Sepanjang hari yang dilakukan Jiraina cuma menjemur pakaian, menyapu dan mencuci piring saja bahkan sisanya dikerjakan oleh Bianca seperti memasak makan siang dan membeli pangan pokok rumahnya ... gadis yang keliatannya bisa dalam segala hal itu rupanya kurang pandai memasak. Sebagai tuan rumah seharusnya dirinya melakukan semua itu namun tidak lagi peraturan yang dibuat oleh Domain sungguh menyulitkannya, jika mau rumah selamat beli makanan atau enggak tunggu kakak sulungnya pulang. Kalau gak bahaya mengancam rumahnya nanti, agak jengkel memang tapi kalau gak begitu Jiraina bakalan dekat-dekat kompor terus. Jiraina menghela panjang seraya memainkan ponselnya yang geletak di atas sofa, sebenarnya ada begitu banyak pekerjaan tapi gadis itu lagi agak malas melakukan aktivitas kampus hari ini ... dikarenakan mata kuliahnya kosong semua. Bahkan ia berencana buat open house, gak itu becanda saja: dirinya benar-benar ketiduran saat ponselnya terjatuh tanpa sengaja jarinya menekan nomor Linggar dan melakukan panggilan. "Raina? Halo?" Linggar mengerutkan dahinya kemudian mematikan panggilan itu.
"Kenapa ngab?" Linggar menoleh cepat lalu menggeleng pelan, Bian dan pergaulannya mana bisa pemuda itu larang. Lagipula siapa dirinya yang berhak mengatur Bian seenaknya sendiri, "besok gue gak bisa ngampus wakilin aja sama yang lain." seusai mengucapkan itu sang teman langsung berlalu pergi dan menepuk pelan pundaknya.
"Tipsen terus," cibir Linggar yang menggeleng kehabisan akal sama Bian.
"Biar cepet kaya bro!"
"Bukannya cepet kaya malah dapet masalah iya lu, huft. Kenapa ya sama Raina." gumamnya diakhir kalimat. Linggar masih menatapi ponselnya lalu berjalan ke arah parkiran, pemuda hendak membeli kopi sebelum ke ruang tari. Sejenak ia berpikir apa sebaiknya ia ke rumah gadis itu tapi saat hendak melangkah Prof. Prastiwi memanggil dan memintanya mengawasi anak-anak yang sedang quistioner, Linggar bisa saja menolaknya tapi ia gak berani.
"Linggar!" panggil Prof. Prastiwi. Pemuda yang merasa namanya dipanggilpun menoleh dan mengerutkan alisnya naik, tapi saat tau alasan kenapa Prof. Prastiwi memanggil ia langsung mengerti. "Ibu minta tolong awasin anak-anak kelas yang lagi kuis, soalnya ibu ada rapat mendadak sama para dosen."
"Tapi bu—" bu Prastiwi langsung melengang pergi dan tak memedulikannya lagi, Linggar menghela panjang kemudian melirik jam lalu kembali berjalan ke arah kelas. Semua harinya semakin berat setelah ketemu Prof. Prastiwi tadi, bahkan gak ada siapa pun yang bisa membantunya. Sudah satu jam berlalu bu Prastiwi belum juga balik dan waktunya dihabiskan bersama anak-anak tehnik jaringan, gak ada yang bisa dilakukannya lagi saat itu semuanya juga sudah balik dan tinggal dirinya saja sendirian mengurus tumpukkan kertas kuis. Jiraina habis mandi terus setelahnya memberantakkan kamar kakaknya yang alasannya cari casan ponsel, kakaknya gak bodoh saat ia beralasan demikian: pemuda yang enggan mengambilkan casan miliknya itu tau kalau adiknya pakai mini portable power bank.
"Ini udah sore dan abang males beresinnya lagi," keluh Domain pada adiknya.
"Justru itu, karena gak ada alasan buat bang Dom nyari casannya ya udah aku aja yang nyari."
"Masalahnya abang gak yakin sama kamu."
"BILANG AJA PELIT!!" teriak gadis yang merajuk kesal dan Domain menghela pasrah pada adiknya.
