Pagi-pagi sekali Junior sudah berangkat karena ada mata kuliah yang harus ia kejar dan di rumah hanya tersisa Linggar dan Dante, seselesainya Dante sarapan pria itu langsung bergegas ke kantor. Sesuai Dante pamit Linggar pun bergegas membereskan semua piring kotor dan membersihkannya begitu sampai dapur, pemuda yang memoleskan tangannya pada kain kering itu segera setelah mencuci seluruh piring kotor ... pemuda itu juga sempat menyapu halaman dan mencuci mobil dan motornya, Linggar merebahkan punggungnya seraya bermain ponsel. Baru saja membuka ponselnya notifikasinya sudah ramai sekali banyak banget yang mengirim laporan Hima padanya hingga bingung ingin membuka yang mana dulu, Linggar mengangkat telpon dari ketua PSDMO Hima. "Halo, apaan." Linggar berjalan ke arah kamar.
"Ya, halo. Anak-anak minta lo datang buat bahas acara nanti, apalagi kan bakal ada acara tahunan juga. Jangan sampe lo gak hadir di acara mufakat entar," ujarnya yang ada diseberang sana.
"Gas, biar Bian yang handle dulu. Gue baru mau jalan ke sana, iya, sejamanlah sampe. Gak lama. Dah ya, gue tutup." Linggar melangkahkan kakinya cepat agar gak ketinggalan raker hari ini tapi ada satu benda yang ia tinggalkan di rumah karena terlalu terburu-buru buat ke kampus, lagian kenapa juga mendadak kaya begini. Linggar menyalakan mesin motornya dan langsung menancapkan gasnya ke arah kampus padahal hari itu ia gak ada jadwal sama sekali di kampus kenapa mendadak jadi ada raker, siapa yang mengadakannya tanpa meminta persetujuannya terlebih dahulu.
Linggar disambut hangat sama Bian yang sudah menunggunya di halaman kampus, kedua pemuda itu bergegas ke ruang sekre. "Ini di luar jam kampus lita bro, yang lakuin raker tau gak siapa? Anak bem! Tanpa sepengetahuan kita! Gila, kan? Seharusnya kalo anak bem adain raker anak hima gak perlu ikutan, tapi ini mufakat cuy!" Linggar gak habis pikir Yuandra bisa dengan mudah membalikkan keadaan begitu saja dan semua jauh lebih rumit dari apa yang ia bayangkan. Mufakat gak sangkutannya sama hima tapi Yuandra bikin semua seolah jadi ada kaitannya, Linggar meliriknya sekilas begitu mengalihkan pandangan senyum itu sirna. Bian bilang kalau cetak biru yang dimaksud ada sama Jiraina jadi Linggar mau gak mau harus ambil ke rumah perempuan itu.
Jiraina membereskan barang-barangnya yang berserakan, perempuan itu agak mengeluh saat sang kakak mengajukan banyak protes padanya tapi itu gak membuat seorang Jiraina mau mengikuti perintah kakaknya, walau agak sedikit menggerutu tapi tetap saja membuatnya bete. "Ya tuhan, kenapa barang gue banyak banget. Kayanya harus mengurangi belanja onlen deh." meski niat buat mengurangi belanja online namun itu hanya sekada niat saja, balik lagi pada dirinya gak akan pernah bisa mengurangi kegiatan belanja olshop.
"Emangnya bisa?" celetuk Bianca yang memberikan temannya kejutan. Jiraina bahkan gak terkejut sama sekali sama kedatang perempuan di depannya itu, ia justru menghela kesal saat Bianca datang gak mengetuk pintu dulu. "Elo kan gak bisa berhenti co gitu aja, haha."
"Gak usaha banyak omong! Ngapain ke sini?" Jiraina memasang wajah ketus tapi gak bermaksud buat mengusir temannya itu, Bianca mendramatisir tingkah Jiraina tapi gak membuat si cewek bersikap baik karena rasa kesalnya. "Tumben inget temen, biasanya gak inget punya temen." cibir si gadis yang melangkah keluar kamarnya dan memeriksa plastik toko onlinenya.
"Riweh amat si lo, mau ngapain emang?" Jiraina berpikir untuk minta bantuan sama beberapa teman laki-laki agar bisa mengantarkan seluruh paketnya dengan selamat, tapi saat hendak menghubungi salah satu di antara mereka datang buat keperluan mendesak. Jiraina mengerut bingung lalu menghela pendek, "oy! Nanya loh gue, ini orang bukan patung! Jawab bambang!" cerocos perempuan yang ada dibelakangnya itu tetapi Jiraina menghiraukannya.
