Derrrttt … derrrtttt ….
Getaran telepon seluler Eliza membangunkannya di Sabtu siang yang panas, dia meraih teleponnya yang ada di meja kecil persis di sebalah tempat tidurnya. Eliza melihat ada panggilan masuk dari Mia, "Ada apa ini? Tumben telepon …," gumam Eliza. Eliza menarik nafasnya dalam-dalam agar suaranya tidak terlalu berat, "Halo Kak …," sapa Eliza.
"Hai El, lagi sibuk gak?"
"Enggak Kak, ladi di rumah kok. Ada apa Kak?"
"Ehmmm, Eric mau ketemu sama kamu."
"Ooh, dia sudah pindah dari ruang ICU Kak?"
"Sudah, dari kemarin," jawab Mia datar.
"Oh ya? Kok aku gak dikabari Kak?"
"Ehmmm, aku kira kamu sibuk. Aku gak enak ganggu kamu."
"Ya ampun Kak, kok gitu sih. Ya sudah, aku siap-siap dulu. Nanti aku langsung ke sana, tolong kirimin nomor kamarnya ya Kak."
"Iya," jawab Mia masih dengan nada dingin.
Setelah itu telepon terputus, perasaan Eliza tidak enak. "Kenapa Mia dingin banget ya? Apa aku ada salah?" gumam Eliza. "Ah, paling suasana hatinya saja yang lagi gak baik."
Eliza bergegas pergi ke rumah sakit menemui Eric. Ketika sampai di ruangan, di sana sudah ada kedua orang tua Eric, Mia dan 1 asisten rumah tangganya.
"Hai El …," sapa Ibu Eric.
"Iya Tante, Om, Kak …."
"Eric baru saja tidur, gak apa-apa ya menunggu sebentar sampai Eric bangun," bisik Ibu Eric.
"Iya gak apa-apa Tante, aku juga gak buru-buru kok."
"Syukurlah."
"El, temani aku turun ke kantin yuk. Aku mau beli sesuatu," ajak Mia tiba-tiba.
"Ya ampun Mia, baru juga Eliza sampai kok sudah diajak turun …," gumam Ibu Eric.
"Gak apa-apalah Mah, Eric juga masih tidur kan? Memangnya di sini mau ngapain? Mending di kantin," jawab Mia, kemudian dia melihat Eliza yang masih berdiri, "Iya kan El? Gak apa-apa kan kita ke bawah?"
"Ya sudah gak apa-apa Kak, sekalian menunggu Eric bangun."
Eliza dan Mia turun ke kantin, selama berjalan menuju kantin mereka tidak banyak bicara. Karena mereka juga tidak terlalu dekat, mereka berkomunikasi hanya saat-saat tertentu saja. Salah satunya ketika ada masalah dengan Eric.
Mereka memilih untuk duduk di dekat taman.
"El …," panggil Mia.
"Iya Kak …."
"Kemarin waktu hari pertama Eric masuk rumah sakit, kamu kan pulang duluan tuh. Nah kebetulan selang setengah jam, aku ke depan mau jemput Papah. Aku lihat kamu dijemput laki-laki berseragam polisi naik mobil berwana merah, itu siapa ya El?"
Eliza terkejut mendengar penuturan Mia, raut wajahnyanya panik. "Ehmmm … itu … ehmmm …." Eliza tidak bisa menguasai dirinya, dia sangat gugup. Seperti seorang pencuri yang tertangkap basah.
"Kalau gak salah mobil itu sama dengan mobil laki-laki yang dulu datang ke rumah, waktu hari terakhir kamu di Magelang. Yang waktu dia pulang, aku baru sampai. Ingat kan?" tambah Mia lagi.
Eliza semakin kelabakan, dia kesulitan mencari alasan yang tepat. "Dia hanya teman kok Kak …," jawab Eliza gugup.
"Teman? Bukannya kamu bilang dia itu sepupu teman kamu?"
"Iya, dia sepupu teman yang juga temanku."
"Bukannya dia tinggal di Magelang? Kenapa tiba-tiba ada di Jakarta?"
"Kebetulan kemarin dia ada tugas di Jakarta, dan sepupunya itu lagi minta tolong dibeliin peralatan kesehatan. Kebetulan di Magelang gak ada, jadi dia titip sama sepupunya itu. Gitu Kak …."
