Chereads / DARK HEROS / Chapter 21 - Bersiap untuk Bertarung!

Chapter 21 - Bersiap untuk Bertarung!

Hutan belantara itu begitu sunyi. Saking sepinya, Kara bisa mendengar gema suaranya dengan baik. Namun bukan itu yang ia harapkan setelah datang pagi itu kesana.

Ia justru berharap hutan itu dipenuhi para bandit Clan A. Tapi nihil. Tak ada siapa-siapa disana.

"Kenapa para bandit tak datang kesini?" Kara makin bingung dibuatnya. Bukankah seharusnya Clan A datang ke tempat yang mereka sebut sarang itu? Lalu kemana pula Daiki dan teman-temannya? Tak ada satu orang pun yang terlihat.

Kara terbang mengitari hutan itu, berharap menemukan jejak mereka. Tapi semua sia-sia. Apakah mereka sudah pergi sedari pagi buta?

Kara merutuki dirinya sendiri yang bodoh mengikuti siluman ular itu. Seandainya ia masih bertahan disana, maka dirinya pasti tahu apa yang terjadi semalam atau jika tidak di pagi hari itu.

"Akh! Aku kehilangan mereka," decaknya penuh penyesalan. "Lalu bagaimana sekarang? Usahaku jadi sia-sia? Ini tak boleh jadi begini," racaunya.

Tetapi kemudian suara gemerisik membuatnya tersadar bahwa ada yang datang mendekat.

"Itu pasti mereka!" decitnya sambil langsung terbang bersembunyi. Ia mengintai dari batang pohon yang berdaun rimbun.

"Hah! Kamana sih dia?"

Kara mengernyit mendengar suara yang tak asing ditelinganya. Segera ia terbang turun mencari arah suara. Dan ya, tebakannya tak pernah salah …

"Heros?" Kara membulatkan matanya. Sedikit terkejut dan kurang percaya melihat Heros disana. Mustahil rasanya mereka dapat bertemu jika mengingat arah mereka berlawanan saat berpisah. Seharusnya makin jauh. Tapi apa ini tiba-tiba?

"Ka-Kara?!" Heros juga nampak sama terkejutnya. Siluman itu hendak melompat lagi sebelum akhirnya berhenti karena sosok yang dicarinya sedari kemarin muncul tepat didepan matanya.

"Apa yang kau lakukan disini?"

"A-aku? Tak ada," jawab Heros tergagap.

"Ah … ku pikir kau jauh-jauh datang kesini untuk mencariku." Kara tersenyum hambar. Padahal dirinya tadi telah senang melihat kedatangan Heros.

"Dia memang mencarimu!"

Heros membelalakkan mata, tak menyangka tiba-tiba saja siluman rubah dalam bajunya nyeletuk menyampaikan tujuan sebenarnya.

"A-aku …." Kini wajahnya sedikit memerah, ia cukup malu mengakui jika dirinya merindukan Kara dan membutuhkan siluman gagak itu.

Tapi Kara yang terkejut dengan suara itu tak memperhatikan ekspresi penyesalan Heros. Netranya terfokus pada baju Heros karena ada sesuatu yang bergerak-gerak disana.

"Si-siapa ini, Heros?" Kara sontak bertanya dengan keras begitu kepala siluman rubah itu muncul secara acak dari kerah baju Heros yang lebar.

"Perkenalkan namaku Akio," sapanya tersenyum lebar.

"Heros … baru beberapa hari kita tak bertemu, kau sudah memiliki anak?" Kara memberengut heran memandang Heros. "Jadi aku harus memanggilnya apa? Cucu?"

"Heh! Kau jangan aneh-aneh, Kara!" tampik Heros dengan wajah masam. "Aku hanya memungutnya. Lagi pula siapa yang sudi jadi ayahnya," sambung Heros sambil mengeluarkan siluman rubah itu dari bajunya.

"Lalu kenapa tiba-tiba bawa anak begini?"

"Tolong! kata 'anak' itu dihilangkan. Dia bukan anakku! Berapa kali sih harus ku katakan!!!!"

"Baiklah Heros … baiklah.. jangan marah begitu." Kara merendah dan berhenti ditanah. Ia mendekati Akio yang duduk kasak kusuk sendiri memeriksa kantung bajunya.

"Siapa tadi namamu?"

Siluman rubah itu memutar kepalanya mengarah pada Kara yang kini berdiri dihadapannya.

"Aku Akio, paman," sahutnya ramah. Mata besarnya berbinar-binar menyambut tatapan Kara yang berubah menjadi hangat.

"Anak yang baik." Kara manggut-manggut sembari tersenyum.

Lalu katanya pada Heros, "Heros, dia bukan makhluk yang jahat."

