Siluman itu nampak begitu bengis dengan tatapan dinginnya. Bahkan makhluk hijau yang merupakan tangan kanannya pun bergidik karenanya. Majikannya itu sudah lebih dari miliaran kali membunuh siluman lain tanpa rasa kasihan sedikitpun.
"Tuan, segeralah bunuh makhluk rendahan itu, agar tak ada lagi yang menghalangimu, Tuan" ucap Osute menyemangati tuannya yang tengah berdiri menatap mangsanya.
Setelah mendapat dukungan seperti itu, Hanzai membuka tangan kanannya. Mengumpulkan bola api yang makin lama kian membesar memenuhi tangannya. Wajah tampan itu begitu mengerikan.
"Padahal aku sangat berharap kau adalah tandingan yang sebanding denganku, tapi … ya sudahlah. Aku sudah sangat senang hari ini." Hanzai menyunggingkan senyumnya menatap siluman berwujud manusia di hadapannya.
"Ck! Aku kalah seperti ini bukan karena aku lebih lemah darimu, ya."
"Hahaha … masih bisa bergurau kau rupanya!" Osute menimpali omong kosong Heros dengan senyuman menyeramkannya. Ia akui Heros lebih berani dari yang ia duga.
"Sudah akan mati, tapi dia masih bisa bicara omong kosong begitu … dasar!" desis Osute mencemooh.
"Aku mengatakan hal yang benar … aku kalah karena belum makan saja." Lagi Heros berkata, meski sudut bibirnya terus menitikkan darah. Ia menatap Hanzai yang sedari tadi hanya diam mendengarkan omongannya.
Tatapan Heros yang seakan tak ada takut-takutnya pada ancaman Hanzai, membuat Osute kesal. Ia mendengus menatap tajam Heros.
"Kau makhluk rendahan yang benar-benar tak tahu diri!!!" seru Osute berang sembari mengangkat Maho No Tsue-nya. "Jangan menatap tuanku dengan tidak sopan begitu!!"
Namun baru saja Hanzai dan Osute akan bersenang-senang, mereka merasakan tanah bergetar dan getarannya berubah semakin besar. Sesaat Hanzai menghentikan permainannya dan menunggu yang terjadi selanjutnya.
"Hah?! Makin keras saja …" Osute terperangah karena tubuh pendeknya sedikit terhuyung. Dengan tergesa-gesa Osute menancapkan Maho No Tsue miliknya ke tanah. Lalu ia berpegangan disana.
Kemudian sebuah gasing raksasa tiba-tiba saja muncul dengan kecepatan penuh keluar dari balik pepohonan besar disana. Gasing itu terus berputar menyebabkan angin topan.
Angin topan yang dahsyat menarik dedaunan dan debu membuat penglihatan mereka terhalang. Keduanya mundur beberapa langkah melihat angin topan itu mendekat.
"Benda apa lagi ini?" Hanzai keheranan melihat benda raksasa itu berputar menggulung dedaunan dan menciptakan tumpukan debu diudara.
Entah dari mana asalnya benda itu namun itu sukses membuat penglihatan keduanya buram karena debu dan benda-benda kecil yang menggulung pada angin topan itu.
Hanzai menghalau debu yang masuk dengan juntaian jubah pada tangannya, sedangkan Osute hanya menutup matanya dengan tangan.
Lalu tak berapa lama, angin itu mulai mengecil. Keduanya segera membuka mata. Tetapi keduanya terkejut karena Heros ikut hilang bersamaan dengan hilangnya angin topan itu.
"Sial! Tuan! Dia menghilang!!" Osute panik melihat kesekeliling.
"Tuan, seseorang menyelamatkannya! Aku yakin itu!" imbuhnya lagi. "Aku akan mencarinya, Tuan!"
"Tak perlu!"
Segera langkah Osute terhenti mendengar seruan tuannya. Ia berbalik dengan heran menatap tuannya. Apakah sekarang ia kehilangan selera untuk bersenang-senang?
"Tapi kenapa, Tuan? Anda ingin membiarkannya hidup?"
Hanzai menyunggingkan seringai diwajahnnya.
"Jika dia mati terlalu cepat, bukankah tak seru?" katanya pada Osute. "Biarkan dia sembuh dan bersiap untuk melawanku dulu … aku lebih suka dengan lawan yang kuat."
"Hm ...." Osute bergumam. Perkataan Hanzai benar juga. Heros bukanlah makhluk kuat sebagaimana yang dikatakan Joura, atau sesungguhnya makhluk itu memiliki kekuatan yang belum diperlihatkannya saja.
"Entahlah … yang pasti dia bukan tandingan tuan." Osute bermonolog sambil mengikuti Hanzai.
Pangeran kegelapan itu … memang siapa yang bisa menandinginya?
