Chereads / Dunia lain? apa bedanya? / Chapter 1 - Chapter 1 "Ratapan suku Half-beast"

Dunia lain? apa bedanya?

🇮🇩Ojibear
  • --
    chs / week
  • --
    NOT RATINGS
  • 13.6k
    Views
Synopsis

Chapter 1 - Chapter 1 "Ratapan suku Half-beast"

Sebuah lingkaran yang terbentuk dari banyak simbol memancarkan cahaya biru redup di tempat ritual di desa Ohre. Desa dari suku Half-beast.

Puluhan jasad tergelatak di atas tanah.

Tidak ada satupun luka luar yang tampak pada jasad-jasad tersebut. Itu artinya, mereka tidak terbunuh oleh serangan fisik.

Seorang gadis dari suku Half-beast* sedang memanjatkan doa dengan tubuh yang gemetaran.

(*Half-beast = setengah hewan)

Ia mengenakan pakaian seperti seorang Shaman*.

(*Shaman = pendeta)

"wahai dewa yang agung, pelayanmu ini menawarkan dua puluh jiwa terbaik di hadapanmu yang mulia!! mohon dengarkan ratapan kami!! berikan kami penyelamatmu!!"

Dengan suaranya yang gemetar, ia meneriakkan doanya.

Sukunya sedang dalam bahaya, amat sangat bahaya sehingga mereka sampai melakukan ritual seperti ini.

Dua puluh orang yang ia kenal sebagai petarung terbaik di desa mereka telah mengorbankan nyawa mereka untuk ritual ini. Jadi sebaiknya "Dewa Agung" ini memberikan apa yang mereka butuhkan.

"bagaimana Shanti? apakah dewa mendengarkan doamu? doa kita?"

Pertanyaan itu datang dari tetua desa Ohre.

"se....sedikit lagi... kita perlu menunggu sedikit lagi..."

Shanti, nama dari gadis itu, tidak dapat menatap wajah sang tetua.

Lingkaran itu masih memancarkan cahaya biru redup. Tapi hanya itu, tidak ada reaksi lainnya.

Akan sangat buruk jika dua puluh jiwa yang mereka korbankan itu menjadi sia-sia. Itu akan menjadi akhir dari suku mereka.

"wahai dewa yang agung, pelayanmu ini menawarkan dua puluh jiwa terbaik di hadapanmu yang mulia!! mohon dengarkan ratapan kami!! berikan kami penyelamatmu!!"

Shanti mengulang lagi doanya, namun tidak ada apapun yang terjadi.

Ia menggenggam erat tangannya hingga darah segar mengalir dari punggung tangannya akibat tertusuk oleh kuku-kukunya.

Rasa putus asa tidak dapat lagi ia bendung. Air matanya mulai mengalir di atas kedua pipinya.

Sang tetua memperlihatkan ekspresi tanpa harapan dan warga desa mulai panik sembari berbisik.

"dewa..... tolonglah kami.... kami tidak pernah mengganggu mereka.... mengapa para manusia itu selalu memburu kami?" Ia menggumam

Shanti kemudian meletakkan kedua tangannya di atas tanah.

Kuku-kukunya menancap ke dalam tanah, pandangannya mengarah ke arah langit, kedua matanya terbelalak, telinga serigalanya menghadap keatas.....

Kemudian ia berteriak.

"WAHAI DEWA YANG AGUNG!! BERIKAN KAMI PENYELAMATMU!!!!"

Suaranya menggema di seluruh penjuru.

Ia menutup matanya dan menangis.

Sang tetua dan warga desa lainnya menatap ke arahnya.

Shanti berdiri dan berbalik ke arah mereka. Ia dapat melihat ekspresi terkejut pada wajah mereka semua.

Hal itu tidak dapat terhindarkan.

Shaman mereka gagal dalam menjalankan ritual ini. Ritual yang menjadi satu-satunya harapan mereka.

"ma... maafkan aku...."

Mereka tetap melihat ke arahnya dan tidak berpaling sedikitpun.

