Theo melemparkan foto Yuandra dengan belati yang sudah di asahnya tak ada yang tau memang akan kehadirannya, penampilan berbeda tampak sangat kentara bagi keduanya gaya santai hanya untuk orang seperti Linggar ... Theo menggunakan topi dan langsung jalan mengawasi rumah Yuandra, ia tau jika orang yang sedang ia pantau itu memiliki maksud lain pada Jiraina. Tak heran banyak yang menjadikan Theo musuh saat melarang Linggar keluar dari dalam sana, Theo benar-benar tau bagaimana caranya menjadi seorang penguntit, Yuandra menoleh saat merasa ada yang mengikutinya ketika dirasa tak ada apa pun lelaki itu pun kembali berjalan. Jaraknya cukup jauh saat diikuti tak ada salahnya mengawasi orang seperti Yuandra begitu pikir Theo. "Lia?" Theo cukup terkejut saat melihat Lia ada di depannya tetapi pada belokan pertigaan Yuandra sudah menghilang, ia kehilangan jejaknya. "Hey— shit!" Cukup terkejut saat Yuandra ada dibelakangnya dan memelintir tangannya dengan cepat. Rupanya Yuandra menyadarinya sejak tadi dan itu salah satu taktiknya.
Theo merasa tidak beruntung saat ia tertangkap seperti ini Yuandra tersenyum penuh arti pada Theo, ia juga tak bisa mendesak Linggar keluar begitu saja. Yuandra lebih pintar dari yang ia duga rupanya tak heran banyak kejahatan tanpa campur tangan langsung darinya, Theo menendang dari arah depan tetapi topinya terjatuh saat hendak melakukan perlawanan terhadap orang dibelakangnya, Theo tak bisa langsung mengambilnya begitu saja karena sudah terlanjur berlari bisa gawat kalau Yuandra melihat wajahnya. Pemuda yang memandang cara lari Theo itu agak mengernyit sedikit lalu mengambil topi yang sempat terjatuh itu tak lama Yuandra membalikan arah topi tersebut kemudian membaca inisial nama yang tertera. "T. L." (?) gumam Yuandra pelan kemudian berjalan balik menuju rumah, kalau bukan karena Sekar yang minta es serut ia malas melakukannya.
Aruna hari ini disibukan dengan berbagai aktivitas kuliah dari rapat Senat sampai mencari asdos yang baru itu ia lakukan agar tidak kepikiran terus sama Sekar yang masih tanpa kabar, Aruna hampir menyerah dengan semua kehidupannya beruntungnya ia dikelilingi orang-orang baik. Bahkan banyak yang membantu mencari Sekar saat ini, Aruna tak pernah menyalahgunakan jabatannya sebagai ketua Senat tetapi para anggotanya dengan suka rela membantu pemuda tersebut, ribuan kali Aruna menolak tetapi tetap pada kukuh untuk bantu mencari. Banyak yang menyarankan agar pemuda menyerah dan tidak mencarinya lagi atau bisa saja Sekar sudah pindah dan sebagainya, tetapi Aruna tak mau mendengar semua itu ... tetap saja melakukan apa pun yang ingin lakukan pagi itu, sang pemuda tidak mau menaruh harapan besar dengan menyaksikan semua kejadian pada Sekar dan bermimpi apa yang dia lakukan sama seperti drama Korea. Itu hanya akan memperburuk suasana hatinya saja: lagipula ini kehidupan nyata bukan drama yang harus ia korbankan, Aruna menghela panjang lalu meletakkan ponselnya di atas kasur agak sedikit lelah setelah apa yang dilaluinya. Uangnya juga mulai menipis karena biaya pencarian Sekar, berbanding terbalik dengan Sekar yang berada di kamar sembari menangis menahan rasa malu mendengar cibiran mulut tetangga ... tak ada gunanya juga ia meminta bantuan Yuandra jika pemuda yang dimintai tolong saja bersikap tak peduli padanya. "Seenggaknya elo mikirin anak ini!!" teriak perempuan yang meraung sedih.
"Buat apa? Lo aja gak cuma main sama gue, kan? Lo bisa jamin itu anak gue?" Sekar sudah gak bisa menahan rasa sakit di dadanya lagi tapi tak mungkin ia melakukan hal yang sama dengan Brisia, "bisa gak usah brisik?!" Yuandra muak dengar tangisan Sekar. "Tuli telinga lo?!" Sekar semakin terisak pelan ponselnya berdering tanpa kenal waktu Yuandra selalu mematikan panggilan tersebut, pemuda yang membiarkan Sekar dengan kandungan yang membiak itu pun hanya memerhatikan segala keperluan perempuan tersebut saja.
