Nadia kembali melihat ke arah cermin. Mungkin sudah ke lima kalinya. Ia benar-benar mempersiapkan dirinya sejak tiga puluh menit yang lalu. Sesuai janji yang telah ditetapkan dengan Fauzan, Nadia sudah berdandan cantik malam ini.
"Ini adalah kencan pertama kita, pastikan kamu cantik malam ini."
Kalimat Fauzan terngiang di telinga Nadia kembali. Nadia memegangi kedua pipinya yang memerah itu. Ia bisa menyungging satu senyuman di sana. Nadia lalu melihat ke arah jam dinding di dalam kamar kosnya. Waktu yang ditetapkan sudah hampir lewat. Sekarang sudah jam tujuh malam. Awal mereka saling membuat janji. Tapi, kenapa Fauzan masih belum datang juga?
Nadia beralih melihat ke arah ponselnya yang ada di meja riasnya. Nadia ragu, apa ia akan mengirimkan pesan pada Fauzan saja? Aduh! Kenapa menunggu sekitar lima menit, rasanya menjadi lima jam saja? Nadia merasa ada yang berubah dari dirinya. Ia benar-benar merasa gelisah, dengan aktifitas menunggu ini.
Tring!
Tiba-tiba, notifikasi dari ponselnya berbunyi. Nadia segera menyambar ponselnya itu. Dengan menahan degupan jantungnya yang mendadak kencang, ia membaca pesan masuk dari ponselnya. Benar saja. Terlihat Fauzan sudah mengirimkan pesan. Buru-buru, Nadia segera membukanya.
[Aku sudah di depan.]
Nadia kemudian dengan tergesa berdiri. Ia memasukkan ponselnya ke dalam tas selempangnya. Lalu, ia berjalan keluar kamar dan mengunci pintu kamarnya dari luar. Nadia berjalan lagi menuju pintu kos.
Saat sudah ada di luar kosnya, Nadia mendapati Fauzan menunggu, duduk di atas motornya. Begitu melihat Nadia, Fauzan segera berdiri dan melambaikan tangan sambil tersenyum. Nadia, membalas dengan senyum sekedarnya, sebenarnya ia masih mengontrol detak jantungnya. Ia berjalan perlahan mendekati Fauzan.
"Sesuai dengan yang dijanjikan darimu," kata Fauzan ketika Nadia sudah ada di hadapannya. Nadia hanya diam mengkerutkan keningnya, masih menelaah dan belum mengerti paham sepenuhnya.
"Ya, kita keluar jam tujuh malam kan?" ungkap Nadia.
"Hm...mm..." Fauzan menganggukkan kepalanya dua kali. "Dan kamu terlihat sangat cantik," ujar Fauzan. Nadia tercekat sejenak dengan kalimat pujian dari Fauzan itu. Ia merasa tersipu. Sedang Fauzan hanya tersenyum melihatnya.
"Naiklah," kata Fauzan sembari menepuk motor bagian belakang miliknya. "Ini, pakailah," ujar Fauzan lagi sembari menyodorkan sebuah helm untuk Nadia. Nadia menerimanya dengan refleks. Ia tidak tahu kalau ia harus menggunakan helm segala. Apa tempatnya jauh?
"Kita mau kemana?" tanya Nadia.
"Aku akan lebih mengenalkan diriku padamu. Tenang saja. Aku tidak akan membawamu ke tempat-tempat aneh. Aku yakin kamu pasti akan menyukainya," kata Fauzan pada Nadia.
Nadia masih nampak ragu. Terlihat, ia tidak segera naik motor setelah mendengar ungkapan Fauzan baru saja. Fauzan bisa melihatnya dengan jelas. Saat Fauzan sudah ada di atas motornya, ia melihat Nadia yang mengikutinya masih nampak berpikir untuk ikut naik di belakang Fauzan.
"Apa kamu tidak percaya padaku?" tanya Fauzan yang menerka. Nadia masih berpikir keras. Bagaimanapun, Fauzan adalah orang yang baru dikenalnya. Meski selama ini Fauzan terlihat baik, tapi tetap saja Nadia merasa masih butuh bukti yang lain.
"Kita akan berjalan hanya sekitar empat kilometer dari sini. Apa kamu tahu, bangunan dekat swalayan besar di sana?" ujar Fauzan. Nadia nampak berpikir sejenak, lalu matanya berbinar.
"Iya, aku tahu," jawab Nadia cepat.
"Kita akan ke sana," kata Fauzan. Jadi, kalau nanti sampai di sana aku masih belum berhenti, kamu bisa berteriak dengan sangat keras," lanjutnya. Nadia tersenyum geli mendengar ungkapan Fauzan tersebut. Fauzan, benar-benar dapat membuat dirinya yakin kali ini. Lalu, Nadia seolah teringat sesuatu.
"Tapi, tempat apa itu? Aku lumayan sering lewat sana, tapi sampai sekarang masih belum tahu apa itu?" tanya Nadia.
