"Nad, apa hari Sabtu besok kamu ada acara?" tanya Agra pada Nadia.
Jantung Nadia berdebar kencang saat mendengar kalimat tanya dari Agra itu. Hari Sabtu, hari weekend, semua kegiatan kampus libur. Lagipula, mereka juga sudah mendekati semester akhir, tentu saja tidak ada kuliah untuk mereka di akhir pekan. Jangan-jangan, Agra ingin mengajak Nadia untuk keluar di hari Sabtu. Ya, meskipun biasanga Dimas juga ikut. Inilah yang ditunggu-tunggu Nadia.
"Tidak. Aku kosong hari Sabtu," kata Nadia.
"Bagus. Dimas juga sedang kosong hari Sabtu," gumam Agra senang. Apalagi Nadia. "Kebun teh, sepertinya bagus juga?" ujar Agra pada Nadia.
"Kebun teh? Wah, menarik sekali," kata Nadia yang tidak kalah senangnya. "Apa kamu ingin mengajak kita ke kebun teh?" tanya Nadia.
"Jadi begini, sebenarnya Karin yang sangat ingin sekali ke sana. Kata Karin juga, dia ingin berlibur di kebun teh," jelas Agra. Lagi-lagi, Nadia dibuat kecewa untuk kesekian kalinya. Ada yang menghujam dada Nadia, namun Agra sama sekali tak menyadarinya.
"Oooh, jadi ini semua karena permintaan Karin?" tanya Nadia pelan.
"Iya, Nad. Dari Minggu lalu dia mengajak ke sana terus menerus. Nah, aku ingin memperkenalkan kalian pada Karin," kata Agra. "Jadi, bagus kalau kalian bisa. Aku akan menghubungi Dimas untuk mengajaknya," kata Agra seolah berbicara sendiri dengan semangat. Lalu dia melihat Agra yang baru saja mengeluarkan ponselnya dan mengetikkan pesan pada Dimas. Nadia memperhatikan Agra, tentu saja Agra tidak tahu.
"Gra, sebentar. Aku mau ke toilet dulu," kata Nadia. Agra yang sudah menempelkan ponsel di telinganya hanya mengangguk cepat beberapa kali. Bersamaan dengan itu, Nadia berdiri dari duduknya dan berjalan menjauh dari Agra.
"Halo?" Masih terdengar suara Agra yang menyapa Dimas melalui ponselnya.
Nadia yang sebenarnya, tidak ingin ke kamar mandi itu, hanya ingin menenangkan hatinya yang mendadak porak poranda. Ia mengintip Agra. Dari balik dinding yang menghalangi mereka, Agra nampaknya senang sekali. Nadia berpikir dalam diamnya. Apa yang membuatnya sedih karena Agra, ia tidak ingin menunjukkannya.
Pernah suatu waktu, Nadia ingin bilang saja pada Agra kalau dia menyukai Agra. Tidak bermaksud apa-apa. Hanya untuk mengeluarkan semua yang terpendam dalam hatinya selama ini. Namun, ia takut jika Agra nanti justru menjauhinya dan Nadia tidak ingin kehilangan sahabatnya.
Nadia mengambil nafas panjangnya. Ia harus kembali menemui sahabatnya itu. Bagaimanapun juga, Nadia harus menghadapi kenyataan ini. Jika sampai kapanpun, Agra tetap akan menjadi sahabatnya.
"Nad, syukurlah Dimas juga kosong. Dia juga bisa ikut ke kebun teh nanti," kata Agra begitu tahu Nadia kembali.
Namun, tetap saja Nadia tidak bisa menghindari wajah murungnnya. Nadia diam dan memberi jeda pada kepalanya untuk berpikir. Ia kemudian, duduk kembali di sebelah Agra yang menunggunya merespon kalimat yang baru saja diucapkan Agra.
"Bagaimana ini? Tiba-tiba saja aku ingat kalau aku ada janji dengan Mika besok Sabtu," kata Nadia dengan ekspresi wajah cemas.
"Apa?!" tanya Agra terkejut. "Jadi, kamu tidak bisa?"
"Maaf," ucap Nadia singkat, sambil menundukkan kepalanya lemas. Tidak ada pembelaan sama sekali darinya. Nadia tidak ingin melihat ke wajah Agra, karena Nadia tahu Agra pasti kecewa. Sedikit marah mungkin. Memang benar Agra kecewa, tapi mau bagaimana lagi?
"Yaaah, Nad. Kenapa kamu baru ingat?" ungkapan kekecewaan Agra.
"Maaf," ulang Nadia yang pasrah. Agra menunggu apa yang akan dikatakan Nadia. Namun, nampaknya Nadia tetap akan diam. Agra akhirnya memilih untuk membiarkan Nadia. Tidak tega juga Agra melihat Nadia seperti itu.