"Ooh … jadi begitu ceritanya ya …."
"Iya Kak."
"Begitu saja kok kamu gugup …," ujar Mia dengan tawa yang terkesan menyindir. Sontak Eliza semakin gelisah tidak karuan. "Terus habis dari rumah sakit kalian kemana?" tanya Mia lagi.
"Ya cari peralatan medis yang dititip teman aku itu."
"Ooh … kirain malah nongkrong di kafe."
Eliza menarik nafasnya, dia mencoba tenang. 'Sial, kenapa harus dia lihat sih kemarin … tapi memangnya kenapa kalau aku jalan sama Dirga, apa hak dia introgasi aku begini. Aku juga gak kenapa-kenapa kok, malas banget sih. Belum apa-apa sudah mau tahu saja tentang hidupku,' batin Eliza kesal.
Suasana semakin canggung, Eliza juga tidak bisa menyembunyikan raut wajah kesalnya dari hadapan Mia. Beberapa saat kemudian telepon seluler Mia berbunyi, panggilan dari Ibu Eric memberitahukan kalau Eric sudah bangun dan minta bertemu Eliza.
"El, Eric katanya sudah bangun. Mau ketemu sama kamu."
"Oh ya sudah, aku naik sekarang ya Kak."
"Oke. Kamu bilang saja sama Mamah aku masih minum kopi di sini ya."
Eliza megangguk dan beranjak dari tempatnya, dia lega pergi dari hadapan Mia. Berada di depan Mia membuat dia merasa tidak nyaman.
"El …," panggil Mia lagi, Eliza menoleh. "Ehmmm, sori ya bukan aku mau introgasi kamu atau ingin tahu masalah pribadi kamu lebih jauh, aku cuma sekedar tanya saja kok," ujar Mia.
Eliza tersenyum, tentunya senyum yang dipaksakan. Kemudian dia meninggalkan Mia, dia tidak mau bicara terlalu banyak lagi dengan Mia. Eliza sampai di ruangan, Eric sudah menunggunya. Seperti sudah diberikan kode, begitu Eliza masuk kedua orang tua Eric bersama asistennya pergi ke luar meninggalkan Eric dan Eliza berada di ruangan.
"El, Tante ke luar dulu ya. Titip Eric."
"Iya Tante."
Eliza mendekat pada Eric, Eric menyambutnya dengan senyuman. Masih pucat, masih lemah dan tampak sangat kurus. Eliza menarik kursi dan duduk di dekat Eric. "Kamu kenapa lagi sih Ric? Kok drop lagi sih?"
"Mungkin kelelahan waktu di perjalanan kemarin El," jawab Eric lemah.
"Kamu sembuh dong, jangan sakit-saki gini. Kalau kamu lemah gini aku bingung …."
"Iya sayang, maaf ya aku gak bisa kamu andalkan lagi sekarang."
"Ya makanya pulih dong, kamu semangat untuk sembuhnya."
"Iya El, kamu masih mau tunggu aku kan? Kamu masih setia dengan hubungan kita kan El?"
"Ric, bisa gak sih kamu jangan tanya yang aneh-aneh dulu. Kamu fokus sama kesehatan kamu dulu, semua akan baik-baik saja. Gak usah pikirkan yang lain."
"Kamu itu hidupku El, aku gak bisa kalau jauh dari kamu. Aku gak bisa gak pikirin kamu setiap hari."
"Iya, tapi kamu juga harus pikirkan kesehatan kamu sendiri. Bagaimana kamu bisa mau menyenangkan aku kalau kamu seperti ini? Aku juga gak nyaman kalau kamu begini terus? Jadi kamu harus sembuh ya …."
Eric meraih tangan Eliza dan menggenggamnya, "Iya sayang, aku janji aku akan sembuh. Tunggu aku ya …."
Eliza mengangguk, entah sampai kapan Eliza akan menunggu. Tapi tidak mungkin juga Eliza mematahkan hati Eric dengan mengucapkan apa yang di hatinya. Suasana hati Eliza juga sedang tidak baik, karena pembicaraannya tadi bersama Mia.
"El … kamu kenapa murung?" tanya Eric.
"Hah? Enggak kok, aku kangen saja saat-saat kita dulu bisa bebas kemana kita mau."
"Hemmm, sabar ya sayang .…"
Eliza mengangguk.