"Jadi, kamu sudah mau memulai mengerjakan skripsimu?" tanya Mika pada Nadia.
"Hm...mm..." jawab Nadia menganggukkan kepalanya.
"Baguslah. Kamu harus segera lulus dan mulai meninggalkan obsesimu soal lomba-lomba yang selalu kamu ikuti dengan Agra itu, bukan?" kata Mika dengan menatap ke arah Nadia. Nadia tersentak akan kalimat Mika tersebut. Ia tidak menyangka jika temannya akan mengatakan hal itu. Mika tahu jika Nadia baru saja terkejut.
"Ada apa?" tanya Mika pada Nadia kembali. "Benar bukan apa kataku? Kamu harus terus maju dan melupakan Agra," ungkap Mika kembali.
"Mik, sebenarnya aku mulai mengerjakan skripsi bukan karena aku ingin melupakan Agra," kata Nadia ragu.
"Apa?!" Mika sedikit meninggikan nada bicaranya karena sedikit terkejut dengan kalimat Nadia. "Jadi, maksudmu kamu tetap tidak akan melupakan Agra? Meskipun Agra sudah memiliki kekasih?!" tanya Mika masih dengan nada tinggi. Nadia menundukkan kepalanya sembari menghela nafas. Ia juga memegangi keningnya sambil menutup kedua matanya.
"Maksudku juga bukan seperti itu," ujar Nadia. "Aku mulai mengerjakan skrispki, karena memang sudah waktunya aku mengerjakannya. Aku juga ingin cepat lulus. Dan lagi, aku pasti akan melupakan Agra," kata Nadia.
Sejujurnya, akhir-akhir ini Nadia sudah jarang teringat oleh Agra. Dia memang tidak bisa fokus. Tapi ia justru lebih sering terlintas dengan Fauzan. Fauzan yang selalu muncul secara tiba-tiba itu, masih membuat Nadia merasa penasaran.
"Nah! Itulah Nadia yang aku kenal!" seru Mika membuat Nadia sedikit terjingkat. Ia yang tadinya masih menerawang, segera tersadar. "Kamu harus semangat ya," sambung Mika kembali. Nadia masih terdiam. Ia hanya tersenyum sambil menundukkan kepalanya sebentar. Jika memang pada akhirnya begitu, bukankah lebih baik?
"Eh, Nad!" panggil Mika lagi. Nadia segera menoleh ke arah Mika.
"Hm? Ada apa?" tanya Nadia.
"Apa, ini sudah jam delapan malam. Aku ada janji dengan teman kosku. Aku ingin segera pulang," ujar Mika.
"Oh... Iya," jawab Nadia.
"Kamu, tidak ikut pulang?" tanya Mika pada Nadia lagi.
"Aku, nanti saja. Masih ingin menyelesaikan ini sebentar," ujar Nadia.
"Oh..." Mika mengangguk-anggukkan kepalanya. Nadia kembali melihat laptopnya melalui internet yang terhubung langsung dengan hot spot kampus di gazebo di dalam fakultasnya. Mika, masih terdiam di sana dan ragu untuk segera pergi. Ia masih mengamati Nadia di sana.
"Nad, kamu mau pulang jam berapa?" tanya Mika lagi.
"Belum tahu," jawab Nadia singkat. "Kalau ini sudah selesai, aku akan pulang nanti," lanjutnya.
"Nad, kalau bisa jangan pulang malam-malam ya," kata Mika. "Apalagi, kamu kan pulangnya jalan kaki. Bahaya kalau perempuan pulang malam-malam sendirian," kata Mika dengan wajah cemas. Namun, Nadia justru sedikit melihat Mika dengan mimik wajah aneh.
"Kenapa mendadak kamu mengkhawatirkanku, Mik? Biasanya juga, aku sering pulang malam. Tidak pernah ada apa-apa. Lagipula, kan jalannya terang," jelas Nadia.
"Nad, sebenarnya aku sering melihatmu pulang malam lewat depan kosku. Aku melihat dari belakangmu, ada laki-laki yang selalu mengikutimu dari jarak agak jauh," kata Mika dengan wajah serius. Nadia awalnya mengkerutkan keningnya mendengar ungkapan Mika, namun kemudian ia mengganti ekspresinya dengan wajah datar.
"Ah, Mik. Kamu jangan suka bercanda soal seperti ini," kata Nadia dengan menggunakan salah satu tangannya.
