Chereads / Secret Love for Secret Admirer / Chapter 10 - Flashed Memory

Chapter 10 - Flashed Memory

Nadia masih memperhatikan Fauzan dengan saksama. Bukankah, laki-laki ini yang menabraknya kemarin? Laki-laki yang bukunya terbawa bersamanya, selama beberapa hari lalu. Fauzan bisa mengerti tatapan Nadia padanya. Ia hanya membalas sorot mata Nadia dengan tenang.

"Maaf, apa kamu yang bernama Fauzan?" tanya Nadia ragu. "Orang yang sudah menabrakku beberapa hari lalu?" tanya Nadia kembali. Fauzan tersenyum tipis sekali sembari menunduk. Entah apa arti senyumannya itu.

"Untung saja, kamu masih ingat," gumam Fauzan sangat pelan sambil menggaruk leher bagian belakangnya dengan masih tertunduk. Sikapnya sedikit aneh di depan Nadia.

"Apa?" tanya Nadia yang tidak bisa mendengar dengan jelas kalimat Fauzan itu.

"Ah, tidak. Apa kamu terluka?" Fauzan segera dan melihat ke arah wajah Nadia dengan cepat. Ia mengganti pertanyaannya. Ia memang nampak sedikit khawatir dengan Nadia.

"Tidak apa-apa," ujar Nadia sembari menggelengkan kepalanya beberapa kali. "Tapi, terima kasih. Kalau tidak ada kamu, mungkin aku sudah keserempet salah satu motor yang kebut-kebutan itu," kata Nadia sembari menunjuk jalanan yang baru saja dilewati motor dengan suara keras, hampir membuat sebuah insiden.

"Sama-sama," kata Fauzan yang masih ada di sana. Mereka saling diam untuk sekian detik. Nadia segera teringat sesuatu.

"Oh iya. Aku mau mengembalikan bukumu yang terbawa olehku," ucap Nadia. Nadia lalu merogoh sesuatu di dalam tasnya. Fauzan hanya melihat dan menunggu, belum membalas apapun. Sedang Nadia masih mencari buku milik Fauzan yang ada di dalam tasnya.

"Bukuku?" tanya Fauzan pada Nadia akhirnya. Nadia melihat ke arah Fauzan.

"Iya. Bukumu, waktu itu tertinggal padaku," ujarnya. "Waktu kamu menabrakku dulu," lanjut Nadia.

"Buku yang mana?" tanya Fauzan.

"Buku warna biru itu," jawab Nadia.

Nadia kembali mencari-cari di dalam tasnya. Aneh, padahal Nadia yakin kalau tadi membawanya. Nadia mengkerutkan keningnya dan menggigit ujung ibu jarinya. Fauzan terus memperhatikan Nadia tanpa disadari Nadia. Kemudian, Fauzan mengulas senyum tipis.

Nadia mengingatnya sejenak. Beberapa detik berjalan, ia menoleh ke arah Fauzan cepat. Fauzan segera mengubah ekspresi wajahnya menjadi datar seketika. Tidak ada yang tahu bahwa Fauzan baru saja mengamati Nadia.

"Wah, maaf. Sepertinya masih tertinggal di kosku. Kapan-kapan, aku akan memberikannya padamu," ucapnya.

"Oh, iya. Tidak apa-apa. Tak perlu dipikirkan," kata Fauzan lembut. Kembali.

"Sekali lagi, terima kasih banyak sudah menolongku," kata Nadia.

"Kamu ini, langganan tertabrak sesuatu, ya?" ucap Fauzan. Nadia melihat ke arah Fauzan tidak mengerti.

"Apa maksudnya?" tanya Nadia.

"Tidak," kata Fauzan kembali mengalihkan pertanyaan Nadia. "Lain kali, jangan banyak melamun. Beban yang kamu paksa berhenti itu memang tidak mudah. Tapi, jika kamu terlalu fokus di sana, maka akan semakin sulit untuk dihilangkan," kata Fauzan sembari tersenyum pada Nadia. Kemudian, ia pergi begitu saja.

Nadia memberikan ekspresi linglung mendengarkan ungkapan Fauzan itu. Ia hanya mengerjapkan matanya beberapa kali dengan wajah yang bingung. Sementara, Fauzan berjalan semakin menjauh darinya.

***

Nadia mengetikkan beberapa kalimat melalui keyboard laptop, yang terpampang di layarnya. Sambil terus mencoba merangkai kata per kata menjadi sebuah kalimat. Otaknya berputar membuat rangkaian tersebut menjadi indah dan mudah dibaca.

"Apa kamu baik-baik saja?"

Nadia berhenti mengetik. Tiba-tiba, di dalam otaknya terlintas suara Fauzan. Ia mengkerutkan keningnya dan merasa aneh dengan dirinya. Ia teringat akan Fauzan yang menolongnya, dan selalu bertanya padanya.

