Selama enam puluh menit berlalu, Nadia berhasil fokus menyelesaikan proposal pertama skripsinya. Satu jam berlalu, rasanya punggungnya sedikit menegang. Nadia lalu menegakkan badannya dan meregangkan semua persendiannya sebentar. Bersamaan dengan tulang-tulang lehernya. Ia mengerjakan skripsinya di gazebo, karena ingin tempat yang segar.
Nadia menyimpan hasil kerjaan skripsinya. Kemudian, ia yang masih menunggu Mika yang akan datang itu, membuka pencarian untuk mencari tahu kembali soal sesuatu yang sangat ia rindukan. Judo.
Rasanya, dulu ia sangat penasaran dengan judo. Namun, semenjak dua tahun terakhir ini Nadia sama sekali tidak pernah tertarik dengan judo lagi. Namun tadi malam, Fauzan mengingatkan kembali padanya. Ia merasa kembali antusias dan ingin mencari tahu lebih banyak lagi.
Nadia membuka YouTube untuk melihat gerakan-gerakan yang sempat pernah ia pelajari dulu. Sebenarnya, Nadia dulu ingin mengikuti kelas judo, dan nyatanya sampai sekarang ia masih belum punya waktu.
"Wah, ternyata kamu suka dengan judo, ya?"
Tiba-tiba suara laki-laki, terdengar di samping Nadia yang serius. Nadia terjingkat karena sangking seriusnya. Ia segera menoleh ke asal suara laki-laki yang mendadak ada di dekatnya itu. Sambil memegangi dadanya, karena Nadia merasa terkejut.
"Astaga! Fauzan?!" kata Nadia yang baru saja mengetahui siapa laki-laki yang ada di sampingnya itu. Nadia mengatur nafasnya. Fauzan yang ada di sampingnya tersenyum. Kemudian, Fauzan memutari kursi panjang dan duduk di samping Nadia.
"Maaf, membuatmu terkejut," kata Fauzan. "Jadi, kamu benar-benar menyukai judo ya?" Fauzan mengulangi pertanyaannya.
"Em... sepertinya begitu," jawab Nadia yang tiba-tiba saja menjadi canggung.
"Ngomong-ngomong, sejak kapan kamu menyukai judo?" tanya Fauzan. Nadia memutar kedua bola matanya ke atas, mencoba mengingat sesuatu hal.
"Entahlah? Mungkin sejak tiga tahun lalu?"
"Kenapa kamu menyukai judo?" tanya Fauzan lagi.
"Sama seperti orang yang menyukai sepak bola, basket, atau hobi lain seperti menari dan semacamnya. Tidak dapat dijelaskan. Aku hanya, menyukainya," jelas Nadia menjawab pertanyaan Fauzan. Fauzan mengangguk-anggukkan kepalanya tanda mengerti.
"Kalau kamu? Kenapa kamu suka judo?" Nadia gantian bertanya.
"Karena, ayahku menyukainya," jawab Fauzan. "Tapi aku pikir, judo adalah olahraga yang menarik. Saat aku mulai berlatih, aku akan terus merasa ketagihan," jelas Fauzan. "Aku juga menyukainya," lanjutnya.
"Wah, benar-benar menarik," ungkap Nadia dengan wajah berbinar. Ia kembali memperhatikan youtube miliknya. Fauzan mengamatinya dari samping.
"Artinya, kita berjodoh bukan?" tanya Fauzan tiba-tiba dengan masih melihat ke wajah Nadia. Nadia terkejut, ia kemudian memutar kepala ke arah Fauzan. Nadia lalu mengerjap-kerjapkan matanya. Wajah Nadia tiba-tiba memerah karena tersipu. Fauzan lalu tertawa. Membuat Nadia merasa aneh.
"Kenapa kamu tertawa?" tanya Nadia polos.
"Aku, hanya suka melihatmu dengan ekspresi seperti itu," kata Fauzan.
"Seperti apa?" tanya Nadia lagi.
"Sudahlah," kata Fauzan. "Apa, kamu ingin berlatih judo?" tanya Fauzan mengganti topik pembicaraan. Mendengarnya, Nadia segera melihat ke arah Fauzan dengan wajah amat berbinar-binar. Ia tak sadar, sampai sedikit membuka mulutnya.
"Mau!" seru Nadia dengan sumringahnya. Nadia juga tidak lupa untuk menganggukkan kepalanya dengan kencang. Fauzan hanya tersenyum melihat tingkah Nadia yang polos itu. Kemudian, ia tersadar dan segera mengganti ekspresinya dengan berpura-pura tenang. "Ya, tentu saja," jawab Nadia lagi dengan nada datar. Fauzan semakin tersenyum geli melihatnya.
"Ehem...ehem!" Tiba-tiba ada suara perempuan berdehem di dekat mereka.
Suara itu, tentu saja ditujukan untuk Fauzan dan Nadia. Sontak, Nadia dan Fauzan yang melihat laptop Nadia secara bersamaan, menoleh ke arah suara itu. Nadia bisa langsung menebaknya. Saat mereka menoleh, tentu saja ada Mika di sana. Dengan wajah seribu tanya, Mika datang mendekat.
