Chereads / Secret Love for Secret Admirer / Chapter 24 - I Like You, Really

Chapter 24 - I Like You, Really

Nadia mengetikkan sesuatu di dalam ponselnya dengan kedua ibu jarinya. Bukan itu masalahnya. Dari tadi, ia terus menatap layar ponsel dan senam ibu jari dengan terus saja senyum-senyum sendiri. Nadia tak sadar, dari tadi Mika sedang memperhatikannya.

"Ehem...ehem!" Mika berdehem hanya untuk mengalihkan fokus Nadia sebentar. Ia berhasil, dan Nadia menoleh ke arahnya.

"Ada apa Mik?" tanya Nadia begitu saja.

"Kamu pikir aku di sini hanya untuk menunggumu berkirim pesan dengan tersenyum-senyum seperti itu?" keluh Mika. "Siapa nama laki-laki itu? Fauzan ya?" tebalnya kali ini. Nadia sedikit membelalakkan kedua matanya dan merasa malu.

"Kamu kenapa sih Mik? Asal nebak saja," gerutu Nadia.

"Tapi, tebakanku benar kan? Kamu sedang berkirim pesan dengan Fauzan?" Mika dengan menaikkan salah satu alisnya dan menyunggingkan senyum nakalnya. Mencoba menebak isi hati Nadia. Nadia masih merasa malu. Ia melihat ke sekitar, takut jika saja orang sekitar sedang melihatnya. Sedangkan Mika dengan santai menunggu jawaban Nadia.

"Ada apa Nad? Kamu takut ketahuan siapa? Fauzan itu menyukaimu kan?" tanya Mika lagi dengan suara yang tidak diperankan.

"Sssst...!" Nadia menutup mulutnya dengan salah satu jari telunjuknya. Memberi isyarat pada Mika untuk tidak mengeraskan suaranya.

"Memangnya kenapa sih Nad? Kamu takut dengan siapa? Fauzan itu tidak punya kekasih yang harus disembunyikan kan?" ujar Mika lagi dengan santainya.

Nadia hanya membelalakkan kedua matanya melihat Mika. Beberapa orang yang ada di dekat mereka, melihat ke arah mereka. Membuat Nadia semakin merasa seperti terpojok dengan rasa malunya. Beberapa detik kemudian, Nadia memilih untuk menghela nafas panjangnya. Ia pasrah jika Mika benar-benar tidak berniat untuk menurutinya dengan memelankan suaranya.

"Aku dan Fauzan belum pacaran," kata Nadia pelan.

"Jadi, kamu sendiri juga mengaku kalau kamu menyukai Fauzan?" tanya Mika lagi. Pertanyaan dari Mika itu membuat Nadia berpikir serius tiba-tiba. Benar juga. Apa mungkin memang Nadia juga menyukai Fauzan? Ia justru diam dan mencari jawaban atas pertanyaan yang juga muncul di kepalanya.

"Nad? Kamu mendengarku kan?" tanya Mika dengan melambai-lambaikan tangannya di depan Nadia.

"Ya. Tentu saja aku mendengarmu." Nadia menjawabnya dengan pelan. Sambil setengah menerawang ke arah depan. Mika semakin heran melihatnya.

"Nad? Kamu baik-baik saja kan?" tanya Mika kembali. Nadia menoleh ke arah Mika. Mika jadi semakin heran. "Nad?" panggil Mika untuk memastikan bahwa Nadia bisa mendengarnya sepenuhnya.

"Entahlah?" ujar Nadia sembari menaikkan kedua bahunya. Melihatnya, Mika sama sekali tak mengerti.

"Entahlah apa maksudmu?" tanya Mika lagi.

"Aku sendiri tidak tahu kalau aku menyukai Fauzan atau tidak," kata Nadia. Mendengarnya, Mika baru paham. Ia mendengarkan Nadia dengan saksama. Setelah penjelasan Nadia ini, barulah Mika sadar jika Nadia akan berbicara serius.

"Kenapa tidak? Fauzan tampan, pintar, aktif dan bahkan dia sudah punya komunitas besar atas judo yang sudah kamu ceritakan padaku itu kan?" tanya Nadia.

Nadia mendengarkan Mika. Dalam hatinya memang membenarkan dan ada sebuah kebanggaan tersendiri atas semua ucapan Mika padanya. Nadia setengah menyunggingkan satu senyuman kecil dan menundukkan sedikit kepalanya. Mika masih memperhatikannya.

"Justru karena itu," ungkap Nadia pelan. Mika mengkerutkan keningnya tanda tak paham. "Menurutku, dia sempurna. Mangkanya, aku heran kenapa dia bisa menyukaiku? Aku sendiri sejujurnya merasa takut jika seandainya aku hanya terbangun dalam mimpi panjangku," ujar Nadia.

"Ck...ck...ck..." Mika berdecak beberapa kali. "Nad...Nad... Bahasamu puitis sekali?" ujar Mika. "Kalau aku, justru pasti senang disukai orang seperti Fauzan," kata Mika lagi.