Tidak ada kata-kata yang keluar dari mulut mereka, hanya tatapan yang terus mengarah kepadanya.

Pada saat itu Shanti sadar, bahwa sesuatu sedang terjadi di belakangnya.

"-fuuh- jadi ini dunia lain?"

Sebuah suara dapat terdengar dari arah belakangnya.

Shanti segera berbalik dan menoleh untuk mencari tahu darimana sumber suara itu berasal.

Seorang pria berdiri tepat di atas lingkaran yang menyala biru redup. Kemudian lingkaran itu berhenti memancarkan cahaya dan asap bermunculan dari permukaan tanah.

Pria itu terlihat seperti ras manusia. Ia berdiri tegak dengan tinggi 178cm.

Ia berambut pendek dengan garis side-cut yang dapat terlihat jelas di bagian pinggirnya. Pria itu mengenakan pakaian seperti seragam, namun Shanti tidak pernah melihat desain seperti itu sebelumnya.

"!!!"

Shanti segera menyadari siapa sebenarnya pria yang sedang berdiri di hadapannya ini.

Ia berlutut dan berteriak dengan lantang.

"kami sangat bersyukur atas kehadiranmu di sini, savior*!!"

(*savior = juru penyelamat)

Setelah mendengar hal terebut, sang tetua dan warga desa lainnya ikut berlutut dan menundukkan kepala mereka.

Mereka terdiam dan menunggu tindakan apa yang akan savior mereka lakukan.

"tolong selamatkan kami..... savior.." Shanti mencoba untuk berbicara

"baiklah.."

Shanti sangat lega mendengar hal itu dan ingin mengucapkan terima kasih kepada savior mereka. Namun pria di hadapannya itu menyelanya sebelum ia sempat melakukan hal itu.

"tapi aku ingin bertanya satu hal"

Ia merasa bingung, namun ia berusaha sebaik mungkin untuk menjawab pertanyaan tersebut.

"silahkan.. "

Pria itu melihat sekelilingnya.

Ia melihat dua puluh jasad Half-beast dengan tubuh yang kekar tergeletak di atas tanah.

Sudah sangat jelas, mereka adalah petarung.

Pria itu mengamati jasad-jasad itu sebelum akhirnya ia mendekati gadis yang ada di hadapannya.

"apakah mereka... dikorbankan? untuk memanggilku kesini?"

"ya..... itu benar"

Shanti tidak dapat menyembunyikan rasa frustasinya.

"begitu..."

Pria itu kemudian jongkok sehingga ia dapat menatap mata Shanti.

Ia menatap lurus dan sangat tajam ke arahnya hingga mengakibatkan Shanti merasa sangat bingung.

Apakah ia melakukan kesalahan yang menyinggung savior mereka?

Pria itu membuka mulutnya.

"kalian lebih memilih aku daripada dua puluh petarung hebat di sana... kenapa?"

"..."

Shanti tidak segera menjawab.

"itu.... diperlukan.... untuk memanggil anda.... savior kami.."

"jadi kalian lebih memilih untuk percaya kepada savior yang tidak kalian kenal sepertiku? daripada kedua puluh petarung kalian?"

Shanti tidak dapat menyanggah hal tersebut.

Ia sangat paham bahwa apa yang mereka lakukan ini salah, bahwa ritual seperti ini sungguh sangat tidak masuk akal.

Namun apa yang dapat ia perbuat? mereka tidak punya pilihan lain.

"saya... kami percaya bahwa ini adalah jalan terbaik..."

Shanti berusaha sangat keras untuk menahan air matanya.

Pria itu lalu berdiri dan menatap ke arah sang tetua dan warga desa.

Wajah mereka terlihat putus asa dan tidak memiliki semangat bertarung.

Jumlah mereka pun bahkan tidak sampai lima puluh orang. Jumlah yang sangat sedikit untuk ukuran sebuah desa.

Ia menghela nafas dan melihat ke arah langit.

"dunia lain ya? apa bedanya?"

-----( Chapter 1 "Ratapan suku Half-beast")-----