Jiraina menatap sekeliling kampus lalu gadis itu menghela panjang ketika melihat kakaknya begitu sibuk dengan pekerjaannya akan tetapi lelaki yang baru saja mengantarkan sang adik pergi mengemban pendidikkan itu tak mau berlama-lama ada di sana, Domain harus cepat berangkat ke kantor karena Sekjen akan marah jika kerjanya lamban. Jiraina mengangguk atas apa yang sang kakak pesankan untuknya, perempuan itu tetap tak mengindahkannya selepas Domain pergi kerja, Jiraina mendengus kesal pada temannya yang memesan namun tak mau bayar dalam tokonya memang menerima cash on deleveri akan tetapi tidak menerima utang on deleveri. Bianca tak mau membayar jika tidak diberikan harga teman, namun bukannya membeli dengan harga teman malahan utangin barangnya, Jiraina tak akan mau menerima hal itu hanya karena mereka berteman Bianca malah seenaknya. Tak hanya perempuan yang sedang berjalan ke arahnya dengan pandangan berbinar dan jangan lupakan Brisia yang juga menatap Jiraina, kedua perempuan tersebut secara gamblang menunjukan rasa tertariknya pada salah satu barang yang dibawa wanita bersurai hitam, tentu saja Jiraina tak semudah itu membiarkan dirinya kembali dipiutang oleh dua temannya.
"Raina!!!" pekik keduanya dengan riang. Namun seakan Jiraina menutup rapat telinganya dari suara lengkingan teman-temannya, tak juga berhenti berteriak Bianca dan Brisia kembali memekik keras seraya memanggilnya dengan begitu anggun. Karena muak akan panggilan tersebut, Jiraina menimpuk kedua temannya dengan batu kerikil, terlalu kesal akan tingkah keduanya.
"Apaan si kalian! Budek kuping gue!!" omel perempuan itu yang menaruh kedua tangannya diatas pinggang, perempuan itu sudah siap menagih hutang pada teman-temannya, "mana uang gue? Kalian gak lupakan?" sedangkan Bianca dan Brisia hanya seperti orang yang tidak tau apa-apa.
"Utang apa?" sahut Brisia yang tersenyum canggung dan perempuan di hadapannya itu menampilkan wajah datar sedatar mungkin, tak lama ketiga perempuan itu berjalan ke arah koridor kampus, para mahasiswa pun tau siapa dirinya, karena tokonya cukup dikenal luas seantero gedung A fakultas Management. Jauh dari penglihatan ketiga perempuan itu menjadi pusat perhatian sekumpul pemuda yang tak mereka kenali, Linggar menatap perempuan yang menarik perhatiannya, lelaki itu memandangnya dengan sekali kedip membuat ke empat temannya beserta sang adik ikut menggodanya.
"Pake tanya lagi lu! Ya utang baju lu di gue!" Linggar melangkahkan kakinya ke arah yang berlawanan dari ketiga perempuan tersebut, Jiraina menoleh sekilas dan keduanya saling bertemu tatap. Membuat perempuan itu terpaku diam memandang wajah tampan tersebut, tak lupa dengan para pengikut lelaki itu dibelakangnya, Bian melirik Brisia yang menyuruhnya diam dan tak banyak bicara. Pemuda itu hanya tersenyum tipis lalu menunjukkan cengiran konyol.
Bianca mengusap telinganya pelan lalu membalas teriakan dari Jiraina yang tak kalah penging ditelinga, kedua perempuan itu masuk ke dalam kelas hari ini dosennya datang agak telat dan prodi mereka sedang memiliki kelonggaran dalam belajar mengajar.
"Gak usah pake teriak bambang!" ketus Bianca yang menoyor kepala teman perempuannya itu, tak lama suara kelas ramai dengan anak lain, ketiganya akan memulai aktivitas belajar mereka. Bianca dan Brisia sengaja mengambil kursi yang tak jauh dari Jiraina karena wanita itu kelewatan cemerlang jadi bisa dibuat bahan nyontek, tak ayal kalau Jiraina kadang pelit mereka berdua dan juga suka julitin teman-temannya. Linggar memandang jauh kelangit luar seraya mendengus kecil sembari memerhatikan dosen pengajar di depan, agak jauh memang FT sama FE karena keduanya memang berbeda prodi namun gedung mereka hanya terpisah satu gedung saja. Jika FE berapa digedung A maka FT berada digedung C, hanya terpisah satu gedung saja akan tetapi parkirannya hanya satu, "Unj gak sedikit yang masuk. Lha lu pikir gedung ini kecil? Kaga bor!" sembur Jiraina yang memberikan peringatan pada Kedua wanita tersebut.