"Gue yakin ini bukan kali pertama lo dapat kabar kehamilan, benerkan?" Yuandra melemparkan semua testpack yang ia simpan selama ini. Sekar membelalak kaget.
"Punya semua cewek yang pernah gua pake. Gue masih baik dengan membiarkan elo gak mati."
Aruna memandang raut wajah bahagia kekasihnya yang ada di dalam bingkai tanpa pemuda itu sadari sebuah cairan bening turun dari pelupuk matanya dan menggumam frustrasi, hanya karena Sekar kuliahnya kacau tanpa tersisa satu pun. Hanya karena seorang perempuan saja Aruna seperti sekarang ini tak ada yang tau apa pun mengenai kekasihnya, bahkan temannya sekalipun. Prita juga tak mengetahui bagaimana kabar terakhir temannya itu, tetapi gadis berambut panjang ini selalu memantau keadaan Aruna yang senantiasa berantakan, dan setelah sekian lama Aruna mencari Sekar. Sang perempuannya itu mengirim pesan singkat yang mengatakan bahwa mereka sudah berakhir hubungannya, hancur hati laki-laki itu. Kabar patah hati Aruna menyeruak karena ulah Lia, "gak sangka si, padahal mereka keliatan yang akur gitu," ceplos Bianca tanpa menoleh ke belakang.
"Yang akur belum tentu gak lanjut." Jiraina memberikan pendapat sehabis menghitung pendapatannya sore itu, kemudian melirik sekilas temannya dan segera mencari kendaraan buat pulang.
"Kaya lo ya? Temenan belum tentu jadian?"
"Siapa yang lo maksud?" Bianca tersenyum menggoda lalu memberikan isyarat pada Jiraina karena sudah ada orang yang menunggunya di depan sana, "maksud lo dia!" seru Jiraina agak keras. Jiraina seperti sudah gak sanggup punya teman kaya Bianca karena dari tadi agak jengkel dengar cerocosan wanita di sampingnya.
"Bukan Lalisa Manoban! Ya iya dia!"
"Lalisa Manoban siapa? Sepupu lo?" Jiraina berkata dengan polos membuat Bianca enggan berkomentar lalu berjalan dengan langkah yang cepat, karena terlalu kesal temannya sangat ketinggalan zaman. Bahkan teman wanitanya itu tidak tau kpop dan hanya mengenal drama saja, itu juga kalau lagi mengerjakan tugas menontonnya sisanya film action dan horor. "Lo tau gak ada film baru, genrenya horor. Judulnya Maglinant, lo udah nonton?"
"Bukan pembantu gue," sahut Bianca agak kesal sembari melanjutkan omongannya. "Ouh itu, belum. Baru trailer juga."
"Online itu bloon! Kan gak bisa masuk ke bioskop!" Jiraina menelaah setiap inci tubuh Yuandra saat berhenti di depannya, pemuda itu pun mengangkat alisnya satu dengan heran. Dalam diam ia memerhatikan balik si penatapnya namun saat lengan Jiraina ditarik pergi oleh Bianca sang pemuda terlihat tak peduli, "Yuta tuh tampan ya?" Bianca tersedak mendengar nama panggilan itu, tak biasanya temannya ini memuji seorang pria.
"Dih ngapa? Orang gak ada apa-apa! Btw Yuta siapa? Yuandra Tamrin maksud lo?" Jiraina mengangguk pelan. "Tampan darimana kaya nampan iya!" Bianca agak bersungut saat membahas Yuandra entahlah perempuan merasa tidak suka saja ada yang membahasnya, padahal tak ada yang menyinggung dirinya juga. Bianca menolehkan kepala saat Aruna tak sengaja menabraknya dalam perjalanan menuju jalan raya, pemuda itu menjadi seseorang yang tertutup dan suka sekali menyibukan dirinya dengan pekerjaan apa pun ... semenjak Sekar memintanya untuk putus. Tak ada lagi yang bisa pemuda itu cemaskan dan semua akan menjadi sia-sia saja, "Ru, jalannya santuy dong!" Aruna tak mendengar jelas.
"Dia kenapa?" tanya Jiraina yang melihat wajah kacau teman kelasnya. Bianca mengendikan bahunya tak acuh sembari bersikap bodoh amat. "Itu alasan gue aja sebenarnya," pelan gadis yang berada di sebelah Bianca tersebut karena terlalu malas keluar rumah.