*****
"Uhuk! Uhuk!"
Heros nampak pucat. Kepalanya terus saja bersandar ditubuh makhluk penuh bulu yang sedang menggendongnya.
Setelah diselamatkan oleh kedua makhluk yang tengah menuntunnya, Heros sama sekali tak berbicara apa-apa. Ia hanya tiduran di bahu besar makhluk itu.
Beruntung dirinya diselamatkan. Jika tidak, mungkin dirinya sudah mati ditangan pangeran kegelapan itu.
"Dadaku sakit." Tiba-tiba saja Heros mengeluh.
"Akio, berhenti berlari!" Kara segera meminta siluman rubah bertubuh besar itu untuk berhenti berlari ketika mendengar suara lirih Heros.
"Kau tak apa?" tanya Kara sambil membantu menurunkan Heros dari belakang Akio. Lalu tubuh besar itu menyusut menjadi kecil kembali setelah membantu menyandarkan Heros di batang pohon besar di hutan.
"Aku tak menyangka kau bisa membesar …." Heros berkata sambil menyandarkan dirinya. Pernapasannya sedikit sesak setelah berkali-kali diserang oleh Osute.
"Ya … aku memang kecil dan lucu, tapi bukan berarti aku tak berguna."
Untunglah Akio ternyata memiliki kelebihan untuk berubah wujud menjadi lebih besar seukuran orang dewasa. Setidaknya kelebihan ini memungkinkan ia untuk menyelamatkan setengah siluman itu dari serangan Hanzai.
Kara menatap Akio dengan penuh rasa syukur. Kemudian ia memeluk Akio dengan erat, "Akio terimakasih sudah membantu."
"Sudahlah paman … kau tak perlu sungkan begitu. Aku hanya kasihan melihatnya saja." Tunjuknya pada Heros.
"Aku tak suka di kasihani." Heros membalas ucapan Akio. " Tapi … terimakasih."
"Tapi apa kita sudah benar-benar aman?" Tiba-tiba saja pertanyaan Akio itu mengundang keresahan di wajah Kara.
Kara melepaskan pelukannya dan mengecek kondisi Heros.
"Heros, lukamu parah. Sepertinya harus segera diobati," katanya dengan resah.
"Akio, bisakah kau membesar kembali? Kita perlu memindahkan Heros dari sini. Sepertinya tempat itu sedikit lebih aman…" Kara menunjuk sebuah gua dihutan.
"… lalu kita bisa pergi mencari tanaman obat disekitar sini." Kara memohon agar Akio bersedia melakukan permintaannya.
Kemudian Akio pun berubah lagi. Makhluk itu segera memapah Heros memasuki gua yang dimaksud oleh Kara.
"Paman yakin dia akan baik-baik saja di sini?" Akio nampak sedikit khawatir melihat Heros memuntahkan darah lagi.
"Justru jika kita tetap bertahan tinggal disini dan tak segera melakukan apa-apa, itu yang berbahaya ... ayo!"
Setelah berpamitan pada Heros, Kara dan Akio pun bergegas mencari tumbuhan obat disekitar sana. Setidaknya mereka membutuhkan ramuan yang bisa mengobati bagian tubuh luar dan dalam Heros.
"Akio?"
"Ya, paman?" sahut Akio yang tengah memilah-milah daun sesuai petunjuk Kara padanya.
"Aku tahu kau anak yang baik, tapi aku juga tahu kau menyembunyikan sesuatu dari Heros dan aku …" Kara menatap Akio yang menjadi salah tinggah. Sepertinya memang benar jika ada sesuatu yang disembunyikan oleh siluman rubah kecil itu darinya.
Pasalnya, setelah beberapa hari bersama dengan Akio, Kara menjadi curiga karena Akio menyimpan banyak rahasia dari mereka. Kedatangan makhluk itu juga dirasa sangat ganjil.
Bukankah tidak akan ada asap jika tak ada api? Jadi pasti ada sesuatu pada diri Heros yang diinginkan Akio yang tidak diungkapkannya.
"A … aku …." Akio semakin terbata begitu Kara mendekatinya dengan tatapan menyelidik.
"Cepat katakan padaku … siapa kau sebenarnya … dan apa tujuanmu datang kepada kami?" desak Kara dengan tatapan tajam.
"Sebenarnya … A-aku … aku … diutus oleh seorang untuk datang—"
"Siapa?!" sanggah Kara memotong tuturan Akio.
Akio menatap Kara dengan ragu-ragu. Siluman rubah itu meremas jemarinya dengan cemas. Ia tertangkap basah sekarang.
"Dia siluman peramal di Immortal Land … namanya …."
Tatapan Kara makin membuat Akio menunduk.
"Namanya … Joura!"