"Habis gini lu mau ke mana?" tanya Bian yang memerhatikan temannya. Linggar tak merespon ataupun menjawab bahkan saat Rinco mengajaknya berbicara pikirannya cuma tertuju pada senyum Jiraina yang terlihat begitu manis, "kacang terooosss!!!!" sentak lelaki itu.
"Apasih Dra, emang lu bilang apa?" sahut Linggar di selingi tawa renyah. Bian sudah terlanjur sewot dengan sikap yang ditunjukan oleh pemuda ini. "Wey! Biandra Maragenta! Kok diem? Yah dia malah ngambek." lanjut Linggar yang melengos lagi ke arah jendela. Seorang perempuan melangkah masuk ke dalam salah satu kelas dan meletakkan buku ekonomi wajib di kelas tersebut Bianca melambaikan tangannya pada Bian sedangkan Jiraina sibuk mengobrol dengan Brisia, perempuan yang asik mengobrol itu berjalan mendekat ke arah meja seorang pemuda. Ketika Jiraina hendak memanggil Bianca seseorang dari kelas itu memanggilnya dan bertanya-tanya mengenai usahanya, perempuan ini teralihkan dan melengang pergi keluar dari kelas tersebut.
Brisia menyapa Rinco dan Linggar yang tak ada sahutan sama sekali, "mau ke mana itu teman lu?" tanya Rinco.
"Urusan bisnis, kenapa temen lu suka sama dia? Jangan dah abangnya galak," peringat Brisia yang menarik lengan temannya itu agar keluar dari sana, Linggar merasa dirinya harus kenal dengan wanita itu, dan mendekati kakak Jiraina. Pemuda itu menarik tas ranselnya lalu pergi begitu saja mencari perempuan itu, Linggar berjalan menyusuri koridor dan berpapasan sama Jiraina yang tengah membawa banyak barang, pemuda tersebut menjaganya dari belakang hingga perempuan itu menghentikan langkahnya dan menoleh kebelakang dan merasa waspada terhadap sesuatu hal. Pada saat mau ketabrak pilar kampus Linggar dengan cepat menariknya lalu menahan beban tubuh perempuan itu, tatapan keduanya saling menumbuk satu sama lain, perempuan itu bahkan merasa ada sesuatu dipipinya.
"Makasih," ujar Jiraina cepat yang memalingkan wajahnya.
Linggar diam saja dan itu sontak membuat sang perempuan bingung karena tak mendapat jawaban atas rasa terima kasihnya, pemuda itu mengambil alih barang-barangnya lalu membawanya tanpa mengatakan apapun, lelaki itu benar-benar melakukan hal yang tak bisa ia lakukan dengan memromosikannya kesetiap mahasiswa.
"Kalau butuh bantuan tuh ngomong, gunanya mulut buat apa kalau gak digunain," tukas lelaki itu yang tak menoleh pada Jiraina, berbanding terbalik dengan Jiraina yang tengah terpukau akan ketampanan Linggar serta kemahirannya dalam bergadang. "Dengar gak?"
"Huh?" pemuda itu menghela panjang lalu mengabaikan wanita disampingnya. "Gila ini cowok kaya anime banget," gumam perempuan dengan nada pelan agar tak terdengar oleh sang pemilik nama. Jiraina memotret Linggar yang tak lama lelaki itu menoleh ke arahnya lalu menatapnya dalam, perempuan itu terkejut atas atensi itu dan tak sengaja wajah tampan itu tertangkap kamera.
Linggar merebut kamera itu dan mencoba untuk menyimpan photo yang telah tercetak dikamera tersebut. "Mengambil photo orang tanpa izin itu melanggar privasi. Tau kan? Jadi kalau mau tangkap gambar bilang. Biar bisa pose." Senyum Linggar mampu membuat perempuan itu tak bernafas. Jiraina ambyar, seambyar-ambyarnya. Jiraina agak malu dengan apa yang dikatakan oleh pemuda dihadapannya, namun sedetik kemudian teman-teman kelasnya memanggil dengan suara yang lantang membuat keduanya menoleh ke arah belakang.