Chereads / Secret Love for Secret Admirer / Chapter 12 - The Savior

Chapter 12 - The Savior

Jarak antara kampus dan kos-kosan Nadia sekitar satu kilometer. Nadia tidak naik angkutan umum, karena jalan menuju kampusnya melewati gang-gang kecil, jauh lebih dekat. Lagipula, ini sudah malam. Mana ada angkutan umum? Tidak ada pilihan lain, selain ia jalan kaki.

Biasanya, saat Nadia jalan sendirian menuju kosannya, sama sekali tidak terpikir sesuatu yang buruk padanya. Namun, kali ini sangat berbeda. Nadia yakin, pikiran paranoidnya ini, karena cerita dari Mika tadi. Nadia kembali berjalan dengan berusaha untuk tenang.

Setengah kilometer ia lalui dengan aman. Sampai di mana ia harus melewati gang lebih kecil yang sedikit gelap. Tadi, Nadia masih merasa biasa saja karena lampu-lampu penerangan warga sekitar menyala dengan terangnya. Ia menghirup nafasnya dalam-dalam, mencoba untuk mengontrol sikapnya agar tidak terlalu takut. Tidak akan ada apa-apa. Pikirnya berusaha untuk tenang. Nadia berusaha keras memberanikan dirinya.

Nadia lalu terus berjalan melalui gang sempit itu. Karena gang sempit, maka suasana hening di sekitar juga semakin terasa nyata. Tiba-tiba, Nadia mendengar suara langkah kaki di belakangnya. Jantungnya mendadak bergemuruh kencang. Astaga! Jangan-jangan, benar apa yang dikatakan Mika tadi?

Karena setengah ketakutan, Nadia sedikit mempercepat jalannya. Ia sampai setengah berlari. Di kepalanya, ia sempat terpikir apa ia akan ke kosan Mika saja? Tapi, ia tadi sudah melewati kosan Mika dan dilihatnya dari bawah, kamar Mika sudah gelap. Mungkin Mika sudah tidur. Lagipula, jika saat ini ia kembali ke kos Mika, maka ia akan berbalik dan harus menemui orang yang ada di belakangnya itu.

Memang tidak ada yang tahu orang di belakangnya itu akan berniat jahat atau tidak. Yang jelas, saat ini Nadia semakin jelas mendengar suara langkah kaki yang dirasa sudah mengikutinya dari arah belakangnya itu. Artinya, orang yang ada di belakangnya itu, juga sudah semakin dekat dengannya.

Nadia tidak tahan untuk menahan goncangan jantungnya yang seolah mau meledak karena ketakutan. Ia lalu berlari agar segera keluar dari gang kecil yang sempit dan gelap itu. Biasanya, gang ini terlihat nampak pendek, tapi kenapa saat ini terasa sangat panjang sekali? Pikir Nadia.

Tinggal beberapa langkah lagi. Ya. Nadia sudah ada di penghujung gang sempit itu. Sebentar lagi, ia akan keluar dan bisa segera kembali ke jalan normal, di mana banyak penerangan lampu. Satu, dua, dan tiga langkah, akhirnya Nadia berhasil keluar. Saat Nadia keluar, rasanya amat lega sekali. Ia sudah ada di jalan normal. Nadia akhirnya bisa menghembuskan nafas lega. Ia kemudian menengok ke belakang, di mana ia mengamati jalanan di gang kecil itu. Siapa tahu, di sana memang tidak ada siapa-siapa? Mungkin memang tadi, saat ia sedang takut, maka pikirannya menjadi kacau? Nadia kembali menghela nafas lega.

Grep! Nadia terjingkat tiba-tiba. Ia merasa tangannya dipegang oleh seseorang. Sontak, Nadia segera menoleh. Namun, saat belum sempat Nadia menoleh ke arah orang yang memegangnya, mulut Nadia segera dibungkam oleh tangan dari orang itu. Nadia berusaha keras melepaskan bungkaman dari orang yang tidak bisa ia lihat wajahnya itu. Namun, dari tangannya, rasa-rasanya Nadia tahu jika ini adalah tangan laki-laki yang sangat kekar.

Nadia ketakutan setengah mati. Kenapa ia harus mengalami hal ini? Jadi, tadi memang benar ada yang tengah mengikutinya? Di saat-saat seperti ini, ada satu wajah yang ia ingat dan ia harapkan muncul. Siapa lagi kalau bukan Agra. Nadia harap, dengan sebuah keajaiban, Agra mendadak muncul dan menyelamatkannya.