Nadia menggelengkan kepalanya beberapa kali dengan cepat dan kembali mengetikkan sesuatu. Dari mana tadi? Nadia kembali membaca kalimat yang baru diketiknya. Berusaha kembali untuk fokus, dan berpikir lagi. Selang sekian detik, ia berhasil menemukan sambungan kalimat itu. Ia mulai mengetik lagi.

"Apa kamu terluka?"

Nadia menjauhkan wajahnya dari laptopnya kembali. Lagi-lagi, suara maskulin itu muncul di sekitar kepalanya. Kali ini, ia teringat akan kejadian kemarin. Kejadian saat Fauzan menolongnya dengan cara memeluknya. Jika diingat, saat itu rasanya ia merasa jantungnya berdebar tidak terkontrol. Sampai ia membawa ingatan itu sekarang, dan Nadia merasa gelisah tiba-tiba.

Nadia tersentak akan pikirannya sendiri. Ia buru-buru kembali menggelengkan kepala dengan memejamkan kedua matanya. Astaga! Kenapa dengan dirinya ini? Kenapa tidak bisa fokus hari ini? Dan, kenapa bayang-bayang wajah Fauzan yang tampan itu selalu berkeliaran di sekitarnya?

Nadia kemudian menyerah dan menjauh dari layar laptopnya. Ia memilih untuk berdiri dan mengambil secangkir air minum yang terletak di atas meja dekat ranjang di dalam kamar kosnya. Dari tadi, setelah selesai pulang dari kampus, ia segera membersihkan dirinya dan berniat untuk memulai mengerjakan proposal skripsinya. Lagipula, hampir semua temannya juga sedang mengerjakan tugas yang sama. Tapi, entah apakah terlalu berat untuk memulai, makannya ia tidak bisa fokus? Pikirnya.

Gelas yang ada di cangkirnya sudah habis. Saat ini, tidak ada lagi yang bisa ia kerjakan. Hampir semua tugas kuliahnya sudah selesai. Justru jika ia menunda mengerjakan skripsi, ia akan tertinggal dengan teman sebayanya. Namun, kenapa saat ingin memulai niatnya, ia sudah terganggu dengan sikap laki-laki yang bernama Fauzan itu?

Nadia berpikir lagi, mungkin ini semua karena ia masih berhutang untuk belum mengembalikan buku milik Fauzan itu. Nadia lalu mencari buku berwarna biru yang tidak terlalu tebal di atas mejanya. Saat Nadia sudah menemukannya, ia kembali melihat-lihat isi di dalam buku itu.

Satu menit Nadia membaca, rasanya ini buku tentang mata kuliah ilmu sosial. Mungkin ekonomi? Tapi, Nadia tidak yakin dengan itu. Nadia lalu menelusurinya kembali. Ia menemukan bahwa di tanggal baru-baru ini, Fauzan menuliskan kalau Fauzan sudah melangkah hampir ke semester tujuh. Artinya, Fauzan seangkatan dengannya. Jika benar Fauzan mahasiswa ekonomi, artinya fakultas mereka berdekatan bukan?

Nadia juga mengingat, bahwa ia sebenarnya sudah menyimpan nomor ponsel Fauzan yang tertera di dalam buku milik Fauzan itu. Nadia berpikir, apa mungkin ia menghubungi Fauzan untuk mengembalikan bukunya ya? Lagipula, ia tidak enak membawa buku milik orang lain. Dan juga, agar dirinya tidak kepikiran terus. Nadia lalu mengambil ponselnya di atas mejanya. Ia mulai mengetikkan sesuatu di sana.

[Selamat malam, aku akan mengembalikan bukumu]

Tidak...tidak. Terlalu formal. Lagipula, mereka sudah bertemu beberapa kali bukan? Nadia mencari kalimat lain. Kembali mengetik.

[Apa benar ini dengan Fauzan? Aku Nadia, yang sudah membawa bukumu. Aku akan mengembalikan bukumu]

Tapi, jika dipikir bukankah itu sedikit bertele-tele? Nadia menghapusnya kembali. Aneh sekali, biasanya Nadia sama sekali tidak begitu memperhatikan kalimat seperti apa jika ia sedang mengirim pesan pada seseorang. Bahkan untuk orang yang dikenalnya. Tapi, kenapa rasanya kali ini ia sangat peduli?

"Lain kali, jangan banyak melamun. Beban yang kamu paksa berhenti itu memang tidak mudah. Tapi, jika kamu terlalu fokus di sana, maka akan semakin sulit untuk dihilangkan."

Tiba-tiba, Nadia berseliweran kembali suara Fauzan di dalam kepala Nadia. Kalimat terakhir dari Fauzan yang ditujukan padanya. Saat itu, Nadia terus memikirkan makna kalimat dari Fauzan tersebut. Dipikir bagaimanapun juga, rasanya ia tidak bisa memahami artinya. Apa maksud dari perkataan Fauzan itu ya?