"Nah, kalau itu kejutan. Seperti yang aku bilang, kamu pasti suka," jelas Fauzan. "Sekarang, apa kamu percaya padaku?" tanya Fauzan kembali.
Nadia akhirnya bisa mengulas senyum tulusnya. Ia lalu menganggukkan kepalanya beberapa kali. Selang hitungan detik, Nadia naik ke motor Fauzan dan mereka pergi.
***
Fauzan menghentikan motornya di depan sebuah gedung besar. Lalu, ia memarkir motornya di tempat parkiran. Nadia dan Fauzan turun dari motor. Fauzan mengatakan hal yang sebenarnya. Ia berhenti tepat di gedung yang tidak terlalu jauh dari kos Nadia, seperti yang telah ia katakan tadi.
Nadia yang sudah turun itu, melihat-lihat sekitarnya. Ia memang sering ke sini, tapi ia tidak tahu tempat apa ini? Dari depan, tidak ada tulisan atau plang soal informasi tempat ini. Nadia melihat ke sana kemari untuk mencari nama dari tempat ini, tapi tidak ketemu juga.
"Kenapa? Ayo masuk," kata Fauzan.
"Ini tempat apa?" tanya Nadia yang penasaran.
"Saat kamu melihatnya, kamu bisa menebaknya," kata Fauzan lagi.
Nadia masih ragu untuk melangkahkan kakinya ke dalam. Fauzan bisa mengerti perasaannya. Meskipun malam ini masih sangat ramai, Nadia masih memiliki sedikit keraguan. Fauzan yang memperhatikannya, lalu menyodorkan salah satu tangannya pada Nadia.
"Ayo," kata Fauzan mengajak Nadia. Nadia melihat sodoran tangan Fauzan dengan sedikit terkaget. Ia hanya diam. Fauzan kemudian tersenyum melihat Nadia.
"Sekali lagi, percayalah padaku," ucap Fauzan meyakinkan Nadia.
Nadia yang masih terkejut itu, melihat Fauzan memberikan tangannya padanya, ada gemelitik di dalam dadanya. Nadia merasa bahagia. Jantungnya berdetak tidak terkontrol. Perlahan, Nadia memberikan tangannya pada Fauzan. Fauzan tersenyum dan memegangnya erat. Dengan tersipu, Nadia juga ikut tersenyum.
Fauzan lalu mulai melangkahkan kakinya masuk. Nadia mengikutinya. Saat masuk, Nadia benar-benar memperhatikan sekitar. Sampai mereka melewati pintu masuk utama.
Nadia yang sudah masuk itu, melihat di dalam bangunan tadi sangat besar. Saat sudah berada di dalam, rasanya Nadia tidak asing dengan tempat ini.
Nadia melihat banyak laki-laki yang mengenakan kostum yang sudah pernah Nadia lihat sebelumnya. Atasan dan bawahan berwarna putih, dengan ikat pinggang berwarna hitam. Melakukan gerakan-gerakan yang Nadia sudah tentu hafal dengan gerakan itu. Dengan tersenyum sumringah, Nadia langsung bisa mengenali tempat apa ini.
"Judo?!" seru Nadia dengan senangnya.
Fauzan yang berdiri di samping Nadia memperhatikannya. Kemudian, Fauzan mengulas satu senyuman. Ia juga senang melihat Nadia yang tersenyum lepas seperti itu.
"Wah, ternyata kamu hanya butuh beberapa detik untuk bisa menebaknya dengan tepat," kata Fauzan. "Banyak yang mengira kalau ini adalah taekwondo," ungkap Fauzan. Nadia melihat ke arah Fauzan dengan cepat. Ia masih tersenyum berbinar. Fauzan semakin gemas memperhatikannya.
"Jadi, kamu bisa percaya padaku sekarang kan?" kata Fauzan. Nadia mengganti ekspresinya dengan heran. "Kalau begitu, bisa kamu lepaskan tanganku?" kata Fauzan.
Nadia melihat genggaman tangannya yang ada di Fauzan. Ia terkejut karena tidak sadar. Dengan malu, ia segera melepaskan tangannya dari Fauzan. Fauzan berhasil membuatnya kembali tersipu malu. Ia hanya bisa tersenyum senang.
"Kan, tadi kamu dulu yang menyuruhku memegang tanganmu," gumam Nadia pelan sekali. Ia menundukkan kepalanya dengan salah tingkah. Fauzan memperhatikan Nadia dengan tersenyum.
"Inilah judo yang sangat kamu sukai itu. Iya kan?" kata Fauzan melihat ke sekelompok orang yang ada di depan Nadia.
Nadia kembali mengangkat kepala dan memperhatikan Fauzan. Nadia hanya bisa mengerjap-kerjapkan matanya heran. Bahkan, Fauzan tahu soal Nadia yang menyukai olahraga judo. Nadia rasa, ia tidak pernah mengatakan hal lain pada siapapun soal kesukaannya tentang judo. Tapi, Fauzan bisa tahu. Selanjutnya apa lagi hal pribadi darinya yang bisa ditebak oleh Fauzan?