"Kamu tidak tahu berada di posisiku sih!" kata Nadia.

"Ada apa dengan posisimu? Kamu kan seorang single yang menanti cinta dari sahabat yang tidak peka," kata Mika dengan nada biasa. Nadia tersentak mendengar Mika berkata demikian. Ia kembali melihat sekitarnya dengan canggung.

"Kamu ini!" gerutu Nadia dengan berbisik setengah berteriak.

"Ada apa lagi sih Nad? Benar bukan ucapanku," kata Mika lagi-lagi dengan nada santai. Seolah ia mengatakannya tanpa dosa. Kemudian, Mika melihat ke arah Nadia yang masih memicingkan mata padanya. Mika tahu, jika Nadia setengah kesal dengannya.

"Mik, pelankan suaramu," pinta Nadia.

"Nadia...Nadia..." Mika menggeleng pelan dengan menutup matanya.

"Kenapa memangnya Mik?" tanya Nadia.

"Bukankah seharusnya kamu senang bisa disukai orang seperti Fauzan?" kata Mika.

"Tapi, bukankah menurutmu tidak aneh? Padahal, di sini kan masih banyak gadis-gadis cantik lainnya. Kenapa Fauzan justru memilihku?" tanya Nadia pada Mika, yang sebenarnya juga bertanya pada dirinya sendiri.

"Ah, kamu terlalu berpikir jauh. Memangnya untuk apa Fauzan mendekatimu selama ini jika bukan karena rasa suka?"

"Bisa saja karena, dia hanya ingin tahu sesuatu. Bisa juga untuk sekedar menggali informasi atau semacamnya," tebak Nadia mengernyitkan dahi.

"Astaga Nad. Sepertinya rasa sukamu pada buku-buku misteri dan detektif itu harus diubah. Atau paling tidak, kamu harus bisa membedakan mana dunia nyata dan halusinasi," kata Mika.

"Entahlah Mik? Aku hanya merasa kalau aku, tidak pantas saja," kata Nadia sembari menundukkan pandangannya.

"Sedang membicarakanku?" Tiba-tiba suara Fauzan ada di sekitar mereka. Belum sempat Mika menimpali kalimat Nadia, mereka segera menoleh ke arah asal suara yang mendadak muncul itu. Benar saja. Ada Fauzan yang sudah berdiri di dekat mereka dengan menyunggingkan senyum lebarnya. Mika dan Nadia segera refleks terdiam.

"Ah, Zan. Kapan kamu datang?" tanya Mika menyambut Fauzan dengan canggungnya. Sedangkan Nadia, karena sangking malunya ia hanya bisa terdiam tercekat.

"Baru saja," jawab Fauzan singkat sembari menunjuk ke arah lapangan basket yang baru saja ia lewati. Kemudian, ia duduk di depan Mika dan Nadia. Saat Fauzan sudah duduk, entah rasanya suasana sekitar menjadi dingin dan kaku. Mika dan Nadia terdiam dalam beberapa saat. Termasuk Fauzan di sana.

"Eh, iya. Aku baru ingat!" seru Mika tiba-tiba. Nadia dan Fauzan menoleh ke arah Mika dengan cepatnya.

"Nad, aku mau menemui dosen pembimbingku dulu ya," ujar Mika seraya mengambil tas selempangnya.

"Mau kemana Mik? Bukannya kamu baru saja ke sini?" tanya Nadia heran. Mika memberikan kode pada Nadia dengan matanya. Ia sembari membereskan bukunya dan berdiri.

"Nanti aku ke sini lagi," lanjut Mika. Nadia hanya mengerjap heran melihat Mika yang terus berlalu pergi.

"Teman yang pengertian," gumam Fauzan pelan. Nadia menoleh ke arah Fauzan dengan wajah tanya.

"Apa?" Nadia pada Fauzan.

"Tidak," elak Fauzan. "Tadi, kalian sedang membicarakanku bukan?" kata Fauzan. Nadia mendelik kembali. Ia lalu salah tingkah dan segera melihat ke laptopnya.

"Tidaaaak," jawab Nadia bernada salah tingkah. Fauzan tersenyum tipis. Ia lalu mendekatkan dirinya pada Nadia dengan mendengku kedua tangannya di atas meja.

"Nadia, lihatlah aku," kata Fauzan. Nadia yang tadinya melihat ke arah laptopnya, gantian menoleh ke arah Fauzan.

"Jika kamu malu, kamu tak perlu menjelaskan apapun tentang obrolanmu dengan Mika tadi. Lagipula, aku sudah bisa mendengarnya dengan jelas."

Nadia tercekat dan hanya bergeming. Ia bisa menelan rasa malunya untuk sesaat. Ia masih menatap Fauzan dengan memberanikan dirinya.

"Kamu tidak perlu ragu lagi. Aku pasti tidak salah pilih. Aku benar-benar menyukaimu. Sekarang, jika ada pertanyaan yang mengganjal di kepalamu, kamu bisa langsung menanyakannya padaku, tanpa perlu mengira-ngira sendiri," kata Fauzan dengan pancaran mata yang serius.