Chereads / TABUR TUAI / Chapter 25 - Mengeluh

Chapter 25 - Mengeluh

Eliza mendekati Eric, dan duduk di depannya. Eliza menarik dan menggenggam tangan Eric. "Ric, aku kan sudah bilang kamu harus fokus sama kesehatan kamu. Jangan pikirkan yang lain-lain dulu. Lihat deh, kamu gak makan, gak minum obat, gak mau kontrol ke dokter juga. Bagaimana kamu bisa sembuh?"

"Tapi El, aku takut kamu pergi …"

"Hubungannya apa? Aku malah sedih lihat kondisi kamu seperti ini. Kasihan Tante juga kan?"

"Aku mau kamu tetap di sampingku El, jangan pernah berpaling dariku …," pinta Eric dengan berlinang air mata.

Eliza ikut menangis, dia tidak berani untuk berjanji pada Eric kalau dia akan setia di samping Eric. Karena cepat atau lambat, dia akan pergi. Hanya menunggu waktu yang tepat untuk bicara. "Sudah dong Ric … sudah cukup. Sekarang kamu harus optimis, harus sehat … kamu harus semangat untuk sembuh."

"Aku mau El, asal kamu juga dukung aku untuk sembuh."

"Aku dukung sekali kamu untuk sembuh, malah aku sakit hati lihat kamu seperti ini Ric."

"Kamu masih milikku kan El?"

"Ric .…"

"Jawab dulu, kamu masih milikku kan? Hanya aku yang ada di hatimu kan?"

Pertanyaan yang sangat susah untuk dijawab Eliza, dia tidak ingin membohongi Eric tapi dia juga tidak ingin menghancurkan hati Eric sekarang.

"El, kenapa kamu gak jawab?"

"Ric, bisa gak sih kamu percaya sama aku tanpa kamu harus bertanya seperti ini? Bisa gak kamu percaya sama aku tanpa aku harus menjawab setiap pertanyaan kamu?"

Eric diam, matanya sendu. Kemudian mengangguk, menarik tangan Eliza dan menciumnya, "Aku akan sembuh untuk kamu El, aku akan janji .…"

"Aku pegang janji kamu ya Ric, aku mau kamu semangat untuk sembuh. Aku gak mau dengar lagi drama-drama seperti ini."

"Iya El, kamu sabar tunggu aku sembuh ya .…"

Eliza mengangguk. Dan memang pada kenyataannya hanya Eliza yang mampu mengendalikan Eric. Setelah mereka bicara, Eric menuruti semua apa yang dikatakan Eliza. Mulai dari makan, minum obat dan pergi ke rumah sakit untuk kontrol. Sampai pulang dari rumah sakit, Eliza masih ikut mengantar Eric pulang dan menyuruhnya istirahat.

"Kamu tidur ya, jangan pikir yang aneh-aneh, pokoknya kamu fokus sama kesehatan kamu dulu."

"Iya El."

"Ya sudah aku pulang ya."

"Iya El, hati-hati ya .…"

Eliza mengangguk dan keluar dari kamar Eric. Di depan, Ibu Eric dan Mia sudah menunggu. "Tante, aku pamit dulu ya .…"

"Kamu langsung pulang El? Gak makan dulu?"

"Gak usah Tante, soalnya nanti sore aku juga masih harus buka praktik di rumah."

"Ooh, makasih banget ya El. Kalau gak ada kamu, Tante gak tahu bagaimana caranya menghadapi Eric. Begitu ada kamu, semua kembali seperti semula. Sekali lagi terimakasih ya El…"

"Iya Tante, sama-sama."

Mia tidak ikut bicara, dia hanya mengamati Eliza. Seperti ada sesuatu yang ingin disampaikan tapi tidak tersampaikan.

"Ya sudah Tante, Kak Mia … aku pamit dulu ya."

"Diantar Mia saja El biar …," sela Ibunya Eric.

"Gak usah Tante naik taksi saja," potong Eliza cepat. Dia tidak ingin diintrogasi Mia lagi, Eliza selalu ingin menghindar dari Mia.

"Ya sudah kalau begitu, hati-hati di jalan ya Nak .…"

***

Tubuh Eliza terasa sangat lelah hari ini, dia menyandarkan punggungnya di sofa. Masih ada 30 menit lagi sebelum buka praktik. Dia teringat dengan Eric dan segala drama yang dilakukan Eric. Apa yang dilakukannya hari ini menjadi sebuah gambaran untuk Eliza, gambaran yang mungkin akan terjadi jika dia menikah dengan Eric. Setiap hari akan dihabiskan merawat Eric. "Lama-lama jadi mirip pembantu deh," gumam Eliza.