"Bawel, eh ada Linggar, kenapa kemari? Kebetulan elo ada di sini bisa meminta tolong gak? Anterin paket customer gue dong, gak yang anter soalnya." Jiraina memakai jurus andalannya jika sedang merayu sang kakak namun tanpa ia duga pemuda yang ada di depannya langsung merebut semua barangnya lalu mengikuti langkah wanita cantik tersebut. Jiraina bahkan gak sempat mendengar jawaban dari pertanyaannya tadi, laki-laki itu bergerak dengan cepatnya tanpa menunggu sang pemilik rumah. "Wey, permisi. Gak butuh alamat?"
"Ouh iya," gumam Linggar yang sontak saja jadi bahan guyonan konyol kedua gadis tersebut.
"Nah, ini yang gak boleh dilewatkan. Alamat!" oceh Bianca yang langsung meledakkan tawanya, bahkan wajah Linggar memerah pemuda itu sampai lupa tujuannya datang ke sana adalah mengambil cetak biru milik Yuandra. Jiraina memandang pemuda yang bahkan sama sekali belum mengatakan apa-apa padanya, gadis tersebut berpikir ulang buat memintanya melakukan pekerjaan ini dan menyuruhnya mengambil kepentingan pemuda itu di atas nakas dekat televisi. "Kenapa?" bisik Bianca.
"Gue gak mau bebani orang, Linggar langsung ambil cetaknya aja di deket tipi. Nanti biar Bianca yang anter pesenannya," Linggar mengerutkan keningnya lalu menggeleng menolak setelah ambil cetak biru yang dibutuhin.
"Gue gak masalah kalo harus bantu lo, selagi orang itu elo kenapa enggak. Uangnya gue kasih pas di kampus." Jiraina kehilangan kata-kata saat mendengar penuturan dari Linggar temannya saja meledek sampai membuat wanita itu pengin meninjunya, Bianca hanya bercanda tapi raut wajahnya gak menunjukkan hal itu. Benaran gak berasa apa-apa kalau Linggar bilang kaya tadi saat dirinya merasa merepotkannya, tapi ya mau bagaimana lagi kalau yang direpotkan saja mau melakukan hal ini dan itu.
"Gue takut ganggu elonya lag—" Bianca langsung memotongnya dengan cepat dan mengiyakan kata-kata Linggar yang segera pergi.
"Udahlah, dia juga gak masalah. Kenapa dipermasalahin sih, makasih ya, Nggar." samber perempuan yang ada di sebelah yang kemudian dibalas anggukkan oleh Linggar lalu berjalan ke halaman rumah dan segera pergi keburu hujan, oktober kan sering sekali turun hujan makanya laki-laki yang saat sedang membentangkan payung itu sering membawanya dalam keadaan apa pun.
"Gak masalah," ujar Linggar sebelum benar-benar menghilang dari pandangannya. Saat hendak mengucapkan terima kasih tapi sayangnya cowok itu sudah berlalu meninggalkan rumahnya dan yang tersisa cuma dirinya sama teman sepergoblokkannya ini, agak kesal memang kalau di rumah cuma sama Bianca: karena Jiraina pasti sudah bisa menduga kalau Bianca bakal minta makan mulu sama dirinya.
"Gue gak ngomong sama lo setan! Nyaut aja kalo orang lagi ngomong, heran. Anak siapa si lo!" Bianca tersenyum tanpa tau dosa seraya menganggukkan kepalanya lalu menjawab Jiraina dengan nada santai, gak heran ke duanya selalu bertengkar kaya saat ini. Jiraina memang selalu dibuat emosi sama kelakuan teman perempuannya yang satu ini.
"Anaknya bapak Samsul dan ibu Kusniati, wkwk!" Linggar meneduh dipinggir jalan karena tiba-tiba payungnya terbawa angin dan sang pemuda menjadi basah karena terkena air hujan, sepertinya hujan semakin lebat dan gak ada cara lain buat dirinya untuk berteduh dijalan kaya sekarang ... lagian ini masih jauh dari peradaban kampus gak masalah bagi pemuda tersebut. Semua paket juga sudah di antar ke tempatnya dan tinggal memberikan hasilnya saja. Heran bang