"Nad. Aku benar-benar tidak bercanda," kata Mika lagi. "Aku melihatnya dari lantai dua kosanku, saat kamu pulang, dia berjalan agak jauh dari belakangmu. Kemarin saat kita pulang kos bersama juga, aku mendengar langkah kaki. Tapi, karena aku takut, aku diam saja sampai aku masuk ke kosanku," terang Mika.
"Tapi kan, bisa saja kalau itu mahasiswa yang juga kebetulan pulang dari kampus, Mik?"
"Awalnya aku juga berpikir begitu, Nad. Mangkanya, aku tidak begitu menghiraukannya dan tidak memberitahukannya padamu. Tapi, akhir-akhir ini aku selalu melihatnya saat kamu pulang sendirian. Dari atas, kelihatannya orang yang sama, Nad."
"Dari mana kamu tahu kalau itu orang yang sama?"
"Cara jalannya, dari postur tubuhnya. Juga dari tingkah saat ia berjalan, Nad," jelas Mika.
Nadia terdiam mencerna cara berbicara Mika yang memang nampak bersungguh-sungguh. Lagipula, setelah Nadia sampai kos juga Mika selalu menghubunginya. Memastikan kalau Nadia sudah sampai kos. Jadi, ini alasan Mika selalu menghubunginya?
"Aduh, Mik. Aku kok jadi takut sendiri, ya?" ungkap Nadia.
"Ya, mangkanya jangan pulang malam-malam. Aku berbicara begini karena aku tidak ingin terjadi hal buruk padamu, Nad," kata Mika lagi. "Ya sudah. Kalau begitu, aku harus segera pergi!" kata Mika kembali segera berdiri dan memanggul tas di atas bahunya. Tanpa perlu berpamitan dengan Nadia lagi, Mika segera pergi begitu saja. Nadia hanya melihat Mika yang semakin menjauh. Ia menggelengkan kepala melihat tingkah temannya itu.
"Dasar, tidak jelas," gumam Nadia pelan.
Nadia lalu kembali menaikkan kedua bahunya dan kembali mencari literatur soal skripsinya. Ia mulai selesai mendownload semua literatur-literatur yang ia cari sejak lima belas menit lalu.
Namun, kemudian Nadia kembali terhenti. Tidak memungkiri, ia jadi kepikiran dengan kata-kata Mika barusan. Apa benar ada seseorang yang sedang mengikutinya?
Kalau memang benar begitu, bukankah ia seharusnya percaya pada Mika? Kalau begitu, ia tidak akan lama-lama di sini. Ia memutuskan untuk segera pulang saja ke kosnya.
***
Akhirnya, Nadia selesai juga dengan semua persiapan proposal awalnya. Ia lalu mengeluarkan pekerjaannya setelah menyimpannya di salah satu file di dalam laptopnya. Kemudian, Nadia mematikan tombol power di keyboard laptop miliknya.
Nadia melihat jam yang tertera di layar laptop sebelum sempat laptopnya mati. Nadia terhenyak melihat waktu saat itu. Sudah pukul setengah sepuluh malam? Ia terlalu menikmati pekerjaan proposal skripsinya, sampai-sampai ia lupa waktu.
Artinya, ini sudah malam sekali. Jika mengingat cerita Mika tadi, Nadia benar-benar takut. Apa benar ada seorang yang sedang mengikutinya? Tidak...tidak. Bukan berarti begitu juga. Buktinya, sampai saat ini ia masih selamat. Lagipula, masih belum terbukti. Mungkin, yang berjalan di belakangnya itu adalah benar seorang mahasiswa? Jika memang itu orang yang sama, mungkin bisa jadi karena kebetulan?
Ah, sudahlah! Nadia buru-buru memasukkan laptopnya yang sudah mati ke dalam tasnya. Kemudian, ia cepat-cepat berdiri dari gazebo yang memang sudah sepi itu, dan berjalan keluar kampus.
Saat Nadia sudah menginjakkan kaki melewati gerbang kampus yang sudah akan ditutup itu, pikirannya sedikit kalut. Ia kembali menjadi paranoid sedikit. Tapi, kemudian ia menarik nafas dalam-dalam dan memberanikan dirinya. Jika tidak pulang, memangnya dia akan bermalam di kampus? Pikirnya.
Saat Nadia sudah mulai berjalan kembali, ia tidak tahu jika dari jarak beberapa meter di belakangnya, ada seorang laki-laki yang tengah menunggunya. Laki-laki itu memperhatikan Nadia dan mengambil jarak agak jauh juga. Dengan memasukkan kedua tangannya ke dalam saku, lalu laki-laki itu mulai mengikuti Nadia dari belakang.