Heros tak berkata apa-apa, namun netranya memandangi gerak-gerik Akio dengan wajah penuh curiga. Matanya menyipit. Kara menebak, tentu saja mereka tak akur.

"Tapi meski tak jahat, kau tak mungkin membawanya. Ada apa?" Kara merasa ada yang tak beres. Yah nyatanya Heros yang baik tak sebaik itu.

"Aku mendapat informasi darinya. Mungkin itu ada hubungannya dengan siluman Tsu yang kau katakan menghasut Monmu."

Kara mengerutkan dahinya mendengar penuturan Heros.

"Siluman yang berbuat kekacauan beberapa hari ini bernama Hanzai. Dia bilang siluman itu sangat mudah untuk turun ke dunia manusia." Tunjuknya pada Akio.

"Apa itu benar?" Kara mendekati Akio. Ia tak merasa puas jika tak mendengarnya langsung.

Akio mengangguk membenarkan.

"Paman, aku adalah salah satu yang berhasil kabur dari serangan Hanzai," ungkapnya menunjukkan kebencian. "Semua keluargaku terbunuh … Hanzai berniat melenyapkan semua siluman rubah."

"Kenapa dengan rubah?" Kara merasa perlu mempertanyakan hal itu.

"Kabarnya, ratu menginginkan bulu rubah yang penuh energi untuk pakaian hangatnya. Tapi …."

Sejenak Akio berhenti bercerita. Ia memandang Heros. Matanya penuh kekhawatiran.

"Tapi apa?" Kini Heros yang bertanya dengan alis terangkat. Sebelumnya Akio hanya menceritakan tentang ratu Azazel yang memerintah Hanzai. Namun sepertinya ada alasan lain dibalik itu semua yang belum diceritakan Akio padanya.

"Tapi aku tahu bukan hal itu yang jadi alasan Hanzai memburu para siluman rubah," lanjutnya.

"Karena awalnya ratu Azazel tak memerintahkan apa-apa pada Hanzai. Justru Hanzai yang datang pada ratu dengan membawa bulu rubah. Hanzai yang menawarkannya … dia menutupi sesuatu dari ratu. Hanzai hanya tak ingin ratu tahu alasan dibalik tindakannya."

"Jadi apa dia mengacau ke dunia manusia untuk berburu siluman rubah yang kabur?" Kara menarik kesimpulan. Sepertinya itu alasan dibalik cerita Akio.

"Bisa dikatakan iya, tapi bisa jadi juga bukan."

Kara mendesah. Jawaban Akio itu cukup ambigu. Ia sedang tak mampu berpikir sekarang. Pasti masih ada alasan lainnya, bukan?

Kemudian Kara memandang Akio lagi dengan wajah iba. Tiba-tiba ia jadi merasa kasihan pada siluman rubah itu yang kini sebatang kara.

"Kau bersembunyilah di pegunungan Takai. Disana kau akan aman. Tanaman rambat pada gunung Takai akan menyamarkan baumu," kata Kara pada Akio. Namun saran itu langsung ditolak dengan gelengan kepala oleh Akio.

"Tidak, paman. Aku ingin ikut dengan kalian saja. Dibanding bersembunyi disana, aku lebih suka bersama Heros. Ayah selalu mengajarkan jika semua siluman rubah itu bersaudara."

"Saudara dengkulmu!" sungut Heros membalas ucapan Akio sengit. "Yang ada kau merepotkanku, tau!"

"Tunggu … jadi maksudmu, Heros juga rubah?" tanya Kara, alisnya menukik. "Jadi benar rubah, ya?"

"Iya paman, dia rubah. Itu sebabnya aku bisa mencium aromanya."

"Kalau memang benar Heros rubah, bukankah itu berarti Hanzai juga akan mencarinya?" pekik Kara. Ia tersadar sesuatu yang benar-benar penting sekarang. Fakta bahwa Heros berada dalam bahaya.

"Heh! Apa yang dikatakan siluman picik ini tak semuanya benar. Aku bertaruh itu." Heros enggan untuk mempercayai Akio. Walau sejujurnya ia juga merasa apa yang dikatakan Akio benar. Entah mengapa, ia tahu mata Akio tak berbohong.

Kara terdiam. Ia berpaling sejenak ke arah kirinya memikirkan sesuatu. Benaknya dipenuhi dengan tanda tanya yang besar.

'Pangeran kegelapan itu, apa bebas membuka portal? Atau memang portal benar-benar terbuka? Apa bulan merah memang akan muncul, ya? Padahal aku hanya mengarangnya. Bagaimana bisa begini?'

"Kara! Hei!"

"Ah! Ya?" Kara tersadar dari lamunannya.

Mata hitam legamnya menatap Heros di depannya.

"Heros … sepertinya ini sudah saatnya untuk kau bersiap-siap."