"Siapa yang pembantu El?" sahut Ibu Fadila.

"Eh Bu, kagetin saja …."

"Kamu lagi pikirin apa sih? Suntuk banget kelihatannya .…"

"Iya Bu, tadi Eliza dari rumah Eric."

"Buat apa ke sana El? Kamu putusin Eric tadi?"

"Enggaklah Bu, Eric masih gak stabil. Sudah dua hari ini katanya dia mogok makan, mogok minum obat, diajak kontrol gak mau juga. Jadi tadi Tante suruh aku ke rumahnya buat kendalikan Eric."

"Ooh … terus?"

"Ya setelah aku ajak bicara, Eric mau melakukan apa yang aku minta. Makan, minum obat, antar ke dokter, suruh tidur, ya rasanya seperti pembantu gitu deh Bu. Aku gak bisa bayangkan gimana kedepannya kalau kamui tinggal bersama."

"Husss … bicara apa kamu El? Gak boleh seperti itu!"

"Coba deh Ibu bayangkan, kami menikah dan aku akan menjadi perawat pribadinya Eric. Aku gak akan mungkin bisa kerja kan Bu? Percuma dong aku belajar, kuliah sampai bertahun-tahun kalau hanya jadi perawat orang sakit saja."

"Ya kan bisa pakai suster?"

"Bu, Eric gak akan mau Bu. Pasti dia bilang 'kamu saja yang rawat aku' aku sudah yakin itu," ujar Eliza menirukan gaya bicara Eric.

"Sudah … sudah … kalau kamu memang gak bisa lagi dengan dia. Ya sudah, jangan dijelek-jelekkan. Kapan kamu mau bicara dengan dia?"

"Tunggu dia stabil dulu deh Bu."

"Tapi kamu juga boleh jalan dengan laki-laki lain kalau sudah benar-benar selesai dengan Eric ya. Jangan sampai ada fitnah."

"Iya Bu."

Deerrrtttt … deerrrttttt ….

Getaran telepon seluler Eliza memutus pembicaraan Eliza dan Ibunya, panggilan masuk dari Karin. Ibu Fadila juga segera meninggalkan Eliza ke belakang.

"Halo Rin .…"

"Hei El, lagi sibuk gak?"

"Enggak kok .…"

"Eh, kamu gak buka praktik?"

"Masih 20 menit lagi, ada apa Rin?"

"Gak ada apa-apa sih? Kangen saja."

"Ooh .…"

"Eh suara kamu kok berat banget? Gak ada semangat-semangatnya. Kenapa? Aku gak pas ya waktunya telepon kamu?"

"Bukan … bukan Rin, aku memang lagi capek saja kok seharian ini."

"Sibuk di kampus?"

"Enggak sih, tadi habis urus Eric."

"Memangnya Eric kenapa El?"

Eliza menceritakan semua yang dilaluinya hari ini, intinya Eliza mengeluh dengan apa yang dia sudah lakukan untuk Eric.

"Ya ampun … Mamahnya sendiri gak bisa kendalikan Eric?"

"Ya gitu deh Rin."

"Terus, Eric jadi ketergantungan sama kamu?"

"Iya."

"Bukan gimana ya El, tapi itu menurutku berlebihan deh. Mereka kan bisa sewa perawat atau apalah namanya untuk menjaga Eric. Kalau begini terus, kamu gak merdeka dong namanya. Gimana nanti kalau kamu ada urusan atau ada acara, apa mereka tetap tunggu kamu untuk urus Eric? Gak lucu banget sih keluarganya Eric .…"

"Entahlah Rin … aku juga gak mengerti."

"Kesannya kamu seperti dimanfaatkan gitu."

"Aku bingung Rin," keluh Eliza.

"Kalau aku boleh kasih saran sih, mending kamu selesaikan hubungan kamu dengan Eric deh. Hubungan kalian ini sudah gak sehat. Gak baik untuk kamu. Kamu itu sekolah tinggi-tinggi bukan untuk perawat pribadinya Eric kan?"

"Aku juga berpikir seperti itu Rin. Aku rasa perasaanku juga sama Eric sudah gak seperti dulu lagi."

"Ya sudah, jangan ulur-ulur waktu lagi El. Selesaikan secepatnya. Kamu berhak mendapat yang lebih baik dari Eric."

"Hemmm, iya deh Rin. Nanti aku pikirkan ya. Sudah dulu ya Rin, sudah ada beberapa pasien yang datang."

"Oh ya sudah, kalau mau cerita kabari aku saja ya El. Jangan dipendam sendiri, aku ada buat kamu …."

"Iya Rin. Terima kasih ya."