Nadia masih berusaha berteriak, melepaskan diri dari cengkeraman laki-laki yang menutup mulutnya dari belakang itu. Karena kepalan laki-laki ini sangat kuat, jelas saja tenaga Nadia yang hanya perempuan biasa tidak dapat mengalahkannya. Nadia dipaksa berjalan menepi ke pinggir jalan. Nadia sampai terseok untuk menuruti langkah kaki laki-laki itu.

"Lepaskan!" suara laki-laki lain dari jarak agak jauh membuat laki-laki yang memaksa Nadia itu berhenti berjalan. Nadia bisa mendengarnya dengan jelas. Nampaknya, Nadia juga mengenali suara ini sebelumnya.

Nadia hanya diam. Nadia juga mendengar langkah kaki laki-laki yang agak jauh dari tempatnya itu berjalan mendekatinya yang masih menjadi tawanan orang tak dikenal. Kemudian, dengan sergap laki-laki yang jauh tadi melepaskan cengkeraman Nadia. Nadia bisa terbebas seketika. Ia yang tidak pintar menopang tubuhnya, hingga terhuyung sampai terjatuh di tepi jalan.

Saat itu, barulah Nadia bisa melihat dengan jelas, ada dua laki-laki yang saat ini sudah beradu fisik. Nadia mengenali salah satunya. Fauzan. Dialah laki-laki yang baru saja berteriak dan menyelamatkannya. Satunya lagi, ada laki-laki yang tidak dikenalnya. Rasanya, bukan seorang mahasiswa. Lebih terlihat seperti seorang preman. Tubuh Nadia menggigil di tepi jalan.

Nadia menyaksikan langsung sebuah perkelahian sungguhan di depan matanya. Ia bisa melihat dengan jelas Fauzan memberikan hantaman dan tendangan berkali-kali pada si preman itu. Nadia masih tidak bisa mengendalikan dirinya jika satu menit yang lalu, ia benar-benar berada di dalam bahaya.

Selang beberapa menit, preman itu segera babak belur. Ia tanpa harus mengkonfirmasi pada siapapun, preman itu langsung lari tunggang langgang. Sampai-sampai, ia lari ketakutan dan sempat terjatuh beberapa kali ke tanah.

Setelah di rasa sudah menjauh, Fauzan melihat Nadia yang masih nampak gemetar di pinggir jalan. Fauzan segera menghampirinya dengan cemas. Jelas terlihat sorot mata Fauzan yang sangat khawatir.

"Apa kamu baik-baik saja? Apa ada yang terluka?" tanya Fauzan pada Nadia.

Sudah tentu. Inilah kalimat ajaib Fauzan yang selalu ditanyakan pada Nadia. Bahkan kalimat inilah yang selalu muncul di pikiran Nadia akhir-akhir ini. Pada saat ini, Fauzan bahkan menghampiri Nadia dan ingin menenangkan Nadia. Nadia hanya menggelengkan kepala beberapa kali dengan pelan, untuk menjawab pertanyaan Fauzan.

"Sangat berbahaya berjalan sendirian di malam-malam begini," ujar Fauzan kembali. Fauzan lalu membantu Nadia untuk berdiri. Nadia menurut dan perlahan menopang semua tubuhnya ketika kakinya sudah tidak gemetar lagi. Mereka, berdiri berdua di tepi jalan.

"Kebetulan, karena kos-kosanku searah, kalau kamu tidak keberatan, aku akan mengantarmu pulang," kata Fauzan yang masih mengamati Nadia yang tertunduk sambil terdiam.

Fauzan menunggu respon Nadia. Nadia nampaknya agak ragu, namun selang sekian detik, ia menganggukkan kepalanya dan mengikuti gagasan Fauzan. Nadia masih saja diam. Ia sama sekali tidak berbicara apapun. Mungkin karena kejadian yang amat mendadak itu, Nadia masih sulit untuk berkata-kata. Akhirnya, mereka pulang ke kosan bersama.

Satu hal lagi yang Nadia baru tahu, ternyata kos Fauzan searah dengannya. Ia benar-benar baru menyadari tentang ini. Sejujurnya, saat ini yang dirasakan Nadia adalah ia sudah benar-benar merasa aman dengan Fauzan yang baru saja menjadi penyelamat baginya.