"Mik? Kamu baru datang?" tanya Nadia.
"Em... iya," jawab Mika cengengesan sedikit. Mika segera memberikan kode isyarat pada Nadia. Ia melirik ke arah Fauzan yang duduk di samping Nadia tersebut. Nadia paham akan hal itu.
"Kenalkan, ini Fauzan," kata Nadia pada Mika. "Zan, ini Mika." Nadia gantian melihat ke arah Fauzan.
"Oh, iya." Fauzan segera berdiri dan menjabat tangan Mika.
Mika menerimanya dan mereka saling berkenalan satu sama lain. Setelah itu, Mika mengambil posisi duduk di samping Nadia yang lain. Saat sudah duduk, ia mencolek Nadia soal hal lain. Nadia, tentu tahu maksud colekan temannya itu.
"Fauzan ini, adalah mahasiswa dari fakultas ekonomi," jelas Nadia pada Mika.
"Em..." Mika mengangguk-anggukkan kepalanya. Fauzan hanya tersenyum. Mika kemudian menunggu Nadia kembali berbicara. Tapi, Nadia hanya terdiam. Mika menyenggol lengan Nadia dan memberikan kode agar Nadia tidak berhenti di sana.
"Ada apa?" Nadia justru bertanya.
"Apa kamu tidak akan mengenalkanku padanya?" bisik Mika.
"Fauzan, sudah tahu tentangmu," ucap Nadia. Kemudian ia menoleh ke arah Fauzan. "Iya, kan Zan?" tanya Nadia.
"Tentu saja," jawab Fauzan. "Mika, teman satu program studi sama sepertimu, ilmu administrasi bisnis," jelas Fauzan menanggapi kalimat Nadia. "Iya kan, Mika?" Fauzan ganti bertanya pada Mika. Mika hanya bisa mengerjap sedikit kaget.
"Kenapa, kamu bisa tahu?" tanya Mika pada Fauzan, dengan ternganga. Sedangkan, Nadia hanya menaikkan kedua bahunya melihat Mika. Ditambah, Fauzan hanya tersenyum.
"Kapan-kapan aku akan jelaskan. Sekarang aku harus pergi mengurus sesuatu," ucap Fauzan sembari berdiri. Nadia lalu melihat ke arah Fauzan yang berdiri.
"Kamu, mau pergi sekarang?" tanya Nadia pada Fauzan refleks.
"Maaf membuatmu kecewa. Tapi, aku ada urusan," kata Fauzan. Nadia yang mendengar ungkapan Fauzan baru saja menjadi mengkerutkan keningnya. Ia sedikit malu dengan apa yang diungkapkan Fauzan. Terlebih, ada Mika di sampingnya yang mendengarkannya.
"Kapan-kapan, aku pasti akan mengajarimu judo," kata Fauzan lagi. Fauzan lalu sekali lagi berpamitan pada Mika dan ia berjalan menjauh pergi. Nadia hanya memperhatikan Fauzan yang sudah menjauh, sedangkan Mika memperhatikan Nadia di sampingnya.
"Jadi, siapa Fauzan itu?" tanya Mika. Nadia menoleh ke arah Mika.
"Tidakkah kamu mengenalinya?" Nadia justru balik bertanya. "Kamu pernah bertemu dengannya dulu. Bahkan, kamu yang sudah memberitahuku tentang dia, saat aku belum mengenalnya. Ingat-ingatlah lagi," kata Nadia pada Mika. Mendengarnya, Mika merasa heran. Ia mencoba mengingatnya sesuai kata Nadia tadi. Namun, Mika gagal juga.
"Payung." Nadia memberikan satu kata petunjuk. Mika masih gagal mengingatnya. Ia melihat ke Nadia lagi. "Di perpustakaan, dia memberikan payung padamu," jelas Nadia.
"Oh!" seru Mika dengan cepatnya. "Astaga!" Mika setengah histeris. Ia lalu melihat ke arah Nadia lagi.
"Untung kalau kamu sudah ingat," kata Nadia pada Mika.
"Tapi, kenapa dia kenal kamu, Nad?" tanya Mika lagi.
"Aku akan menjelaskannya padamu nanti. Sekarang, kita kerjakan ini dulu," ucap Nadia menunjuk arah depan laptopnya. Ia juga sudah mengeluarkan youtube yang baru saja ia lihat dengan Fauzan tadi.
"Tentu saja!" Mika kembali berseru. "Tentu saja kamu berhutang penjelasan padaku," kata Mika.
Nadia tersenyum mendengar ungkapan Mika tersebut. Kemudian, ia hanya menggeleng pelan sembari tersenyum. Sementara Mika mengeluarkan laptopnya, Nadia yang ada di gazebo, diam-diam memperhatikan jalan yang baru saja dilewati Fauzan. Jalan di lapangan basket. Nadia melihatnya dengan perlahan.
Dalam beberapa hari ini, memori di lapangan basket itu, seketika berubah menjadi hal lain. Di dalam ingatannya saat ini, Nadia hanya mengingat waktu Fauzan menolongnya saat ia hampir terjatuh. Fauzan berhasil menggantikan memori Agra dengan dirinya di kepala Nadia.