati, jangan pulang terlalu malam!"
"Siap, Bi!" jawab keduanya berbarengan.
"Kita mau jalan ke mana, Arsen?" tanya Mira tanpa melepaskan pelukannya dari Arsen. Pria itu hanya menerima dan menikmati perlakuan dari gadis yang sedang di boncengnya.
"Bagaimana kalau kita ke taman hiburan aja?" usul Arsen.
"Ide bagus," balas Mira sembari mengacungkan jempolnya.
Sesampainya di taman hiburan, Arsen memarkirkan motornya. Setelah itu, mereka langsung menuju loket dan akan memesan beberapa tiket wahana permainan.
"Kamu mau coba roller coaster nggak?" tanya Arsen sebelum melakukan pembayaran.
Mira mengangguk. "Boleh," ucapnya girang.
"Ayo!" seru Arsen sembari menarik lengan Mira. Tanpa sadar ia memperlakukan gadis itu seperti kekasihnya. Mira tersenyum dan menurut saja.
Selama berada di taman bermain, Arsen sama sekali tidak melepaskan tangan Mira. Mereka bergandengan layaknya sepasang kekasih yang sedang kasmaran. Banyak hal yang Arsen dan Mira lakukan, mereka akan menghabiskan waktu bersama seharian penuh.
"Kamu mau ice cream?" tanya Arsen setelah mereka selesai menaiki 3 wahana di area bermain tersebut.
"Biar aku yang beli!" Mira langsung berlari menuju penjual ice cream tersebut dan langsung memesan 2 cup dengan rasa yang sama.
"Mmmm! Kayaknya segar banget!" seru Mira begitu mamang penjual ice cream memberikan satu cup terlebih dahulu. Arsen memperhatikan tingkah Mira, sangat cocok dengannya, menikmati masa muda dengan cara mereka sendiri. Tidak seperti Vanya yang terlihat sangat dewasa. Kekasihnya itu tidak pernah mau di ajak ke tempat hiburan seperti ini. Setiap mereka jalan berdua, hanya mall dan salon kecantikan yang mereka kunjungi. Sangat membosankan. Arsen mulai menyalahkan keadaan dan waktu, kenapa dia tidak dipertemukan lebih dulu dengan Mira? Gadis ceria yang selalu membuatnya tertawa bahagia dan yang pasti jauh dari kata manja.
" Nih! Bengong aja dari tadi, lagi mikirin apa?" Mira mengagetkan Arsen dengan menyodorkan satu cup ice cream di tangannya. Pria itu hanya tersenyum menanggapinya sembari menerima pemberian Mira.
"Habis ini kita makan siang, ya!" tawar Arsen setelah menghabiskan ice cream pemberian Mira. Perutnya sudah mulai lapar, tenaganya juga terkuras karena berteriak-teriak saat menaiki roller coaster.
"Makan di mana?" tanya Mira. Gadis itu masih terlihat menjilati tangannya, membuat Arsen gemas melihat tingkahnya.
Arsen mengajak Mira ke sebuah warung makan yang tidak jauh dari taman bermain. Gadis itu sama sekali tidak keberatan makan di tempat yang murah, ia terlihat sangat menikmati makanan di depannya. Mira bahkan sempat memberi sebungkus makanan pada seorang wanita dengan gangguan jiwa, membuat Arsen sangat kagum dengan kepribadiannya.
Andai saja gadis di depannya adalah Vanya, sudah tentu kekasihnya tidak akan mau makan di tempat seperti itu dan langsung menghardik orang gila tersebut. Karena baginya, itu pasti sangat menjijikkan. Lagi-lagi Arsen menyalahkan keadaan, kenapa semesta baru mempertemukan mereka sekarang?
Kini keduanya tengah duduk di sebuah bangku taman, menikmati udara segar di dalamnya. Air mancur yang keluar dari tanah, membumbung tinggi beberapa meter ke atas. Mira mengambil air tersebut dengan tangan dan memercikkannya ke wajah pria di depannya. Hal itu dilakukannya berulang kali, membuat Arsen tambah gemas dengan aksi konyolnya. Akhirnya, mereka berdua saling memercikkan air satu sama lain sembari tertawa riang.
Saat mereka berdua tengah menikmati kebersamaan, Arsen melihat seorang pedagag souvenir sedang menjajakan dagangannya.
"Pak ...," panggil Arsen.
Pedagang itu menghampiri keduanya. "Mau beli, Mas? Bisa ditempa juga, kalo mau bikin nama atau tanggal lahir," ucapnya sembari menunjukkan beberapa koleksi dagangannya.
Mata Mira tertuju pada anyaman gelang kawat stainless. Ia pun meraih gelang tersebut. "Yang ini bagus, Sen."
"Kamu suka?" tanya Arsen.
Mira mengngguk. "Hmmm."
"Ok. Kita pesan ini, ya." Arsen membisikkan sesuatu pada pedagang tersebut.
"Ngomong apaan, sih? Pake bisik-bisik segala," rungut Mira.
"Baik, Mas. Tunggu sebentar, ya!" pinta pedagang tesebut.
10 menit kemudian, Arsen sudah menerima 2 buah gelang pesanannya. Tidak lupa ia memberi uang lebih, karena sangat sesuai dengan keinginannya.
Arsen meraih tangan Mira dan memakaikan gelang tersebut. "Pakai ini selalu, aku ingin kamu selalu mengingatku seperti aku yang akan selalu mengingatmu. Kita akan jadi sahabat selamanya, kan?" pinta Arsen dengan tulus.
'Hanya sahabat?' bisik Mira dalam hati. Ia memegang gelang yang sudah terpasang di tangannya, netranya menatap heran pada ukiran dalam gelang tersebut. "AA, Arsen Almira?" tanyanya.
"Iya. Aku juga ada." Arsen memasangkan satu gelang lagi di tangan kekarnya.
"Huh ...! Dia menolak untuk menemaniku hari ini, tapi dia malah menikmati harinya bersama gadis lain. Jangan panggil aku Vanya Maheswari, jika tidak bisa membalasmu," kesal seseorang di ujung sana yang telah mengikuti mereka sejak pagi.