"Ya udah cari sana, gak apa-apa kamar abang berantakkan." Jiraina membelalak lalu tersenyum girang, gadis tersebut memang memberantakkan semuanya gak pandang bulu juga semua rata sama barang-barang laki-laki berkulit putih itu. Jiraina memang anak management tapi pekerjaan yang dirinya geluti gak ada sangkut pautnya sama sekali di prodinya saat ini ya walau begitu, gadis yang sudah hampir dua setengah tahun kuliah itu tetap berprestasi. Hal paling goblok yang pernah Jiraina lakuin adalah menelpon Linggar dan Yuandra dalam waktu yang bersamaan pada saat lagi tidur, memang si keliatannya kaya ya sudahlah ya ... tapi yang buat malu itu di dalam alam bawah sadarnya. Jiraina menyatakan perasaan yang mana ia gak punya rasa suka sama sekali.
"Makanya kalo udah sore jangan tidur."
"Abang gak kasian sama, Ji?"
"Buat apa? Orang kamu sendiri yang lakuin. Kenapa harus kasian. Ji, mereka berdua kayanya gak baik deh kamu agak menjauh sedikit. Jangan terlalu dekat." yang Domain rasakan benar adanya entahlah mengapa ia jadi sekhawatir itu pada adik kesayangannya tapi bukan menurutinya perempuan yang lagi bersandar itu justru malah terkikik geli dan menganggap bahwa kakaknya sedang cemburu. "Ji, abang serius!"
"Ji juga serius. Abang lagi cemburu ya? Bang mereka baik kok." entahlah firasatnya semakin gak enak seperti ada sesuatu di antara mereka yang sengaja melibatkan adiknya.
"Terserah kamu aja." Bianca memandang ke arah luar jendela mobil yang lagi bergerak melaju menuju rumah Bian kekasihnya, bahkan pemuda itu sama sekali gak menjawab panggilan darinya dan itu semakin membuat dirinya khawatir. Bian gak pernah bilang kalau dirinya sekarang ngekos, lagipula itu bakal buat Bianca khawatir. Karena hari ini semua matkul kosong jadilah gadis tersebut ada waktu buat datang main, Bian keliatan banget lelah tapi dirinya tahan sebab harus memikul tanggung jawab besar. Ibu dan adiknya harus bisa merasakan kehidupan lama mereka yang dulu pernah mereka bertiga rasakan, cowok itu terpaksa harus banting tulang akibat sang ayah yang menikah lagi.
Bianca memang sempat membelikan keperluan rumah kekasihnya tapi itu atas persetujuan keduanya juga dan gak mungkin Bian menolak itikad baik pacarnya sendiri, "lo harusnya gak perlu repot-repot by nantikan bisa gue yang datangin elo." ucap Bian yang membantunya membawa semua belanjaan, perempuan itu memutar bola matanya malas.
"Apasih, bawel banget! Udah deh, gue juga gak merasa direpotin kok ay."
Bian menghela lalu meneruskan pekerjaannya yang sedang menyapu rumah, lelaki itu kerapkali meminta agar sang gadis tidak melakukan apa pun tapi tetap saja Bianca mengerjakan banyak hal. Pemuda itu gak bisa bayangkan hidupnya tanpa sosok perempuan seperti Bianca, "elo beneran nganggur ya? Rajin banget hari ini." celetuk cowok itu diselingi oleh tawa kecil namun hal ini gak membuat Bianca merasakan kelucuan pada gelak tawa pacarnya sendiri.
"Ya emang lo pikir gue becanda bilang kaya gitu? Kaga kali."
"Gue seneng elo ada di sini," Bianca tersenyum yang dibalas dengan hal serupa. Saat keduanya sedang saling memandang tiba-tiba kosan Bian rame sama anak-anak tehnik, yang mana itu adalah teman-temannya sendiri ... cowok tersebut menghela pendek. "Kalian gak pulang? Gue kira pulang."
"Kenapa? Mau berbuat yang iya-iya, ya kalian berdua." goda Rinco tapi malah disambit oleh perempuan yang baru saja meletakkan sapu di dekat pintu. Rinco mengaduh kesakitan seraya mengusap pelan kepalanya karena masih agak linu, Bianca sama sekali gak berucap apa-apalagi: tapi itu lumayan menghibur pacarnya walau agak bar-bar pembelaan tersebut, Rinco mencibirnya lalu mengulas senyum mengejek.