"Ya sudah. Tidak apa-apa. Jadi, aku akan membatalkan saja untuk Dimas. Aku akan pergi berdua saja dengan Karin," kata Agra.
Menyakitkan untuk Nadia, tapi Nadia berusaha hanya diam. Sejujurnya, ia tidak ingin membuat kecewa sahabatnya itu. Tapi, ia sendiri tidak tahu kenapa dia masih tidak mau menemui kekasih Agra?
'Apa aku berusaha menghindar? Apa aku berusaha untuk lari? Yang benar saja? Kenapa aku harus menghindari Karin?' gumam Nadia dalam hati.
***
"Gra, ada masalah sedikit," kata Nadia pada Agra yang fokus di depan laptopnya. Agra menoleh ke arah Nadia yang baru datang menghampirinya itu.
"Ada apa, Nad?" tanya Agra.
"Laporannya, harus dikumpulkan besok," ucap Nadia. Ini sebuah masalah, namun sebenarnya Nadia tidak begitu kecewa. Ia justru senang mendengar deadline dimajukan. Karena baginya, ia akan diberi waktu mengerjakan berlama-lama dengan Agra.
"Oh, tenang saja. Semuanya sudah selesai aku kerjakan," ucap Agra. Nadia terkejut mendengarnya. Sebenarnya, sedikit kecewa juga.
"Sudah?" tanya Nadia.
"Iya, karena besok aku sudah tidak di sini lagi."
"Apa maksudmu tidak di sini lagi?" ungkap Nadia semakin kaget.
"Aku, ada proyek dosen. Jadi, aku pastikan kalau aku sudah mengerjakan semuanya. Lagipula, kalau kamu butuh apa-apa, kamu bisa menghubungiku," kata Agra.
"Kamu jadi mengambil proyek dosen itu?" tanya Nadia.
"Iya." Agra menganggukkan kepalanya. "Jadi, kalau masalah laporan, aku akan mengirimkan email ke kamu sekarang, ya," ujarnya sambil kembali menghadap lapotopnya.
Selama Agra dalam proses mengirim email pada Nadia, Nadia meneruskan kekecewaannya. Nadia berpikir bahwa, untuk besok sampai entah berapa lama, ia tidak akan bertemu Agra lagi. Dirinya... pasti akan merindukan Agra.
"Selesai, Nad!" seru Agra. Nadia yang tadi menerawang ke arah lain, seolah tersentak karena Agra memanggilnya.
"Sudah?" ulang Nadia. Agra hanya menganggukkan kepalanya cepat beberapa kali. Ia lalu mematikan layar laptopnya dan menutup laptopnya. Nadia memperhatikannya dengan aneh.
"Terus, sekarang kamu mau kemana?" tanya Nadia.
"Sebenarnya, hari ini Karin mau ke sini," kata Agra. Jeder! Lagi-lagi, ada sebuah lemparan keras tepat mengenai jantung Nadia. Nadia terkejut mendengar ungkapan Agra.
"Karin?" tanya Nadia untuk memastikan.
"Sebentar lagi, dia juga akan datang," kata Agra. "Dia sudah berangkat sejak dua jam lalu. Aku akan mengenalkannya padamu," lanjut Agra masih dengan senyum sumringahnya.
Tidak. Nadia tidak mau bertemu dengan Karin. Paling tidak, jangan sekarang. Nadia masih belum bisa bertemu dengannya. Nadia pikir, ia masih belum cukup memiliki keberanian tentang itu.
"Gra, aku ingat kalau aku ada janji dengan Mika. Aku pergi sekarang, ya," kata Nadia yang berbalik lebih dulu.
"Loh, Nad! Kamu yakin tidak mau bertemu dengan Karin dulu?" tanya Agra.
"Aku ingin sekali, tapi Mika sudah menungguku sejak lama," jawab Nadia. "Mungkin, lain waktu aku akan menemuinya," kata Nadia lagi.
"Ya sudah kalau begitu," ucap Agra pasrah.
Nadia lalu segera membalikkan badannya akan pergi menjauh dari Agra, namun saat ia baru saja berbalik, ia melihat ada seorang perempuan yang sudah berjalan dekat ke arah mereka. Nadia tercekat. Ia yang ingin lari menjauh, saat itu juga membeku dan justru tidak bisa bergerak.
Perempuan cantik itu, berjalan ke arahnya dan Agra. Perempuan ini belum pernah Nadia temui sebelumnya, namun Nadia pernah melihatnya dari sosial media. Nadia kenal perempuan ini, tentu saja dari cerita Agra selama ini. Dialah Karina Pratista. Pacar Agra yang selalu Agra bangga-banggakan selama ini.